Pelayanan Ibadah Haji Yang Sederhana Dan Cepat, Hanya Didalam Islam

Penetapan BPIH yang lebih rendah dari usuluan menag dimungkinkan karena adanya efisiensi di sejumlah pos kegiatan Haji.
Kisruh usulan kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) masih menjadi pertentangan ditengah masyarakat. Walau komisi VIII dengan Kemenag, akhirnya memutuskan bahwa BPIH tahun ini atau biaya yang dibayar langsung oleh jamaah haji rata-rata sebesar Rp49,8 juta atau 55,3%. (15/2/2023)
Sebagaimana kita ketahui sebelumnya, Menag mengusulkan kenaikan BPIH pada tahun 2023, naik rata-rata mencapai Rp98,8 juta. Sehingga biaya yang harus ditanggung oleh jamaah atau bipih naik signifikan dari tahun sebelumnya mencapai Rp69,2 juta.
Penetapan BPIH yang lebih rendah dari usuluan menag dimungkinkan karena adanya efisiensi di sejumlah pos kegiatan Haji. termasuk akomodasi dan asuransi, kemudian adanya efisiensi biaya konsumsi, yang biasanya diberikan sebanyak 3 kali menjadi 2 kali sehari.
-
Paradigma Kapitalis Sekuler
-
Besarnya BPIH tidak terlepas dari paradigma penguasa yang menerapkan sistem kapitalis sekuler. Cara berpikir hanya untuk mencari keuntungan sebesar - besarnya, menjadikan ibadah haji adalah upaya untuk mencari cuan.
Apalagi komponen kenaikan BPIH yang tidak jelas, karena termasuk pembiayaan terhadap pelayanan para ASN atau kasi haji yang tugasnya mencakup pendamping jamaah haji.
Padahal, gaji untuk para ASN sudah mendapat anggaran dari APBN, tugas mereka bukan hanya 3 bulan saja, namun tugas ASN yang mengurus jamaah haji dilakukan selama setahun. Maka tidaklah pantas jika negara malah menjadikan alasan kenaikan BPIH, salah satunya untuk membayar pelayanan ASN.
Padahal disisi lain negara tidak mampu memberika pelayanan yang terbaik untuk masyarakat. Seperti pelayanan birokrasi yang berbelit sehingga menyulitkan, lambatanya pelayanan, serta para pekerja yang jauh dari kata profesionalitas.
Ini menunjukkan kepada kita, bahwa ketidak mampuan negara dalam mengurus rakyatnya dalam sistem kapitalis sekuler hari ini.
-
Kepengurusan Islam yang sederhana, cepat dan profesioanal
-
Didalam Islam paradigma kepengurusan ibadah haji merupakan pelayanan publik. Islam menetapkan prinsip dasar dalam masalah pengaturan (manajerial), yaitu basathah fi an-nidzam (sistemnya sederhana), su’ah fi al-injaz (eksekusinya cepat) dan ditangani oleh orang yang profesional.
Karena itu, Khilafah sebagai satu negara, yang menaungi lebih dari 50 negeri kaum Muslim, bisa menempuh beberapa kebijakan:
1. Membentuk departemen khusus yang mengurus urusan haji dan umrah, dari pusat hingga ke daerah. Karena ini terkait dengan masalah administrasi, maka urusan tersebut bisa didesentralisasikan, sehingga memudahkan calon jamaah haji dan umrah. Dengan prinsip basathah fi an-nidzam, sur’ah fi al-injaz dan ditangani oleh orang yang profesional, maka urusan ini bisa dilayani dengan cepat dan baik. Departemen ini mengurusi urusan haji, terkait dengan persiapan, bimbingan, pelaksanaan hingga pemulangan ke daerah asal.
Departemen ini juga bisa bekerja sama dengan departemen kesehatan dalam mengurus kesehatan jamaah, termasuk departemen perhubungan dalam urusan transportasi massal.
2. Jika negara harus menetapkan ONH (ongkos naik haji), maka besar dan kecilnya tentu akan disesuaikan dengan biaya yang dibutuhkan oleh para jamaah berdasarkan jarak wilayahnya dengan Tanah Haram (Makkah-Madinah), serta akomodasi yang dibutuhkan selama pergi dan kembali dari tanah suci.
Dalam penentuan ONH ini, paradigma negara Khilafah adalah ri’ayatu syu’un al-hujjaj wa al-‘ummar (mengurus urusan jamaah haji dan umrah). Bukan paradigma bisnis, untung dan rugi, apalagi menggunakan dana calon jamaah haji untuk bisnis, investasi, dan sebagainya. Khilafah juga bisa membuka opsi: rute darat, laut dan udara. Masing-masing dengan konsekuensi biaya yang berbeda.
Di zaman Sultan ‘Abdul Hamid II, Khilafah saat itu membangun sarana transportasi massal dari Istambul, Damaskus hingga Madinah untuk mengangkut jamaah haji. Jauh sebelum Khilafah Utsmaniyah, Khalifah ‘Abbasiyyah, Harun ar-Rasyid, membangun jalur haji dari Irak hingga Hijaz (Makkah-Madinah). Di masing-masing titik dibangun pos layanan umum, yang menyediakan logistik, termasuk dana zakat bagi yang kehabisan bekal.
3. Penghapusan visa haji dan umrah: Kebijakan ini merupakan konsekuensi dari hukum syara’ tentang kesatuan wilayah yang berada dalam satu negara. Karena seluruh jamaah haji yang berasal dari berbagai penjuru dunia Islam bisa bebas keluar masuk Makkah-Madinah tanpa visa. Mereka hanya perlu menunjukkan kartu identitas, bisa KTP atau Paspor. Visa hanya berlaku untuk kaum Muslim yang menjadi warga negara kafir, baik kafir harbi hukman maupun fi’lan.
4-Pengaturan kuota haji dan umrah: Khalifah berhak untuk mengatur masalah ini, sehingga keterbatasan tempat tidak menjadi kendala bagi para calon jamaah haji dan umrah. Dalam hal ini, Khalifah harus memperhatikan: Pertama, kewajiban haji dan umrah hanya berlaku sekali seumur hidup. Kedua, kewajiban ini berlaku bagi mereka yang memenuhi syarat dan berkemampuan. Bagi calon jamaah yang belum pernah haji dan umrah, sementara sudah memenuhi syarat dan berkemampuan, maka mereka akan diprioritaskan.
Pengaturan ini akan bisa berjalan dengan baik, jika negara Khilafah mempunyai data base seluruh rakyat di wilayahnya, sehingga pengaturan ini bisa dilaksanakan dengan baik dan mudah.
5. Pembangunan infrastruktur Makkah-Madinah: Pembangunan ini telah dilakukan terus-menerus sejak zaman Khilafah Islam. Mulai dari perluasan Masjidil Haram, Masjid Nabawi, hingga pembangunan transportasi massal dan penyediaan logistik bagi jamaah haji dan umrah.
Hal yang sama akan terus-menerus dilakukan oleh Khilafah di masa mendatang. Namun, harus dicatat, perluasan dan pembangunan ini tidak akan menghilangkan situs-situs bersejarah, karena situs-situs ini bisa membangkitkan kembali memori jamaah haji tentang perjalanan hidup Nabi dalam membangun peradaban Islam, sehingga bisa memotivasi mereka.
MasyaAllah, sebagai kaum muslim tentunya kita merindukan sistem yang sempurna ini bisa di rasakan di masa sekarang. Tentunya hanya dengan memperjuangkan tegaknya kembali sistem yang akan menerapkan Islam secara sempurna ini.
Wallahualam.
Penulis: Rita Hartati, S. Hum._Komonitas Peduli Generasi
Editor :Esti Maulenni