Pandangan Pemerintahan Seperti Nabi

foto ilutrasi
Mahfud MD (Menko polhukam) menyampaikan dalam ceramahnya bahwa mendirikan negara Islam itu hukumnya haram atau masuk kategori murtad. Pernyataan ini membuat publik ingin mengetahui yang sebenarnya dengan sejelas-jelasnya tentang kebenaran. Sebagian menjelaskan ini berbahaya dan tidak sepatutnya merendahkan apa yang dibawa nabi dan sebagian lagi meyakini pemerintah yang sekarang sah tetap ada kebolehan mengikuti pemerintahan nabi.
Ada beberapa poin yang dijabarkan alasan kuat kenapa dilarang kemudian juga dibantah ahli fiqih K.H Muhammad Shiddiq Al-jawi setiap poinnya pada Kamis,7 April 2022 melalui YouTube Ngaji subuh. Kita bisa menyimaknya dan menemukan kesimpulan akhir.
Pertama, Nabi Muhammad yang terakhir dan tidak ada lagi nabi sehingga kelanjutan negara hanya melalui ijtihad dibantu jumhur ulama dan ormas Islam
Bantahannya memang benar Rasulullah sudah wafat namun ditinggalkan pesan bahwa pedoman umat yang selamanya tidak tersesat dengan mengikuti kitabullah dan sunnah nabinya. Sehingga umat tetap mendapatkan informasi mengikuti sebagaimana yang dilakukan Nabi. Sudah jelas umat Islam tidak kehilangan jejak dari pendirian hingga berakhirnya Kepemimpinan.
Rasulullah SAW bersabda, ”Aku telah meninggalkan di tengah-tengah kamu, wahai manusia, apa-apa yang jika kamu berpegang teguh dengannya, kamu tak akan pernah tersesat selama-lamanya; yaitu Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya.”
Kedua, perubahan zaman tidak sama lagi dan realitas sistem bernegara 57 sistem tidak ada yang sama dengan nabi .
Bantahannya perubahan zaman bukan berarti tidak mampu menjawab dengan solusi. Disinilah ijtihad para Mujahidin yang hasil akhirnya bisa diumumkan kepada rakyat. Maka pemerintah nabi bisa saja dilakukan dengan peniruan sempurna dan perbedaan zaman masih bisa diatasi.
Rasulullah SAW kepada Mu’adz bin Jabal ra yang diutus oleh Rasulullah SAW ke Yaman : “Bagaimana kamu memutuskan jika datang kepadamu suatu perkara peradilan?”, Mu’adz menjawab; ”dengan Kitabullah.” Nabi SAW bertanya, “Bagaimana jika kamu tidak mendapatkan di dalam kitabullah?, Mu’adz menjawab, ”Dengan sunnah Rasulullah.” Nabi SAW bertanya,”Bagaimana jika kamu tidak mendapatkan di dalam sunnah Rasulullah ?” Muadz menjawab, ”Aku akan berijtihad dengan pendapatku…” (HR Abu Dawud, no. 3172)
Ketiga, prinsip dan nilai sesuai tuntunan nabi hanya saja bukan sistem atau formal-simbolik.
Bantahannya sistem dalam negara memang sesuai dengan tuntunan nabi dilanjutkan dengan penggantian pemimpin dengan sistem Islam yaitu Khulafaur Rasyidin sejarah yang mesti dipahami supaya tidak menyalakan keberadaan khilafah.
Rasulullah SAW bersabda :”…Sesungguhnya barang siapa yang hidup di antara kamu dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka hendaklah kamu berpegang teguh dengan sunnahku, dan juga sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk, gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi gerahammu…” (HR Abu Dawud no. 4607; Tirmidzi no. 2676; Ibnu Majah no. 42; Ahmad no. 17184; Al Hakim 1/176, hadis sahih)
Referensi lain juga bahwa 4 mazhab (Imam Syafi’i,Hambali,Maliki,Hanafi) bahwa Kepemimpinan Islam dengan sebutan khilafah penegakkannya adalah wajib. Yang mengikuti mahzab apapun itu meyakini kewajiban tersebut.
Tidak hanya itu Dr.M. Sjaiful, S.H., M.H. dari Indonesia Justice Monitor menanggapi Mahfud MD terkait keharaman mendirikan negara seperti nabi. Ini seperti sekularisme dan pragmatis memunculkan keresahan pada publik yang mayoritasnya Islam. Di satu sisi ketidakbolehan melakukan apa yang dicontohkan nabi Muhammad namun di sisi lain memahami suri teladan bagi umat islam dalam segala aspek termasuk politik, militer,dan kenegaraan. Satu sama lain bentrok tidak sejalan bisa membingungkan.
Pada dasarnya benturan ajaran Islam dengan realitas yang ada menunjukkan ada ketidakberesan dalam menyelaraskan pengetahuan dengan pengamalan penghidupan. Padahal sistem pemerintahan Islam tidak sama sekali menyalahi aturan. Menirunya membuat negara lebih mudah dikendalikan yang sudah dipraktikkan Rasulullah dan para sahabatnya dibanding membuat produk hukum yang baru. Wallahua’lam bissawab.
Penulis: Tintasiyasi
Editor :Esti Maulenni