Ada Apa Dibalik Heboh Rencana Kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji

SIGAPNEWS.CO.ID - Euforia masyaraka Indonesia untuk melaksanakan ibada haji sangatlah tinggi, buktinya Indonesia mendapatkan kuota normal sebesar 221.000 jemaah haji pertahun, naik lebih dari 100% dibanding dengan tahun 2022.
Seiring semangat penyambutan tersebut, respon masyarakat terkait usulan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) alias biaya yang harus dibayarkan jemaah pada saat pelunasan juga beragam. Pro dan kontra mewarnai jagat dunia maya, media massa dan elektronik, untuk menjawab pertanyaan kewajaran usulan kenaikan biaya haji tahun 2023.
Kementerian Agama mengusulkan rerata Bipih Tahun 1444 H/2023 M sebesar Rp69.193.733,60. Jumlah ini adalah 70% dari usulan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang mencapai Rp98.893.909,11. Dibanding dengan tahun sebelumnya, usulan BPIH 2023 naik Rp514.888,02. Namun, secara komposisi, ada perubahan signifikan antara komponen Bipih yang harus dibayarkan jemaah dan komponen yang anggarannya dialokasikan dari nilai manfaat (optimalisasi).
BPIH 2022 sebesar Rp98.379.021,09 dengan komposisi Bipih sebesar Rp39.886.009,00 (40,54%) dan nilai manfaat sebesar Rp58.493.012,09 (59,46%). Sementara usulan Kemenag untuk BPIH 2023, sebesar Rp98.893.909,11 dengan komposisi Bipih sebesar Rp69.193.734,00 (70%) dan nilai manfaat sebesar Rp29.700.175,11 (30%). Dengan demikian, ada kenaikan biaya yang harus dibayarkan jemaah dari Rp39.886.009,00 tahun 2022 menjadi Rp69.193.734,00 sebagai usulan tahun 2023.
Prinsip Istitoah
Ibadah Haji dalam perspektif syariat, Islam mempersyaratkan kemampuan atau istitoah bagi masyarakat yang hendak menunaikan rukun Islam kelima tersebut. Dalam QS. Ali Imran ayat ke-97 jelas menyatakan bahwa ibadah haji diperuntukkan untuk orang-orang yang mampu, baik secara fisik, rohani, ekonomi maupun keamanan. Bahkan para ulama berani menyatakan bahwa hukum berhaji tidak menjadi wajib jikalau yang bersangkutan tidak memiliki kemampuan. Dengan bahasa sederhananya, tidak baik memaksakan diri bila memang belum memiliki kemampuan.
Salah satu ciri dari mampu, khususnya kemampuan ekonomi, adalah mampu membiaya segala perjalanan ibadah hajinya, termasuk meninggalkan harta bagi keluarga yang ditinggalkan.
Paradikma Kapitalis Sekuler
Ada beberapa hal yang perlu kita kritisi, mengenai besarnya Biaya Penyelenggaraan perjalanan Ibadah Haji.
Pertama, paradikma penguasa dalam sisitem kapitalis sekuler yang menjadikan asas untung dan rugi sebagain landasan dalam berfikir dan bertindak. Menjadikan kesempatan para jamaah yang ingin beribadah, untuk ladang bisnis atau mencari cuan. Bukan lagi asas pengurusan atas penguasa dengan rakyatnya, yang merupakan kewajiban dari pemerintah.
Kedua, kinerja diplomasi pemerintahan yang tidak tidak amanah Seperti penggunaan dana haji untuk pembangunan infrastuktur sudah menyalahi atauran dalam islam.
Ketiga, pendaftaran jamaah haji sepanjang tahun dan setiap hari, melibatkan bank dan uangnya diputarkan untuk mencari keuntungan.
Seyogyanya, pernyataan pemerintah menyatakan uang subsidi 30% yang diberikan kepada jamaah, merupakan nilai manfaat (bunga bank) atas cucilan jamaah. Sebagaimana kita ketahui keharaman riba dudalam Islam, apalagi menyangkut maslah ibadah.
Read more info "Ada Apa Dibalik Heboh Rencana Kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji" on the next page :
Editor :Esti Maulenni