Maraknya Kekerasan Seksual Dalam Lingkungan Pendidikan

Foto: ilustrasi.net
Siti Nurhamidah_Pegiat Dakwah
Akhir-akhir ini banyak sekali pemberitaan tentang terjadinya kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. Tentunya hal ini mencoreng nama baik institusi pendidikan yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi siswanya. Kekerasan seksual bisa mencabut kesempatan siswa untuk bisa memperoleh pendidikan dengan baik.
Upaya meningkatkan kualitas pendidikan harus dibarengi dengan mewujudkan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan bebas dari kekerasan. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa hingga saat ini, kasus tindakan kekerasan, termasuk kekerasan seksual masih kerap terjadi di satuan pendidikan.
Menyikapi kenyataan tersebut, Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Rusprita Putri Utami menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen kuat untuk menghapuskan kekerasan seksual tersebut. Hal ini penting mengingat dampak negatif kekerasan seksual dapat bersifat jangka panjang dan memengaruhi proses belajar serta aktualisasi diri dari peserta didik.
Berdasarkan laporan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam Rapat Kerja Bersama Komisi III DPR RI pada Senin (16/1) menyebut bahwa permohonan perlindungan kasus kekerasan terhadap anak meningkat sebesar 25,82 persen. Tahun 2021, terdapat temuan 426 kasus dan meningkat pada tahun 2022 menjadi 536 kasus. Selama rentang Januari-Mei 2023 terjadi 22 kasus kekerasan seksual dengan jumlah korban sebanyak 202 anak. kemendikbud.com 19 Januari 2023
Data ini belum menggambarkan sesungguhnya, ini hanya yang terlapor saja. Jadi ada semacam fenomena gunung es, jumlahnya bisa lebih besar yang tidak terlapor. Bayangkan saja ini baru kasus yang terlapor, bangaimana dengan kasus yang masih belum diketahui itu? Bagaimana dengan korbannya? Dari tahun ke tahun kasus kekerasan seksual tidak menemukan titik terang pemecahan masalahnya.
Mirisnya para pelaku tindakan kekerasan adalah orang orang yang semestinya menjadi teladan dan menjadi pelindung bagi para anak didiknya. Fakta tersebut semestinya cukup untuk membuktikan bahwa problem kekerasan seksual merupakan problem sistem yang harus dipecahkan secara sistematis.
Berlaku bagi semua faktor pemicu dan solusi komprehensif yang dibutuhkan untuk menjawab akar persoalan. Tidak dipungkiri sistem kehidupan hari ini sudah sangat jauh dari nilai standar halal dan haram. Negara yang tegak di atas asas sekuler kapitalis tentu akan menerapkan aturan-aturan yang senada dengan asasnya. Sistem sekuler ini dipastikan akan menghasilkan corak hirup yang rusak dan merusak. Wajar jika definisi kejahatan akhirnya menjadi sangat ambigu dan kontroversial.
Kekerasan seksual tidak akan bisa dihentikan jika akar penyebab masalahnya tidak disentuh sama sekali bahkan difasilitasi. Perilaku yang mendewakan syahwat, perempuan mengumbar aurat, otoritas terhadap tubuh dengan mengubah bagian-bagian tubuh, dan ajakan berperilaku seks bebas termasuk pacaran semuanya perilaku tersebut jelas bertentangan aturan Sang Pencipta. Lantas bagaimana bisa dihentikan permasalahan perempuan jika mereka sendiri abai dengan kehormatan dirinya.
Sedangkan dalam Islam, setiap pelanggaran hukum syariat adalah tindakan kriminal. Penanganan pelanggar hukum menurut Islam selalu dilakukan dengancara preventif dan kuratif. Tanpa upaya preventif, apa pun langkah kuratif yang dilakukan tidak akan pernah efektif. Di sinilah pentingnya memahami Islam sebagai ideologi. Hanya dengan Islam saja kemuliaan umat Rasulullah ? ini terjamin.
Pandangan Islam berbeda, pandangannya yang shahih tentang hakikat hidup, maka kebahagian hakiki dan standar perbuatan membuat kehidupan berjalan selaras dengan tujuan penciptaan.
Semua fitrah keimanan individu dalam sistem Islam benar-benar akan terjaga kondisi masyarakat nya akan kental dengan tradisi dakwah amal maruf nahi mungkar. Sistem Islam benar-benar akan menutup celah kerusakan, termasuk peluang munculnya kasus kekerasan seksual disemua lini kehidupan.
Jika seluruh elemen memahami hal ini, niscaya tidak akan ada pihak yang merasa tidak adil. Laki-laki maupun perempuan akan menjalankan sebagaimana fitrahnya. Namun, semua itu akan berjalan jika Islam dijadikan dasar baik individu, masyarakat, dan negara (Khilafah Islamiyah).
Wallahu'alam bishshawwab
Editor :Esti Maulenni