Sejak Balita Dipahamkan Kebangsaan

Dalam keluarga peran ayah dan ibu terhadap anak sangat akrab. Ada potensi besar untuk memberi pemahaman kepada anak sebagai wadah pembelajaran yang harus diutamakan. Pada usia dini sangat dibutuhkan penanaman pemikiran yang benar untuk mengawal tumbuh kembang anak.
Pembentukan kepribadian anak tergantung bagaimana ayah dan ibu mendidiknya. Seorang ibu dapat memilih dan menentukan metode bagaimana membentuk kepribadian yang baik pada anak.
Begitu juga, seorang ayah dapat menentukan kepemimpinan dalam mengawasi dan mengarahkan anak agar akidah pada anak menjadi kokoh dan tidak tersesat. Namun, seorang anak tidak dapat memilih dan menentukan siapa yang akan menjadi orang tuanya.
Berdasarkan hal ini, sangat jelas pembentukan kepribadian pada anak ada ditangan orang tua. Sejatinya orang tua adalah pihak pertama dan utama yang dekat dengan anak.
Apalagi pada kondisi saat ini perang pemikiran semakin massif, sehingga sangat membutuhkan kejelian bagi orang tua untuk melihat kebenaran dan kebatilan.
Begitu pentingnya peran orang tua dalam membentuk kepribadian seorang anak, pemerintah berinisiatif menyuarakan dan membentuk program pola asuh anak sejak balita untuk menanamkan paham kebangsaan. Upaya ini dilakukan untuk mengokohkan jiwa nasionalisme dan NKRI harga mati.
Ketika paham kebangsaan ditanamkan sejak usia balita, akan mampu membentuk jiwa nasionalisme dan menangkis paham yang merusak bangsa.
Ada program penanaman kebangsaan yang dilakukan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Yogyakarta menyiapkan modul dijadikan panduan orangtua dalam proses pengecekkan wawasan kebangsaan.
Terdapat juga kartu yang disebut si kumbang. Kartu ini bisa dibawa saat pertemuan Bina Keluarga Balita dan saat anak masuk pada Paud atau TK untuk menunjukkan kemampuan anak.
Jika kita menelisik secara mendalam, penanaman paham kebangsaan di usia balita mampu melunturkan pemahaman anak terhadap pemahaman islam yang sebenarnya.
Di benak anak akan tertanam persaudaraan hanya sebatas satu bangsa saja namun bangsa lain bukan saudaranya. Sehingga ketika bangsa lain dihadapkan dengan persoalan seperti kelaparan, penindasan, pelecehan agama dan kekerasan fisik tidak menganggap bahwa itu adalah persoalannya juga.
Lebih dari itu, moderasi yang saat ini digaungkan mampu mengikis akidah anak. Anak akan terkaburkan dengan ajaran islam yang sebenarnya. Dalam islam, persaudaraan tidak mengenal batas bangsa. Dimanapun seorang muslim, ketika masih seorang muslim itu adalah saudara.
Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW:
“Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh mengaduh kesakitan, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.” (HR Bukhari dan Muslim)
Upaya penanaman paham kebangsaan pada anak balita menjadi kewajaran terjadi pada sistem hari ini. Dalam sistem kapitalis agama tidak ikut andil dalam aktivitas kehidupan, sehingga aturan yang lahir dalam kehidupan berasal dari akal manusia.
Dari pemahaman yang seperti ini, maka pandangan persaudaraan tidak diukur sesuai kacamata agama. Namun, diukur berdasarkan pemahaman manusia. Dari tolak ukur seperti ini saudara hanya sebangsa dan setanah air. Maka dari itu paham kebangsaan harus ditanamkan sejak usia balita.
Berbeda dengan islam sebagai agama ilaihi yang telah memberikan aturan dalam kehidupan. Dalam islam anak dididik berdasarkan aqidah islam. Aqidah menjadi pondasi awal pembentukan kepribadian seorang anak, agar anak memiliki kepribadian yang islam.
Sejak dini anak didampingi dengan pemahaman islam, sehingga ketika manusia dewasa tolak ukur perbuatan benar dan salah adalah aqidah islam bukan akal dan perasaan manusia.
Begitu juga dengan persaudaraan dalam akidah Islam bukan sekub bangsa. Lebih dari itu persaudaraan diikat aktivitas amal makruf nahi mungkar.
Sebagaimana firman Allah SWT :
Yang artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)
Maka dari itu, agar terwujud generasi yang memiliki rasa cinta bangsa yang tinggi harus dididik dengan akidah Islam. Sejatinya Islam tidak melarang setiap manusia memiliki rasa cinta terhadap tanah air dan bangsanya.
Namun dalam Islam persaudaraan tidak hanya diikat dengan sebangsa saja. Persaudaraan diikat dengan akidah. Keimanan menjadi dasar persaudaraan.
Tatkala sudah terbentuk generasi yang berkepribadian Islam, para generasi akan mampu melihat penjajah sebenarnya yang akan menghancurkan bangsa.Agar pendidikan berbasis akidah Islam dapat berjalan dengan baik sehingga melahirkan generasi yang memiliki keimanan dan generasi yang menjadi pembela kebenaran, sangat membutuhkan negara berbasis Islam dalam mewujudkannya.
Editor :Esti Maulenni