Honorer Yang Tersisihkan

Keputusan pemerintah yang tertuang dalam surat Menteri PANRB No. B/185/M.SM.02.03/2022 tentang Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah memastikan bahwa mulai 28 November 2023 tenaga Honorer dihapuskan dan diganti dengan sistem outsourcing. Aparatur Sipil Negara (ASN) hanya akan terdiri dari dua jenis yaitu PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Namun meski demikian, masih ada peluang bagi tenaga Honorer untuk mengikuti tes CPNS (detikfinance).
Kebijakan ini meniscayakan tidak akan ada lagi pegawai yang berstatus honorer di instansi pemerintah pusat maupun daerah di tahun 2023. Penghapusan tenaga honorer ini akan berdampak besar mengingat jumlah honorer yang tersisa saat ini sangat banyak.
Dari data Kemenpan RB, per Juni 2021 (sebelum pelaksanaan CASN 2021) jumlah tenaga honorer (THK-II) ada sebanyak 410.010 orang, dengan rincian 120 ribu tenaga pendidik, 4 ribu tenaga kesehatan dan 2 ribu tenaga penyuluh, dan sisanya adalah tenaga administrasi.
Kebijakan menghapus tenaga honorer pada November 2023 menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, khususnya di kalangan tenaga honorer itu sendiri. Banyak yang tidak menyetujui keputusan ini karena dianggap tidak memiliki alasan yang cukup jelas untuk honorer tenaga administrasi dan honorer teknis lainnya. Disamping itu, penghapusan tenaga honorer hanya akan memperumit situasi , memberhentikan tanpa ada solusi yang pasti terkait lapangan pekerjaan yang baru justru akan memicu munculnya masalah sosial lainnya seperti kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan sosial yang makin melebar.
Disisi lain, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahyo Kumolo justru mengatakan bahwa kebijakan penghapusaan tenaga honorer ini justru untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Karena menurut Tjahyo, selama ini tenaga honorer terus membengkak dan direkrut dengan sistem tidak jelas, mereka tidak direkrut oleh pemerintah melainkan diangkat secara mandiri oleh masing-masing instansi hingga berdampak pada upah yang mereka dapat seringkali dibawah standar upah minimum regional (UMR). Maka dari itu untuk mengatur bahwa honorer harus sesuai kebutuhan dan penghasilan layak sesuai UMR, maka model pengangkatannya harus melalui outsourcing.
Melihat jumlah tenaga honorer yang terbanyak ada di sektor pendidikan yaitu honorer guru maka bisa dipastikan yang paling terdampak dari kebijakan ini adalah guru. Berdasarkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) jumlah guru honorer sekolah negeri dan lembaga pendidikan mencapai 704.503 orang. Melalui Ketua Umum Forum Guru Honorer Bersertifikasi Sekolah Negeri Nasional, Rizki Safari Rahmat, para guru disekolah negeri menyampaikan kegelisahan akan hilangnya pekerjaan mengingat kuota ASN dan PPPK dibatasi jumlahnya. Dampak yang lain pun akan bermunculan jika kebijakan ini tetap dijalankan, seperti masalah sosial ekonomi dan bahkan berdampak pada proses belajar mengajar di sekolah.
Mengingat tenaga honorer yang selalu menjadi sorotan adalah guru, maka dapat dilihat bahwa sepertinya kebijakan ini hanya berfokus pada penyelesaian masalah penumpukan guru honorer agar tidak memberatkan tanggungan keuangan pemerintah pusat. Kebijakan yang akan menimbulkan berbagai permasalahan baru di dunia pendidikan ini mengindikasikan lepas tangannya penguasa akan kebutuhan sekolah terhadap guru dan kebutuhan akan kesejahteraan guru. Ini juga mencerminkan rendahnya perhatian terhadap nilai sektor pendidikan bagi pembangunan SDM. Padahal pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam membangun SDM dan SDM yang berkualitas tentu sangat dibutuhkan dalam membangun sebuah bangsa.
Penghapusan tenaga honorer guru akan berakibat pada terhentinya kegiatan belajar mengajar di sekolah karena masih banyak sekolah yang sangat bergantung pada guru honorer. Keberadaan guru honorer sebenarnya sangat membantu karena jumlah mereka yang cukup besar dan tersebar merata di seluruh negeri telah menunjukkan bahwa kita kekurangan tenaga pendidik.
Namun sistem pendidikan di negeri ini telah membuat persoalan ketersediaan tenaga pendidik berkualitas, kesejahteraan para guru, sarana dan prasarana pendidikan yang tidak merata serta kurikulum yang kerap berubah menjadi hal yang hal yang tidak berkesudahan.
Sangat berbanding terbalik dengan sistem pendidikan Islam. Dalam Islam, pendidikan adalah salah satu hak dasar yang dijamin oleh negara. Negara akan memenuhi kebutuhan rakyat akan pendidikan dengan menyediakan pendidikan gratis bagi rakyat, menyediakan fasilitas dan infrastuktur yang cukup dan layak seperti gedung, buku-buku, laboratorium termasuk tenaga pendidik yang mumpuni di bidangnya. Tenaga pendidik akan begitu di hargai dan dimuliakan dengan gaji yang cukup karena mereka mempunyai peran yang sangat penting dalam membentuk SDM yang berkaulitas. Semua guru yang mengabdi di instansi negara akan berstatus sebagai pegawai negeri.
Mekanisme pembiayaan pendidikan dalam Islam diambil dari baitul mal yaitu lembaga yang bertugas menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan atau pengeluaran negara. Pengelolaan sumber daya alam maupun kekayaan lain yang dilakukan sendiri oleh negara membuat baitul mal memiliki anggaran yang stabil dan lebih dari cukup untuk membiayai kebutuhan masyarakat. Ketahanan finansial yang dimiliki oleh negara membuat negara dalam Islam mampu mencukupi ketersediaan tenaga pendidik sekaligus gaji dan jaminan kesejahteraan mereka hingga tak akan ada lagi tenaga honorer karena semua guru akan berstatus sebagai pegawai negeri yang tentunya dijamin oleh negara.
Tak bosankah kita terus menerus menatap wajah buram pendidikan ? tak tersentuhkah kita saat menatap wajah para pahlawan tanpa tanda jasa yang selalu bergelut dengan kata ‘ sejahtera ‘. Jika kita perduli mari kita selamatkan negeri dengan kembali pada aturan Ilahi Rabbi, yang telah menurunkan Islam sebagai satu-satunya solusi atas carut marut persoalan ini.
Wallahualam bis shawab
Editor :Esti Maulenni