BRIN Kehilangan Arah, Nasib Bangsa Makin Tak Terarah?

Kantor BRIN.
Harapan hadirnya sebuah lembaga riset berskala dunia dengan sumber daya manusia (SDM) riset unggul di Indonesia sepertinya masih jauh dari kenyataan. Setelah dua tahun berjalan, kinerja Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) nyaris tak terdengar dan tak memberikan dampak apapun pada masyarakat.
Alih-alih kinerjanya dikenal oleh masyarakat, lembaga riset satu-satunya di Indonesia ini malah terus menuai sorotan kerana masalah yang bermunculan. Bagi masyarakat, kisruh BRIN kian menambah masalah baru dari sekian banyak masalah yang telah mendera negeri ini.
Kisruh ini diawali dengan peleburan 11 jabatan fungsional dari berbagai lembaga penelitian pemerintah ke bawah naungan BRIN sehingga badan ini menjadi jalan di tempat, jika tak ingin disebut mengalami kemunduran. Maksud hati ingin melakukan efisiensi dalam pemerintahan tapi yang terjadi kemudian adalah pemborosan karena banyak aset yang terbengkalai dan rusak (Tempo,1/02/2023).
Hal ini terjadi akibat tidak adanya pengkoordinasian badan tersebut karena terbatasnya kemampuan untuk mengelola dan mengontrol akumulasi pekerjaan setelah dilakukan peleburan. Selain itu, absennya visi dan cetak biru riset nasional, yang hanya ikut-ikutan berkontribusi terhadap capaian Indonesia emas pada 2045, menjadi masalah besar.
Kebijakan pemimpin yang sering berubah menandakan ketiadaan visi dan cetak biru tersebut. Sentralisasi sebagai solusi telah membuat BRIN melenceng dari tujuan awalnya yaitu untuk meningkatkan kinerja institusi riset nasional sehingga bisa sejajar dengan negara-negara maju.
Sentralisasi tersebut disadari sebagai konsekuensi dari kebijakan "politik sebagai panglima" yang dijadikan driving force penelitian, invensi, inovasi, dan perekayasaan oleh pimpinan BRIN. Sebagai indikasinya munculnya organisasi Dewan Pengarah yang dipimpin ketua umum partai politik pemenang pemilu dan kadernya yang sedang memimpin saat ini.
Padahal sebuah lembaga riset itu harus berbasis bukti, bukan politik dan wawasan partai. Seharusnya yang dijadikan panduan riset untuk mencapai tujuan yang mulia itu seperti yang disampaikan saat menyiapkan Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada 2019.
Akibatnya struktur organisasinya tidak rasional karena waktu kepala BRIN tersita untuk kegiatan Ketua Dewan Pengarah, yang sulit dipisahkan dari aktivitas partai yang dipimpinnya. Intervensi politik menjadi hal yang rawan mempengaruhi kebijakan dan perkembangan BRIN.
Dampak Ketiadaan Visi BRIN
Seperti disebutkan sebelumnya, ketiadaan visi yang jelas dari BRIN mengakibatkan banyaknya proyek yang mangkrak sehingga terjadi pemborosan. Sebagai salah satu contohnya, terbengkalainya sistem deteksi dini tsunami.
Program peringatan dini tsunami ini berhenti di era BRIN. Hal ini tergambar dari berita yang dipaparkan dalam Tempo, Selasa,31/01/2023 dimana ruang kendali Indonesia Tsunami Observation Center (Ina-TOC) di Gedung Soedjono Djoened Poesponegoro lantai 20, Jalan M.H.Thamrin, Jakarta Pusat, mati suri.
Sejak setahun terakhir, Ina TOC praktis tak beroperasi. BRIN telah Menghentikan penganggaran program Ina-TEWS. Padahal program yang dulu diampu oleh BPPT bersama sejumlah lembaga kebencanaan dan geospasial ini merupakan amanat dari Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2019 tentang Penguatan dan Pengembangan Sistem Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami.
Hal ini juga diungkap oleh peneliti BRIN eks BPPT bahwa mandeknya program IN-TEWS pada era BRIN tak hanya menyebabkan Ina-TOC tak berfungsi. Enam unit Ina-Buoy, yang telah dipasang berjajar di perairan barat Bengkulu, selatan Cilacap, selatan Malang, selatan Bali, dan selatan Sumba, NTT juga terbengkalai.
Dari gambaran ini sangat jelas sekali ketidakjelasan visi BRIN akan berakibat pada tidak berjalannya fungsi BRIN dalam memberikan pelayanan pada masyarakat dalam hal perlindungan terhadap bencana dan ini berakibat fatal karena berefek bencana kemanusiaan.
Bisa dibayangkan jika sistem deteksi dini ini tidak berjalan, jika terjadi tsunami tidak ada peringatan bagi masyarakat untuk segera menjauhi titik bencana sehingga bisa menelan banyak korban.
Visi dan fungsi Lembaga Riset dalam Islam
Visi lembaga riset dalam Islam adalah menjadikan riset mandiri, berdaulat, dan menyejahterakan. Hal ini mencakup riset di bidang saintek, tsaqafah Islam, dan militer. Sedangkan misi ristek berupa rancangan kemajuan ristek yang didedikasikan bagi umat, yakni sarana untuk percepatan dan kemudahan negara dalam menjalankan peran dan fungsi politiknya dalam mengurusi urusan umat.
Arti penting visi dan misi riset ini tidak saja sebagai penentu arah, tujuan, dan fungsi riset, melainkan sekaligus sumber spirit dan energi yang luar biasa agar arah, tujuan, dan fungsi riset itu sendiri dapat terjaga (Muslimahnews.net,3/02/2023).
Lembaga Riset dalam Islam merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang akan menghasilkan teknologi yang nantinya akan mempermudah urusan manusia dalam kehidupannya.
Dalam Islam ilmu Laksana hujan dalam kehidupan, selalu menyirami bumi, sebagaimana Rasulullah saw. Bersabda :
"Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah Swt mengutusku karenanya adalah seperti air hujan yang menyirami bumi. (HR Bukhari).
Dalam rangka itu, Lembaga ini juga akan disuport oleh negara dalam hal pendanaan dan fasiltas agar para peneliti yang bekerja di dalamnya bisa produktif menghasilkan karya yang bisa berguna untuk masyarakat
Lembaga riset di dalam Islam akan difungsikan sebagai tempat untuk menghasilkan sebuah inovasi baru sehingga bisa bermanfaat dan memberi solusi bagi masyarakat dan bersifat mandiri sehingga tidak di dikte oleh pihak lain.
Tidak seperti kondisi saat ini, semua diorientasikan untuk kepentingan bisnis para kapital sehingga masyarakat tidak mendapatkan manfaat apapun dari hasil riset yang dilakukan para peneliti.
Penulis: Emmy Emmalya_Analis Mutiara Umat Institute
Editor :Esti Maulenni