Food Estate Gagal, Perlu Perubahan Mendasar

Foto net.
Bagaikan istilah sudah terjatuh tertimpa tangga. Krisis pangan yang sudah lama mengejalah di negeri ini, sulit untuk diselesaikan.
Maka demi mencegah ancaman krisis pangan, Presiden Joko Widodo menggagas program Food Estate di berbagai wilayah, termasuk di Kalimantan Tengah. Dua tahun berjalan di Kalteng, hasilnya gagal. Perkebunan singkong seluas 600 hektar mangkrak dan 17.000 hektare sawah baru tak kunjung panen.
Namun, penelusuran BBC News Indonesia bersama LSM, Pantau Gambut menemukan proyek Lumbung Pangan Nasional di wilayah ini, hanya memicu persoalan baru, bencana banjir kian meluas dan berkepanjangan, serta memaksa masyarakat Dayak mengubah kebiasaan mereka menanam.
Pejabat Kementerian Pertanian mengakui ada kekurangan dalam pelaksanaan program food estate. Tapi dia mengatakan lumbung pangan di Kalimantan Tengah tak sepenuhnya gagal.
Adapun pejabat Kementerian Pertahanan, mengklaim mangkraknya kebun singkong, disebabkan ketiadaan anggaran dan regulasi pembentukan Badan Cadangan Logistik Strategis.BBC (15-3-2023).
Yang menjadi pertanyaan kita apa yang menyebabkan program ini gagal? Apakah langkah pemerintah untuk meyelesaikan krisis pangan dengan food estate itu sudah benar ?
Gagal Paradikma
Mengutip dari MNews Rabu (22-2-23). Dari aktifis Muslimah Zikra Asril, beliau menyatakan bahwa kegagalan program food estate, terletak pada paradigma dan konsepnya. Secara konsepnya yaitu untuk meningkatkan produksi pangan dengan target bisnis korporasi.
Padahal kalau kita ketahui permasalahan krisis pangan dunia, termasuk Indonesia saat ini adalah masalah akses masyarakat terhadap pangan yang timpang. Karena pendapatan masyarakat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pangannya.
Sedangkan hari ini, negara hanya sebagai regulator, bukan pelayan masyarakat. Apalagi fokus pemerintah hanya kepada pertumbuhan ekonomi bukan kesejahteraan rakyat. Sehingga terkesan setiap kebijakan pro pada pengusaha atau kapital.
Karena paradigma pemerintah memandang, bahwa kebutuhan pangan merupakan komoditas bisnis para kapitalis, bukan sebagai hajat hidup masyarakat yang harus dipenuhi, kritik beliau.
Kegagalan Berulang
Selain itu, kegagalan food estate ini juga disebabkan kesalahan arah pembagunan. Ternyata kegagalan food estate ini pernah terjadi sejak masa presiden Soeharto sampai presiden SBY. Dan terulang lagi di masa pemerintahan sekarang. Padahal anggaran biaya untuk food estate pada masa ini sangat besar yaitu 1,2 triliun tahun 2021 - 2022 oleh Kementan, Bahkan akan disiapkan dana 2,3 triliun ditahun 2023, belum lagi ditambah dengan anggaran kementrian lainnya seperti PUPR. Adalah biaya yang sangat besar dan bermanfaat jika diberikan untuk kesejahteraan rakyat
Perubahan Mendasar
Maka food estate bukanlah solusi untuk menghilangkan krisis pangan. Karena menurut Zikra Azril Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan gizi rumah tangga, yang dihadirkan dari ketersediaan pangan yang cukup, mulai dari jumlahnya, mutunya, merata dan mudah dijangkau.
Sehingga jangan sampai pemerintah seolah - olah menonjolkan keugalannya dalam membangun food estate , yaitu dengan menyiapkan infrastruktur untuk investor, tapi bukan malah tujuan untuk pemerataan kebutuhan pangan rakyat.
Maka seharusnya pemerintah mengadakan perubahan mendasar dalam hal ini, yaitu merubah paradigma kapitalis yang sudah nyata kegagalannya, dan menjadikan Islam yang berasal dari Allah, Yang Maha Benar sebagai aturan hidup berbangsa dan bernegara.
Jika dilihat dari sudut pandang Islam, minimal ada tiga perbedaan mendasar :
Pertama, Islam memandang masalah pangan adalah hajat hidup rakyat, yang harus dipenuhi negara, karena negara adalah pelayan rakyat.
Kedua, arah pembangunan Islam, dalam hal pangan adalah mewujudkan negara mandiri, kuat dan terdepan. Pangan harus diproduksi secara mandiri bukan impor. Fokus utamanya adalah terpenuhinya kebutuhan rakyat, baik muslim maupun nonmuslim, Jika berlebih baru diekspor.
Ketiga, laut atau hutan, untuk memenuhi kebutuhan pangan juga memperhatikan aspek lingkungan. Tidak mengejar eksploitasi industri dan korporasi, seperti saat ini yang mengejar target produksi, sehingga memprovokasi masyarakat untuk melakukan konsumerisme.
Wallahualam.
Penulis: Rita Hartati, S. Hum_Komonitas Peduli Generasi
Editor :Esti Maulenni