Haji, Antara Pelayanan Vs Bisnis

SIGAPNEWS.CO.ID - Alhamdulillah, penyelenggaraan ibadah haji telah selesai. Kini jemaah mulai berdatangan ke tanah air. Namun ada rasa yang tersisa dari rangkaian penyelenggaraan haji 2023. Karena menjadi salah satu sorotan utama media.
Setidaknya beberapa masalah muncul ketika penyelenggaraan haji tahun ini. Mulai dari proses pendaftaran sampai pada pelaksanaan ibadah ditemui beberapa kekacauan. Salah satunya adalah disaat pendaftaran jemaah haji 2023. Saat itu Bank Syariah Indonesia sempat down karena telah di hacker. Hal tersebut menyebabkan keterlambatan data jemaah yang telah melunasi biaya pelaksanaan. (metrotvnews.com, 30/06/2023)
Di sisi lain, saat di kota suci ternyata ada keterlambatan menjemput jemaah setelah melakukan ibadah melempar jumroh di Arafah. Jemaah haji terlantar di Muzdalifah dengan kondisi suhu sekitar 41 derajat Celsius. Dan ketika di Mina jemaah haji banyak yang tidak tertampung di tenda. Akhirnya terpaksa tidur di luar tenda dengan fasilitas seadanya. Ditambah lagi, ketersediaan air sangat kurang, membuat jemaah kerepotan ketika hendak buang hajat. (bbc.com, 01/07/2023)
Belum lagi dari sisi makanan yang terlambat datang serta menu yang dirasa kurang sesuai menjadi salah satu persoalan juga. Padahal jemaah haji perlu energi yang luar biasa untuk melakukan seluruh rangkaian ibadah. Sedih memang jika melihat bagaimana kurang optimalnya pemerintah untuk melayani jemaah haji tahun ini. Padahal tahun ini sebagian besar jemaah berusia di atas 55 tahun. Bisa kita bayangkan, harusnya pelayanan prima yang diterima oleh jemaah.
Lantas kita semua akan bertanya, mengapa pelayanan haji 2203 belum maksimal? Apakah karena biaya yang diturunkan sehingga menurunkan pula pada sisi pelayanan? Karena awalnya Ongkos Naik Haji (ONH) diusulkan sebesar 69,2 juta rupiah, namun diturunkan menjadi 49,8 juta rupiah saja.
Sebenarnya jika kita lihat, angka tersebut bukan sesuatu yang murah juga. Pasalnya, sebagian besar jemaah haji tentu akan menabung agar bisa berangkat. Belasan tahun bahkan puluhan tahun menabung demi bisa menginjakkan kaki di tanah suci dan menjadi tamu Allah Swt. Bahkan jika kita bandingkan besaran ONH di negara tetangga saja, hampir selisih sepuluh juta lebih. ONH kita jauh di atas Malaysia. Dan pelayanan mereka lebih bagus dan sangat memuaskan jemaah haji.
Berkaca dari sini, tampaknya dalam penyelenggaraan ibadah haji dari tahun ke tahun selalu menyisakan pekerjaan rumah. Dan itu tidak selesai, selalu ada beberapa evaluasi. Artinya kita bisa melihat bahwa keseriusan yang ada belum terlihat, bahkan tampak setengah hati.
Semua itu patut diduga bahwa pelayanan yang minimalis ini sebagai bentuk hasil dari sistem yang ditetapkan saat ini. Kapitalisme yang diterapkan telah tumbuh subur dan menjadikan pola pikir serta sikap yang selalu mengedepankan pada sisi manfaat dan keuntungan semata. Mengejar sesuatunya ketika dinilai ada hasil yang bisa didapatkan. Begitulah adanya kapitalis memandang. Bahkan dalam segi ibadah pun ternyata dikapitalisasi pula. Ibadah haji dijadikan sebagai lahan bisnis yang akan menghasilkan pundi-pundi harta.
Jika panitia penyelenggara haji bekerja dengan ikhlas dan sungguh-sungguh, bukan dengan alasan materi atau mendapatkan keuntungan maka pastinya akan mempersiapkan dengan baik dan rinci. Mulai dari memudahkan jemaah untuk mendaftar, estimasi kuota, keberangkatan (transportasi), makan dan minum, ketersediaan air untuk aktivitas harian, dan lain sebagainya. Tentu hal tersebut akan dipastikan dan dikontrol secara berkala. Karena sebenarnya, ini menjadi tanggung jawab pemerintah sebagai penyelenggara haji. Maka sudah sewajarnya untuk melakukan yang terbaik demi menyambut para tamu Allah.
Read more info "Haji, Antara Pelayanan Vs Bisnis" on the next page :
Editor :Esti Maulenni