Indonesia Ambruk Sebelum 2024, Benarkah?

SIGAPNEWS.CO.ID - Faisal Basri, seorang Ekonom senior dari Universitas Indonesia menyoroti konflik kepentingan di pemerintahan saat ini. Menurutnya, situasinya saat ini sudah kritis.
Faisal mengkhawatirkan kondisi bangsa dengan beragam kebijakan yang makin dominan menguntungkan kepentingan oligarki dan mengorbankan kemaslahatan publik.
Bahkan ia pun menyebutkan, bahwa oligarki itu mirip dengan koalisi jahat. Sehingga, jika koalisi jahat itu tidak langgeng, mereka akan saling bukan-bukaan karena merasa tidak mendapatkan 'kue' yang sama besar.
“Teman-teman KPK tahulah, ya, yang biasa enggak dapet, melapor,” ujarnya. Ia pun memprediksi, saat ini elite di lingkaran oligarki sedang dalam fase buka-bukaan dan akan saling membuka borok satu sama lain. (tempo.co, 28/1/2022)
Sebelumnya, Faisal Basri pun mengingatkan bahwa konflik kepentingan yang berbahaya adalah kala pejabat negara ikut berbisnis. Ia beranggapan bahwa kekuatan negara dan korporasi di Indonesia telah menyatu, sehingga Indonesia berpotensi menjadi despotic leviathan alias raksasa lalim yang memiliki kekuatan luar biasa.
"Jadi inilah yang terjadi di Indonesia. Padahal, sehingga semakin kuat state dan market ini, community dirugikan," tuturnya.(CNNIndonesia.com)
Hal itupun direspon oleh Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Faldo Maldini. Ia mengklaim bahwa negara selama ini tak pernah menutup mata soal skandal para elite di negeri ini. Kendatipun demikian Faldo tidak menyangkal, bahwa saat ini pemerintah masih berada di jalan yang baik meski dalam kondisi berat. (CNN Indonesia).
Demokrasi Lahirkan Pemimpin Amoral
Hampir di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia mengalami perselingkuhan penguasa dan pengusaha. Nampak jelas di sini, bukan hanya sekadar moral yang hilang dari para pejabat, tetapi juga sistem yang melanggengkan praktik tersebut.
Dengan melihat realitas seperti ini, semestinya masyarakat terutama kaum muslim dapat menyadari bahwa kerusakan yang timbul saat ini merupakan cacat bawaan, yakni dari penerapan sistem demokrasi sekuler. Dimana dalam sistem ini terdapat pemisahan aturan agama dan negara. Sehingga, kerap kali menimbulkan konflik dan kerusakan.
Oleh karenanya, telah jelas bahwa sistem demokrasilah yang menumbuhsuburkan praktik oligarki dan melahirkan para pejabat amoral.
Sejatinya, kepemimpinan merupakan suatu elemen yang saling berkaitan satu sama lain untuk menggapai tujuan yang ingin dicapai. Maka, untuk mencapai tujuan tersebut harus diindahkan dengan sikap dan perilaku yang sesuai dengan etika dan moral.
Seorang pemimpin harus memiliki etika dan moral yang baik, terutama dalam menjalankan suatu pemerintahan. Tentunya etika tersebut harus berangkat dari pola pikir yang positif, sebab pola pikir yang baik akan mempengaruhi banyak orang untuk besikap lebih bijaksana.
Seorang pemimpin harus memiliki dan memahami pengetahuan yang di dalamnya mencakup ilmu, moral dan seni. Sebab dengan lmu akan menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Sedangkan moral akan menentukan baik dan buruk, serta seni akan menentukan indah dan jelek.
Semua itu akan menjadi suatu estetika yang baik, jika seorang pemimpin saling berkolaborasi satu sama lain. Khususnya dalam institusi pemerintahan. Bahkan, seorang pemimpin harus memiliki jiwa kepemimpinan yang bisa menentukan misi sesuai tujuan yang telah dirancang.
Kembali Pada Sistem Islam
Sejatinya Indonesia akan benar-benar ambruk dari segala sisi, jika negara masih terus menerapkan sistem demokrasi. Sebab pada faktanya, demokrasilah yang menjadi biang kerok atas seluruh permasalahan.
Sungguh, keadilan dan kesejahteraan secara merata hanya bisa dirasakan dalam sistem Islam yang Kaffah, segaimana telah terbukti selama kurang lebih 13 abad lamanya dengan mengambil aturan dari Islam sepenuhnya. Sehingga semua masyarakat, bahkan seluruh dunia dapat merasakan kesejahteraannya.. Wallahu àlam bisshowwab
Editor :Esti Maulenni
Source : CNNINDONESIA