Uang Palsu Beredar, Islam Sebagai Problem Solver

Mulyaningsih - Pemerhati Masalah Anak & Keluarga
Publik kembali digemparkan dengan barang palsu. Kali ini, kasusnya cukup besar dan banyak melibatkan pegawai pemerintah. Ditambah lagi, produksi uang palsu tersebut di lingkungan kampus. Innalillahi, kaget mungkin yang kita rasakan. Namun faktanya memang seperti itu. Kampus yang notabenenya sebagai tempat mencetak generasi yang beradab namun kini berubah haluan karena segelintir oknum nakal.
Usut punya usut, kasus sindikat uang palsu tersebut sudah berlangsung cukup lama mulai 2010 dan baru terungkap sekarang. Empat belas tahun bukan waktu yang singkat, tentunya sudah banyak lembaran uang yang berhasil dicetak dan disebarkan ke masyarakat. Menurut Polres Gowa UIN Alauddin Makassar uang palsu yang dicetak mencapai 2 miliar rupiah, angka yang tak sedikit. Kepolisian sendiri telah menemukan 98 barang bukti dalam kasus sindikat uang palsu yang bernilai triliun rupiah. Barang bukti tersebut seperti mesin untuk mencetak uang palsu nilainya enam ratus juta rupiah, sertifikat deposit Bank Indonesia, Surat Berharga Negara (SBN). Barang bukti tersebut berada di kampus UIN Alauddin Makassar.
Tersangka kasus uang palsu tersebut 17 orang, dua orang ASN Pemprov Sulawesi Selatan, dan dua orang karyawan BUMN. (detik.com, 19/12/2024)
Belum selesai satu persoalan, kini malah bertambah lagi. Peredaran uang palsu bukan sekali dua kali terjadi. Kejadian ini tampak terus berulang setiap tahunnya. Artinya, ada sesuatu di balik kasus uang palsu ini. Apakah karena persoalan kemiskinan ataupun masalah pekerjaan?
Melihat pertanyaan di atas, kedua masih menjadi persoalan peluk dan sukar untuk diselesaikan. Persoalan itu tampak berulang pada setiap tahunnya. Sistem ini tak mampu menyelesaikan secara tuntas, bahkan hanya membuat tambal sulam terhadap persoalan yang ada. Sehingga wajar saja jika tak terselesaikan hingga akar persoalan. Kapitalis membuat setiap individu hanya bisa terpuaskan jika memiliki banyak uang. Termasuk pula pada makna kebahagiaan yang harus didapatkan yaitu terpenuhinya seluruh keinginan mereka, tanpa mau menakar apakah mampu atau tidak. Bahkan mereka terus saja dirasuki dengan style gaya hidup hedon alias berfoya-foya.
Semua itu dilakukan tanpa melihat sisi kemampuan individunya. Manusia terus saja dipanasi dengan kemegahan teknologi ataupun barang-barang branded yang ada. Akhirnya segala macam cara dilakukan untuk memenuhi segala keinginan manusia, entah mau dengan jalan yang baik atau buruk sekalian. Sehingga wajar saja jika mereka akhirnya mampu melakukan tindak kriminal seperti mencetak uang palsu tadi. Kembali lagi, itu semua atas tuntutan dari gaya hidup hedon yang diselimuti oleh sistem kapitalis sekuler.
Itulah yang terjadi sekarang, manusia mampu melakukan aktivitas yang merugikan bagi lainnya. Akan berbeda jika Islam ditetapkan dalam kehidupan manusia. Dengan bingkai institusi yang kokoh menerapkan hukum syarak maka insyaAllah menciptakan lingkungan yang kondusif. Kondusif dengan arti bahwa manusia berjalan sesuai dengan ketentuan Sang Pencipta, yaitu Allah. Mereka akan menjalankan aktivitas sesuai hukum syarak sebagai bentuk rasa patuh dan taat. Termasuk penguasa akan menindak tegas segala bentuk kejahatan kriminal yang dapat merugikan banyak orang. Sanksi tegas akan diterapkan jika masih ada yang melakukannya. Hukum syarak akan mencegah yang lain melakukan hal yang sama dan menghapus dosa yang melakukannya jika ia mau bertobat dengan sungguh-sungguh.
Termasuk pula masyarakat akan gencar dalam melakukan amar makruf nahi munkar. Itu sebagai bentuk rasa sayang terhadap saudaranya. Dengan begitu maka akan ada saling kontrol antara yang satu dengan lainnya. Tentu segala aktivitas akan berjalan dengan ketentuan Allah saja. Begitupun di keluarga akan mendapatkan pemahaman akidah yang kokoh. Dengan begitu menjadi modal dalam mengarungi kehidupan di dunia ini.
Dengan ketiga aspek yang saling sinergi tadi, maka insyaAllah mampu menekan tindak kriminalitas. Termasuk dengan kasus yang tersebut di atas, tentu tidak akan dilakukan. Karena manusia pasti akan memahami secara sempurna bahwa hal tersebut melanggar hukum dan akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di yaumil akhir. Ditambah lagi, gaya hidup yang ada adalah sederhana dan seadanya saja. Itulah yang akan terwujud jika Islam benar-benar ditetapkan dalam kehidupan manusia. Alhasil, semua bisa diatasi ketika manusia mau mengambil hukum yang berasal dari Allah saja.
Wallahualam bissawab
Editor :Esti Maulenni