Izin Freeport Diperpanjang, SDA Terus Dinikmati Asing

Kemudian ada aktivitas pertambangan bawah tanah yang belum memiliki izin Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan tidak masuk dalam Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH). Padahal PT Freeport telah memproduksi Deep Mill Level Zone (DMLZ) per September 2017 dengan menggunakan metode blok cave.
Kegiatan produksi itu mengacu pada laporan Freeport Mc-Moran Inc yang tertuang dalam Form 10-K per 31 Desember 2015, yang ditujukan ke Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat. Padahal dalam laporan PT Freeport Indonesia kuartal IV 2015 ke Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, DMLZ masih proses persiapan produksi dan pengembangan.(Katadata.co.id)
Dari sisi penerimaan Negara atas pajak dan dividen, faktanya sejak Kontrak karya “generasi pertama” ini, PT Freeport sudah mendapat keistimewaan dari Pemerintah, Pemerintah memperbolehkan PT Freeport menikmati masa bebas pajak selama tiga tahun, konsesi pajak sebesar 35 persen selama tujuh tahun berikutnya, serta pembebasan segala macam pajak ataupun royalti selain lima persen pajak penjualan. Kondisi ini tidak ada perubahan signifikan sampai saat ini. Bahkan PT Freeport seolah-olah perusahaan yang kebal hukum.
Sebelum kasus disvestasi muncul, terjadi juga polemik terkait tunggakan pajak PT Freeport. Polemik ini muncul setelah Hakim Mahkamah Agung membatalkan keputusan Pengadilan Pajak yang mengesahkan tagihan pajak air permukaan Pemerintah Provinsi Papua ke PT Freeport sebesar Rp 2,6 triliun.
Gubernur Papua Lukas Enembe pernah mengadukan masalah ini kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena PT Freeport Indonesia belum juga melunasi pajak air permukaan kepada Pemerintah Provinsi Papua.
Aduan disampaikan Lukas saat rapat terbatas evaluasi Proyek Strategis Nasional di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (19/7) tahun lalu. Namun, harapan untuk mendapatkan pembayaran itu kandas setelah Keputusan Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan PT Freeport Indonesia.
PT Freeport Indonesia sejak 2011 tak lagi membayar deviden kepada Negara. Setelah ditagih, baru membayarkan dividen kepada Pemerintah pada 2017 lalu. Itu pun hanya sebesar Rp 1,4 triliun. Jadi selama 5 tahun PT Freeport tidak membayarkan dividen.
Kasus ini makin menunjukan bahwa pemegang kendali negeri ini adalah korporasi. Sebagus apa pun program yang tengah dibangun, tanpa sepersetujuan korporasi besar hal demikian tidak akan bisa berjalan mulus.
Kondisi ini pun makin menunjukan pada kita bahwa pengelolaan SDA makin liberal. Alih-alih diurus negara, semua diserahkan kepada swasta. Jika sudah swasta, maka sudah pasti yang mendapatkan keuntungan besar adalah mereka.
Lihatlah bagaimana pemerintah malah mencari cara agar kebijakan relaksasi ekspor konsentrat PTFI tidak melanggar undang-undang. Bukankah ini sama saja dengan mengatakan program hilirisasi telah dijegal oleh kepentingan korporasi? bukankah ini juga makin menunjukan bahwa negara ini bertekuk lutut dihadapan korporasi?
Artinya, peraturan memang diciptakan untuk memuluskan kepentingan korporasi bukan menyelesaikan persoalan rakyat. Kondisi ini makin mengonfirmasi bahwa undang-undang propemilik modal memang benar-benar terjadi. Bayangkan, UU Minerba yang dianggap prokorporasi saja masih kurang mengakomodir kepentingan korporasi. Bukan mustahil apabila UU Minerba, UU Omnibus Law Cipta Kerja, dan lainnya akan terus berubah sesuai kepentingan korporasi.
Bagaimana Islam Mengatur Pengelolaan SDA?
Islam hadir tentu tidak hanya sebagai agama ritual dan moral belaka. Islam juga merupakan sistem kehidupan yang mampu memecahkan seluruh problem kehidupan, termasuk dalam pengelolaan kekayaan alam. Allah SWT berfirman:
Kami telah menurunkan kepada kamu (Muhammad) al-Quran sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (TQS an-Nahl [16]: 89).
Read more info "Izin Freeport Diperpanjang, SDA Terus Dinikmati Asing" on the next page :
Editor :Esti Maulenni