Rakyat Melarat di Pusaran Sistem yang Sekarat

foto ilustrasi.
Nur Syamsiah_Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi AMK
Sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Mungkin pepatah ini yang tepat untuk menggambarkan situasi dan kondisi masyarakat di bumi Pertiwi saat ini.
Berbagai fakta mengenaskan menimpa masyarakat, mulai dari rumah Undang (42) di Garut yang dibongkar paksa karena tidak bisa melunasi utang sang istri senilai Rp1,3 juta (www.detik.com, 17/9/2022). Lalu, ditemukannya 6 warga Baduy yang tewas akibat penyakitnya tidak tertangani (regionalkompas.com, 15/9/2022). Selain itu diperoleh data dari Guru Besar Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia IPB university bahwa, sebanyak 50% penduduk Indonesia mengalami kelaparan tersembunyi (hidden hunger) (MediaIndonesia.com, 18/9/2022).
Selain fakta tersebut, sesungguhnya masyarakat secara keseluruhan telah mengalami himpitan demi himpitan yang datangnya beruntun. Termasuk kenaikan berbagai harga pangan mulai dari cabe, telur, ayam, beras, daging sapi, dan berbagai kebutuhan lain. Terlebih setelah pemerintah ketok palu sebagai tanda naiknya harga BBM. Otomatis harga barang-barang pun ikut merangkak naik, sejalan dengan naiknya biaya transportasi dan distribusi barang. Bahkan di kalangan pengusaha tak sedikit yang melakukan pemangkasan tenaga kerja. Lengkaplah sudah penderitaan rakyat negeri ini.
Di sisi lain, orang tua yang memiliki anak usia sekolah pun secara perlahan tapi pasti, harus mengencangkan ikat pinggangnya. Pasalnya selain transportasi, anak sekolah juga membutuhkan buku-buku pelajaran dan alat tulis serta perangkat belajar lainnya. Belum lagi pungutan-pungutan atas nama kesepakatan komite sekolah dan wali murid, sekalipun faktanya itu sekolah negeri. Bahkan tak jarang imbasnya anak jadi putus sekolah di tengah jalan karena berbagai alasan tersebut di atas sebagai imbas dari kenaikan BBM.
Sungguh, kondisi ini tak bisa dilepaskan dari sistem pengelolaan atas negeri ini. Negeri yang gemah ripah loh jinawi hingga terkenal ke seantero bumi, tapi karena ideologi yang diemban adalah ideologi kapitalis sekularisme menjadikan negeri ini salah urus. Sebagaimana induk semangnya yang mengemban ideologi kapitalisme sekularisme, maka penguasa bumi Pertiwi pun mengekor segala cara bahkan menetapkan kebijakan berdasarkan ideologi yang diembannya.
Adapun asas yang mendasari pengelolaan negeri ini adalah asas manfaat. Kemanfaatan yang berlabel materi. Alhasil segala kebijakan yang dikeluarkan tak lepas dari kemanfaatan yang akan diperoleh, baik bagi penguasa yang nota bene mereka adalah pengusaha, termasuk bagi kroni-kroninya.
Semua sistem yang berjalan mulai dari sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem pertanian, sistem pertahanan dan keamanan, sistem sosial kemasyarakatan, sistem pendidikan, dan pelayanan kesehatan pun berasaskan manfaat. Bahkan menjadi jargon dalam sistem ini, tak ada makan siang gratis. Sehingga kebijakan apa pun yang lahir dari berbagai sistem yang ada dalam negeri ini pasti akan mendatangkan manfaat. Lalu bagaimana dengan masyarakat? Masyarakat hanya mendapatkan secuil dari kemanfaatan yang diciptakan oleh pemerintah.
Masyarakat hanyalah mendapat bagian remahan dari kue yang dihidangkan. Padahal penguasa dalam alam demokrasi ini sejatinya adalah orang-orang yang duduk di pemerintahan merupakan hasil pilihan rakyat. Hanya saja, saat duduk di kursi pemerintahan kebijakan yang dikeluarkan bukanlah murni untuk rakyat, melainkan untuk dirinya dan kroni-kroninya. Dari sini makna demokrasi, pemerintahan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat hanyalah isapan jempol belaka.
Fakta telah membuktikan, induk semang pengusung kapitalisme sekulerisme ini yakni Amerika Serikat berada di ambang kehancuran. Kemiskinan pun merajalela, kejahatan dan kriminalitas tak terhitung jumlahnya, pelecehan seksual, bahkan kegalauan yang berujung pada derajat stress yang tinggi juga naik drastis. Sedangkan kekayaan pun hanya dinikmati segelintir orang saja. Ini membuktikan bahwa sistem ini benar-benar berada di ambang kehancuran alias sekarat.
Lalu, kenapa penguasa negeri ini masih saja menjadi pengekor bahkan pengusung ideologi yang sudah sekarat?
Syahdan, jika penguasa negeri ini dan kaum muslimin seluruhnya mau berpikir lebih jernih lagi pastilah mereka akan kembali pada ideologi Islam. Nyata telah terbukti selama 14 abad Islam berhasil mencapai kejayaannya. Islam sebagai agama sekaligus sebagai ideologi terbukti mampu memuaskan akal manusia, menentramkan hati, dan sesuai dengan fitrah manusia.
Oleh karena itu, dalam perjalanan awal dakwahnya Rasulullah saw. mampu menaklukkan hati Umar bin Khattab ra. yang keras, sebaliknya Beliau saw. juga mampu mencetak sosok Abu Bakar ra. yang lemah lembut menjadi garang dan tegas saat Islam dihinakan.
Penerapan Islam sebagai sistem mampu menjamin keselamatan, kesehatan, kesejahteraan, keamanan, bahkan terjaminnya sandang, pangan, papan termasuk pendidikan masyarakatnya. Dicontohkan secara langsung oleh Umar bin Khattab ra., beliau memanggul sendiri sekarung gandum ketika melihat ada rakyatnya yang kelaparan. Bahkan dikatakan oleh Umar jika ada seekor keledai yang terperosok karena kondisi jalan yang tidak rata maka pertanggungjawaban ada padanya.
Fakta lain terjadi bahkan pada masa kepemimpinan Abdurahman bin Auf, saat itu tidak ditemukan seorang pun dari rakyatnya yang berhak menerima zakat. Hal ini dikarenakan seluruh penduduk pada masa itu benar-benar dalam kondisi sejahtera.
Itu semua terjadi karena pemimpin alias penguasa dalam Islam adalah raa'in (pemimpin) dan junnah (tameng/pelindung). Sebagai raa'in maka penguasa tersebut benar-benar akan menjalankan kepemimpinannya berdasarkan Kitabullah dan As sunnah. Dia akan mempertanggungjawabkan kepemimpinan bukan hanya di hadapan rakyatnya tapi juga meyakini bahwa dia akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak oleh Allah Swt.
Dengan demikian akan tertutup kemungkinan penguasa tersebut untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari agama. Pun sebagai junnah, maka penguasa akan benar-benar memberikan perlindungan kepada rakyatnya di segala aspek kehidupan, tidak hanya di dalam negeri tapi juga di luar negeri. Sehingga akan tercipta kesejahteraan hidup dalam naungan sistem pemerintahan Islam.
Lalu, tunggu apa lagi? Mari kita tinggalkan sistem kehidupan yang sekarat ini dan kembali menerapkan Islam dalam kehidupan sehari-hari secara kafah di bawah naungan sistem pemerintahan Islam.
Wallahualam bissawab.
Editor :Esti Maulenni