Fitrah Ibu Kembali, Hanya Dengan Islam

SIGAPNEWS.CO.ID - Bagaikan petir di siang bolong. Itulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan berita yang sedang viral di masyarakat. Mungkin rasa tak percaya menggelayuti pemikiran kita saat melihatnya. Sebagaimana fakta yang terjadi di Jambi. Ibu muda telah menjadi pelaku pelecehan terhadap 11 anak, baik laki-laki maupun perempuan. Dalihnya adalah membuka rental alias penyewaan PS. Pelaku juga ternyata memberikan iming-iming bermain gratis kepada para korban, tak lupa juga dengan rayuan-rayuan. (tvone.com, 07/02/2023) 

Innalillahi, rasanya tak habis pikir terhadap kelakuan ibu muda tersebut. Pasalnya, biasanya korban pelecehan dari pihak anak-anak ataupun perempuan. Nah, kini ternyata si pelaku sendiri adalah bagian dari kaum hawa. Rasanya di luar nalar, cukup membuat 'spot jantung' kita semua. Dan muncul pertanyaan dalam benak kita, bagaimana dengan nasib generasi jika kelakuan ibu seperti fakta di atas? 

Alamiahnya seorang ibu, rasa sayang dan peduli akan sangat tergambar dengan jelas. Bagaimana ia mengandung, melahirkan, menyusui, membesarkan, dan mendidik anak-anak untuk menjadi seseorang yang berguna bagi agama. Tentunya penjagaan terbaik hanya mampu diberikan oleh seorang ibu. Bahkan bertaruh nyawa, pasti akan ia lakukan demi anaknya. 

Namun kini ternyata semua hilang dan sirna. Tingkah laku yang muncul jauh dari gambaran penyayang dan pelindung bagi anak-anak. Artinya fitrah yang selama ini dimilikinya, entah pudar ataupun hilang. 

Semua itu patut diduga karena imbas sistem yang ditetapkan saat ini. Kapitalis sekuler membuat manusia serasa jauh atau tak mau mengambil aturan yang berasal dari Sang Pencipta. Sekuler ini telah berhasil menjauhkan kaum muslimin dari aturan Allah Swt. Sehingga wajar saja jika perilaku yang muncul akhirnya bersebrangan dengan hukum Islam. Halal haram, terpuji tercela tak lagi mengacu kepada Islam. Begitu pula dengan adanya liberalisme, membuat manusia bebas melakukan aktivitas atau kegiatan yang akan dilakukannya selama di dunia. Orang lain tak boleh turut andil (ikut campur) ataupun menasehati. 

Di sisi lain, makna kebahagiaan kini tak lagi merujuk pada Islam. Makna bahagia kini merujuk pada pandangan kapitalis sekuler tadi, yaitu bagaimana manusia bisa memenuhi segala kebutuhannya termasuk pada pemenuhan berbagai naluri yang telah diberikan oleh Allah Swt. Sebut saja salah satunya adalah naluri kasih sayang (gharizatun nau'). Tanpa adanya fondasi Islam, maka gharizah tadi akan dipenuhi dengan cara yang terlintas pada seseorang. Apakah mau melakukannya sesuai dengan ajaran Islam ataukah tidak? Semua itu menjadi pilihan invidu. Sebagaimana fakta di atas, pelaku justru melampiaskan pada hal yang bertentangan dengan ketetapan dalam Islam. Sungguh ironis dan menyayat hati kita semua. Jujur, sebagai seorang ibu, saya merasa tindakan pelaku benar-benar mencoreng nama baik 'umi/ibu/mama'. 

Sekali lagi, fakta di atas tentunya tak akan pernah ada atau terjadi manakala sistem yang diterapkan adalah Islam. Karena Islam mempunyai seperangkat aturan lengkap dan sempurna yang akan diterapkan dalam kehidupan. Termasuk bagaimana Islam akan menjaga fitrah seorang ibu sekaligus membawanya menjadi sosok ummun warabatul bait. Karena di tangan ibu, nasib generasi akan dipertaruhkan.

Baiknya generasi, maka diawali dengan ibu yang baik. Maka di dalam Islam, akan diberikan ilmu menyeluruh bagaimana menjadi sosok ibu yang akan membawa generasi pada arah kegemilangan serta kejayaan. Islam akan membekali ibu dengan ilmu-ilmu mendidik anak. Termasuk juga bagaimana kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang ibu. Tak lupa, akan selalu menguatkan akidahnya agar segala tindak tanduknya akan sesuai dengan Islam saja. Karena mendidik anak sekarang tidak mudah, perang dengan dunia maya begitu nyata adanya. Termasuk tontonan yang ada sekarang selalu menjurus pada ranah seksual serta ada pula yang mencontohkan seksual yang menyimpang. Naudzubillah, sungguh ngeri jika kita membayangkannya.

Makanya, perlu adanya kekuatan akidah sebagai benteng utama individu agar tak tergoda dengan konten-konten negatif tersebut. Tak lupa amar makruf selalu dilakukan. Tentunya agar perilaku yang tak sesuai tidak akan pernah terjadi. Amar makruf ini pula mengindikasikan rasa sayang terhadap saudaranya. 

Negara juga perlu mengambil peran strategis. Lewat tangannya, maka berhak untuk memberikan sanksi tegas kepada para pelaku yang berbuat melanggar hukum syarak. Sanksinya akan mengacu kepada Islam. Tentunya agar pelaku kejahatan tidak akan ada yang mau melakukan hal yang sama. Ditambah pula dengan kontrol terhadap media yang ada.

Ini sangat penting adanya, karena media ini sangat mudah diakses oleh setiap individu baik anak-anak ataupun dewasa. Sehingga pengawasan ketat perlu dilakukan agar tak ada konten yang berbau 'seksualitas'. Media yang ada akan membawa masyarakat untuk mengetahui terkait dengan Islam. Seperti menjelaskan tsaqofah, kegemilangan, hebatnya pasukan, dan hal lain yang mendukung sistem Islam. 

Dengan ketiga hal tersebut (keimanan serta ketakwaan individu, amar makruf, dan negara) yang saling sinergi maka akan menghasilkan manusia yang mempunyai perilaku sesuai Islam. Namun, semua itu akan berjalan dengan baik manakala institusinya menerapkan Islam secara sempurna dan paripurna. Berikut pula dengan pemimpin yang ada harus mau menerapkannya. Dengan begitu fitrah sebagai seorang ibu akan benar adanya. Yaitu menjadi pendidik pertama bagi generasi dan tempat ananda mencurahkan segala sesuatu yang dia rasakan. Tak lupa juga menjadi tempat bertanya bagi ananda. 

Alhasil, Islam akan menyelesaikan seluruh persoalan kehidupan manusia. Termasuk kasus fakta di atas, tentu akan bisa diselesaikan tanpa menimbulkan masalah baru. Terlebih, menerapkan Islam adalah panggilan akidah yang wajib kita tunaikan. Agar keberkahan serta tidak Allah Swt. akan kita dapatkan. Wallaua'lam.

Mulyaningsih - Pemerhati Masalah Anak, Remaja, dan Keluarga