Darurat Judol Merambah Situs Pendidikan, Lah Kok Bisa?
Kemajuan teknologi saat ini diakui sangat memudahkan masyarakat. Tanpa repot, konsumen bisa langsung memesan apa saja via aplikasi di handphone. Mulai dari belanja barang, bahan makanan, jasa transportasi, mobile banking dan masih banyak lagi. Namun kemajuan teknologi ini juga memiliki dampak buruk ketika dibarengi dengan himpitan hidup dan kebebasan berperilaku yang tak bertanggung jawab tak jarang mendorong orang untuk mendapatkan kekayaan dengan cara instan, yaitu dengan phishing atau kejahatan cyber yang menargetkan informasi atau data calon korban atau juga dengan cara judi online (judol).
Namun yang lebih miris lagi, situs judol ini menyusup ke situs lembaga pendidikan pemerintah. Lah kok bisa? Padahal situs pendidikan diperuntukkan bagi pelajar yang ingin mengakses tutorial pelajaran.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengungkapkan ada belasan ribu konten kejahatan digital berkedok judi online menyusup ke situs lembaga pendidikan dan pemerintahan.
Di lembaga pendidikan ada 14.823 konten judol menyusup dan 17.001 di lembaga pemerintahan. Ujarnya usai Rapat Terbatas mengenai Satgas Judi Online di Istana Kepresidenan, Rabu dikutip Kamis (23/5/2024).
Budi juga menjelaskan bahwa pihaknya kini sudah melakukan berbagai upaya pencegahan dan pemblokiran sebanyak 1.904.246 konten judol, dan melakukan pengawasan dari platform Meta. Melakukan pemblokiran 5.364 rekening yang terafiliasi judol dan menutup 555 e-wallet yang diajukan ke Bank Indonesia. cnbcindonesia.com (23/5/2024)
Secara spesifik Menkominfo memberi peringatan keras bagi beberapa platform seperti X, Telegram, hingga Tik Tok jika ditemukan memfasilitasi konten judol dengan denda Rp 500 juta.
Himbauan tersebut disampaikan pada saat pers di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Selasa (30/4/2024) tirto.id (24/5/2024)
Faktor Yang Mempengaruhi
Begitu banyak persoalan yang dihadapi umat. Belum selesai masalah pinjol merebak yang sudah banyak memakan korban. Muncul pula judol yang semakin merusak generasi. Menyasar siapapun dan dari latar pendidikan, tua, muda, status sosial bahkan sampai anak-anak terlibat dalam judol ini. Sampai- sampai memakan korban karena kecanduan judol, nekat melakukan aksi kriminalitas bahkan sampai bunuh diri. Namun begitulah konsekuensi hidup dalam sistem Kapitalis Sekuler. Sistem yang menjadi sumber merebaknya malapetaka umat, sumber kejahatan dan maksiat.
Ada beberapa faktor penyebab, pertama faktor lemahnya iman, pemahaman bahwa rezeki dari Allah terkikis dan berharap kaya dengan cara instan. Bagaimana tidak, cara hidup Sekuler yang memisahkan aturan agama dari kehidupan menjadikan masyarakat tak peduli lagi halal-haram. Keimanan hanya ditempatkan tatkala menjalankan ritual ibadah semata. Lemahnya iman ini makin memudahkan jeratan pinjol dan judol.
Kelemahan iman dan pandangan yang salah tentang kehidupan akan berimbas pada pola asuh anak dalam keluarga.
Faktor kedua kehidupan yang Kapitalistik yang hanya mengukur kebahagiaan terletak pada capaian materi semata. Bahkan tak jarang masyarakat yang terjerat pinjol maupun judol hanya sekedar untuk memenuhi tuntutan gaya hidup hedonis.
Faktor ketiga yaitu faktor kemiskinan. Tak hanya pinjol dan judol, faktor kemiskinan mendominasi aksi-aksi kriminalitas.
Sungguh sangat ironi, ditengah berlimpahnya sumber kekayaan alam, mayoritas rakyatnya hidup dalam kemiskinan.
Semua faktor tersebut dijadikan peluang bagi pengusaha judol untuk meraup keuntungan dari kelemahan rakyat. Karena menganut teori kebebasan hidup sebagai hak asasi termasuk dalam hal memperoleh harta dengan jalan haram.
Dan faktor ke empat, negara seolah tak berdaya melawan pengusaha judol. Sanksi yang diberikan juga tak cukup membuat efek jera yang mengakibatkan judol dan pinjol terus tumbuh. Negara seharusnya memperkuat komitmen, strategi dan langkah efektif untuk memberantas judol maupun pinjol hingga tuntas dari akarnya.
Solusi Tuntas Hanya Ada Dalam Islam
Islam jelas melarang segala bentuk perjudian. Firman Allah SWT yang artinya:"Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung".[TQS. Al Madinah:90]
Negara dalam Islam akan menerapkan akidah Islam sebagai landasan negara dalam mengatur dan membina rakyatnya sehingga umat akan terdidik dengan tsaqofah Islam yang menjadikan umat memiliki kepribadian Islam. Dengan sendirinya umat menjadi individu-individu yang bertakwa di manapun ia berada.
Dengan mekanisme ekonomi Islam, negara akan memastikan distribusi kekayaan secara merata dengan pemberian hak kepada seluruh individu masyarakat untuk memanfaatkan kepemilikan umum seperti pemanfaatan SDA. Seperti hadis Nabi Saw :" Tiga perkara(yang manusia) tidak dilarang(untuk mendapatkannya), yaitu air, Padang gembalaan dan api". ( HR. Ibnu Majah)
Menjamin terpenuhinya segala jenis kebutuhan pokok. Mulai dari pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Serta memastikan tersedianya lapangan kerja bagi rakyatnya yang wajib bekerja, karena dalam hal ini Islam menempatkan negara/penguasa sebagai ra'in atau penanggungjawab urusan umat, bukan sebagai legislator kepentingan sebagian pihak seperti yang ada dalam sistem Demokrasi Kapitalis Sekuler saat ini.
Negara akan menutup semua akses media informasi yang mengandung mudharat bagi umat termasuk memberantas situs-situs judol. Kecanggihan teknologi dan potensi umat hanya diarahkan dan diperuntukkan untuk Islam dan kebaikan umat semata. Hal ini juga sebagai fungsi penjagaan atas harta dan akal umat.
Sanksi dalam Islam bersifat tegas mampu memberi efek jera bagi pelaku kejahatan.
Dengan demikian dipastikan rakyat yang hidup dalam sistem Islam akan dijamin kesejahteraannya, kriminalitas dapat diminimalisir sehingga akan tercipta keamanan. Masyarakat pun tidak akan tertarik untuk melakukan judol maupun pinjol.
Semua itu dapat terwujud ketika negara mengadopsi Islam secara kaffah dalam kepemimpinan Daulah Islamiyyah.
Wallahu alam bishowwab.
Editor :Esti Maulenni