Ateisme Di Negeri Arab, Dampak Lemahnya Penjagaan Akidah

SIGAPNEWS.CO.ID - Data Pew Research Center, pada 2015 menyebutkan terdapat 317 juta umat Muslim (93%) tinggal di beberapa negara Arab. Survei BBC International memaparkan fakta terjadinya peningkatan persentase penduduk yang tidak beragama, yang semula hanya 8% pada 2013 menjadi 13% pada 2019. Di Iran, hasil riset "Iranian's Attitudes Toward Religion (2020)" terungkap bahwa 47% dari 40.000 responden mengaku telah beralih menjadi ateis. Kemudian di Turki, yang 99% berpenduduk Muslim, dalam laporan lembaga survey Konda pada 2019, ditemukan data orang Turki yang mengaku menganut Islam telah turun jumlahnya dari 55% menjadi 51%. (CNBC Indonesia, 4 April 2023)
Selain itu, Hasil jajak pendapat tim riset WIN/Gallup International tahun 2012, menemukan lebih dari satu juta warga Arab Saudi mengidentifikasi diri sebagai ateis. Disebutkan juga bahwa negara Arab menegakkan aturan syariah yang menghukum orang-orang murtad dengan hukuman mati, namun hukuman tersebut hampir tidak pernah dipraktikkan. Ateis hanya dipidana, misalnya, seorang pemuda 21 tahun yang mengeluarkan pernyataan di Facebook bahwa ia seorang ateis, hanya dijatuhi hukuman penjara tiga tahun dengan alasan dianggap menghina Islam. Fakta lain diungkapkan oleh aktivis ateis asal Mesir, bahwa jika negara (Arab) melindungi hak minoritas, jumlah orang-orang yang mengungkapkan statusnya sebagai seorang ateis akan bertambah sepuluh kali lipat. Penganut ateis, tidak berani untuk menyampaikan pada kerabatnya karena takut mengecewakan mereka, agama dianggap norma yang harus dipatuhi dan tidak perlu dipertanyakan lagi. (Tempo.co, 11 Januari 2019).
Dari fakta di atas, tampak bahwa data ateis di Arab, jika diungkap bisa lebih banyak dan salah satu penyebab meningkatnya ateis adalah tidak dipraktekkannya hukum syari’ah berkaitan dengan orang yang murtad. Dalam Islam, Allah telah menetapkan aturan bahwasanya, jika ada orang muslim yang murtad, maka ia akan diberi kesempatan untuk bertaubat dengan batas waktu tertentu. Jika tidak mau bertaubat, maka harus dijatuhi hukuman mati. Dengan demikian akan terputus mata rantai kemurtadan, karena kalau dibiarkan kemurtadan bisa menular (yang sudah murtad akan mengajak yang lainnya) sehingga tidak terjagalah akidah manusia. Oleh karena itu penting sekali menerapkan aturan Allah ini.
Penerapan Islam dikenal memiliki Maqhasid syari’ah, diantaranya yaitu menjaga akidah, menjaga jiwa, menjaga harta, menjaga akal dan menjaga nasab (keturunan). Maqashid syari’ah adalah tujuan-tujuan syariat dan rahasia-rahasia yang dimaksudkan oleh Allah dalam setiap hukum dari keseluruhan hukum-Nya yang dapat merealisasikan kemaslahatan bagi manusia dan menghilangkan kemudharatan. Manusia diperintahkan Allah untuk menerapkan aturannya, karena hukum Allah lah yang terbaik, seperti dalam firman Allah berikut:???? ???
Artinya: “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?” (Q.S. Al-Maidah [5]: 50)
Dan ini terbukti, ketika hukum yang diberlakukan bukan hukum Allah, yang timbul adalah kemudharatan dan kerusakan, diantaranya meningkatnya ateisme tersebut, padahal mereka tinggal di wilayah mayoritas muslim, bahkan itu adalah tempat awal munculnya cahaya Islam, sungguh ironis. Menjadi sorang ateis adalah pilihan yang sangat merugikan, terutama untuk keidupan abadinya di akhirat.
Problematika ini hanya akan tuntas dengan penerapan aturan Allah secara komprehensif. Untuk menerapkan aturan Allah landasannya haruslah akidah Islam, ditegakkannya aturan, semata-mata untuk meraih ridha Allah. Hanya sistem Islam yang bisa mewujudkan tegaknya hukum Allah yang terbaik itu. Jadi, saatnya umat dikembalikan kepada pangkuan institusi syari’ah Islam yang akan menjadi junnah (perisai/penjaga) dan pemersatu ummat Nabi Muhammad SAW di seluruh dunia serta dapat menghantarkan kepada kebahagiaan yang abadi di akhirat. Wallahu A’lam.
Editor :Esti Maulenni