Mirisnya Bocah Memperkosa Bocah, Hasil Pahit dari Sekularisme

Foto ilustarsi. detik.com
Apa yang sedang terjadi pada Negeri ini? Sungguh tak habis pikir. Bagaimana tidak, dilansir dari detik.com seorang siswi TK di Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto diduga diperkosa 3 bocah laki-laki SD yang baru berusia 7 tahun. Anak perempuan berusia 6 tahun itu mengalami trauma karena sudah beberapa kali mengalami kejadian serupa. Membaca berita tersebut sungguh sangat menyayat hati. Bagaimana bisa seorang bocah memeperkosa? Hal ini tentunya mencoreng dunia pendidikan di negeri ini, ini membuktikan bahwa negeri ini tidak sedang baik-baik saja.
Mirisnya kasus ini merupakan sebagian kecil dari ribuan kasus, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan sebanyak 4.683 aduan masuk ke pengaduan sepanjang 2022 (republika.co.id). Tentunya kasus ini tdk bisa dibiarkan karena menyangkut generasi negeri ini. Faktanya anak-anak kita sedang dalam terancam. Mereka mengalami degradasi moral akibat hilangnya fungsi orang tua atau keluarga, masyarakat, termasuk sekolah, hingga negara.
Semua ini berpangkal pada sistem sekuler diterapkan di negeri ini, yaitu pemisahan urusan agama dari urusan kehidupan. Nyatanya sistem ini makin menjauhkan peran agama dalam mendidik anak. Alih-alih menghasilkan generasi yang beradab malah berhasil menciptakan krisis akidah pada generasi. Mirisnya, hari ini anak-anak kita ditemani dengan syair lagu, buku, film, cerita-cerita dan hal lain yang memvisualisasikan peradaban rusak hanya untuk meraup keuntungan semata. Sistem ini pula yang telah meretas akidah Islam melalui berbagai jejaring media serta kemudahan aksesnya yang menjadi penyumbang terbesar terhadap rusaknya moral umat dan generasi.
Negara juga seakan abai, sampai-sampai Negeri ini kerap menyandang gelar surga pornografi dan penyimpangan seksual. Akibatnya, mendidik anak begitu sulit luar biasa ditambah hari ini tidak cukup ayah yang mencari nafkah, tapi ibu harus berjibaku membantu demi menopang ekonomi keluarga. Tidak heran jika kasus-kasus terus meningkat, tanpa ada sistem sanksi yang memadai. Oleh karena itu, kita perlu memahami bahwa sesungguhnya sistem pendidikan sekuler yang diterapkan saat ini terbukti gagal melahirkan generasi bertakwa yang berkepribadian Islam.
Sebaliknya Islam dalam menjaga anak dan generasi bangsa secara kaffah yang menjadi pilar pelaksanaan aturan Islam dalam menjaga generasi adalah Individu. Setiap individu berkewajiban menjaga ketaqwaan dan melaksanakan hukum syara’ atas dasar keimanan. Masyarakat pun juga mempunyai kewajiban melindungi anak dan generasi dari pengaruh internet dan pengaruh lainnya, yang dapat merusak moral dan aqidah anak. Dengan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar sehingga terbentuklah masyarakat yang Islami. Kemudian, negara (pemimpin) adalah pelindung (junnah), pengayom, dan benteng. Sesungguhnya, yang akan menjaga, melindungi dan mengurusi seluruh rakyatnya dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas kepengurusan itu. Sabda Rasulullah “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya (HR. Bukhari ).
Negara berkewajiban menjaga dan melindungi rakyatnya (generasi) dengan mekanisme penjagaan dan perlindungan, melalui penerapan berbagai aturan hukum syara’. Salah satunya yaitu pengaturan media massa, berita dan Informasi yang disampaikan media hanyalah konten yang akan membawa ketaqwaan dan menumbuhkan ketaatan. Serta melarang konten apapun yang dapat melemahkan keimanan, dan mendorong terjadinya pelanggaran terhadap hukum syara’. Pun juga, negara memberi sanksi tegas bagi yang melanggar hukum syara dengan hukuman yang membuat pelaku menjadi jera serta dapat mencegah orang lain untuk melakukan pelanggaran. Hal ini dapat terwujud jika sebuah negara dalam kehidupannya menerapkan hukum-hukum yang berasal dari sang pencipta.
Wallahu A’lam Bishawab.
Penulis: Ani Hindasah, Komunitas Muslimah Rindu Surga, Bandung
Editor :Yefrizal