Masa Sih Relakan Diri Jadi Pengemis

Pekerjaan sulit didapatkan lapangan kerja lebih sedikit dibandingkan pencari kerja. Sakitnya jika sudah terpenuhi syaratnya dikalahkan dengan orang yang diberi bantuan supaya diterima. Para pelamar kerja membuat surat lamaran yang banyak tapi belum dipanggil juga.
Mirisnya jika usaha mulai kendor jadi tukang meminta-minta tanpa bekerja bisa dapat uang. Efeknya jadi males bekerja cukup dengan mengemis berwajah sedih gitu. Padahal bekerja dari hasil keringat sendiri itu lebih baik daripada tinggal minta.
Kagetnya ada yang berakting menjadi pengemis siapkan pakaian lusuh berpura-pura sedang sakit dan banyak alasan lainnya. Kalau melihat orang tua mengemis punya rasa iba mau mengeluarkan isi dompet. Anak kecil juga minta-minta menimbulkan rasa sayang kepada mereka.
Memang tidak boleh su'udzhon tetapi tidak boleh membiasakan pengemis menjadi peminta itu jelek. Informasi banyak juga beri kabar pengemis ada bohong-bohongan. Fantastisnya ada yang jadi pengemis dapat jutaan selama sebulan bisa beli rumah.
Mau tebak pengemis yang tidak punya atau pura-pura jadi pengemis sulit sekali. Cuma bisa lihat sebentar setelah kasih uang kemudian beranjak pergi dan pengemis itu juga pergi entah kemana. Kalau di mana-mana ada pengemis semakin diminati jadinya kesal. Masih punya potensi bekerja keras dan mandiri.
Tidak semuanya punya gaji tapi kita semua ada rezeki. Usaha terus sekaligus doa senantiasa mengutamakan Allah dengan meninggalkan kemaksiatan yang bisa penghalang dapat dari rezeki. Selagi kita mampu jangan suka minta.
Apa ada yang bingung mau kerja apa atau tidak ada pekerjaan yang dikerjakan. Kita makhluk sosial bisa minta tolong infokan lowongan kerja dan paling mudah bekerja yang ada kaitan nya dengan kita seperti saudara.
Kita tidak boleh berputus asa dan berkecil hati. Perbaiki keimanannya nanti ketemu jalan keluar di mudahkan. Dekatin Allah baik-baik sama manusia dan pelihara diri insyaa Allah dapat pekerjaan. Yang penting jangan biasakan diri boros ketika uang sedang banyak dengan memiskinkan diri.
Editor :Esti Maulenni