Ketika Cinta Bergoncang

Foto ilustrasi. Sumber net.
Dugaan KDRT Rizky Billar kepada Lesti Kejora yang viral beberapa Minggu ini , mendapat tanggapan dari mantan politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sekaligus konsen terhadap isu perempuan Tsamara Amany , ia tegas serukan; lawan suami toxid, "Lesti Kejora harus kita dukung karena dia adalah perempuan yang hebat, dia perempuan yang tidak mau takluk terhadap laki-laki yang toxic dan insecure semacam Rizky Billar” (tvonenews.com, 1/10/2022).
Sementara terkait kasus KDRT yang kerap menimpa pasangan di Indonesia, Psikolog keluarga Universitas Kristen Maranatha Bandung, Efnie Indriani mengungkapkan bahwa setelah menjadi korban perselingkuhan kemudian KDRT, korban bisa mengalami trauma berat. “Kejadian ini sangat traumatis bagi korban, maka penanganan oleh profesional (dokter + psikolog) wajib dilakukan agar korban bisa dipulihkan secara fisik dan mental serta meneruskan perjalanan hidupnya,” ujar Efnie melalui keterangan pada Health (Liputan6.com, 1/10/2022).
Efnie melanjutkan, orang yang kerap lakukan kekerasan juga perlu menjalani psikoterapi untuk mengubah pola pikir."Yang bersangkutan (pelaku) butuh mendapatkan psikoterapi yang bertujuan untuk mengubah pola berpikir tentang kekerasan, termasuk membentuk habit baru yang lebih positif. Hal ini sangat penting, mengingat karena melakukan perilaku kekerasan tidak akan pulih dengan sendirinya.”
Nasib Wanita di Bawah Sistem Sekuler-Demokrasi.
Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat, selama 17 tahun, yaitu sepanjang 2004-2021 ada 544.452 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau ranah personal. Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan, kasus-kasus yang tercatat itu meliputi kekerasan terhadap istri (KTI), kekerasan terhadap anak perempuan (KTAP) khususnya inses.
Ada juga dalam bentuk kekerasan terhadap pekerja rumah tangga (PRT), kekerasan dalam pacaran (KDP), kekerasan relasi personal lainnya, kekerasan mantan pacar (KMP), dan kekerasan mantan suami (KMP). Andy mengungkapkan, dari jenis-jenis KDRT, kekerasan terhadap istri selalu menempati urutan pertama dari keseluruhan kasus KDRT/RP dan selalu berada di atas angka 70 persen.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan, pemerintah terus berupaya menghilangkan masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak. Menurut Bintang, langkah yang cukup efektif untuk memutus mata rantai kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan adalah advokasi, sosialisasi, edukasi serta literasi kepada perempuan agar melek teknologi, informasi dan sadar hukum. Upaya tersebut juga terus diperkuat dengan penanganan yang terintegrasi di hilir.
Solusi pemerintah selalu hanya menyentuh permukaan. Solusi selalu berseberangan jalan. Dalam keadaan sudah darurat dengan terus berulangnya kasus, menunjukkan apa yang diupayakan pemerintah tidak membawa hasil. Seperti misalnya sosialisasi, edukasi dan literasi sementara akar permasalahan mengapa banyak terjadi kekerasan tidak terungkap. Korban berjatuhan.
Inilah nestapa wanita dalam sistem sekuler-demokrasi. Berulangnya kasus, tanpa penyelesaian hukum yang pasti adalah ekses dari aturan yang tidak ada landasan agamanya atau sekuler. Sebab, peraturan manusia sangat rentan campur tangan kepentingan, maslahat bahkan hawa nafsu. Terutama jika dikaitkan dengan sistem politik demokrasi yang sangat menjunjung tinggi kebebasan. Wanita tak ubahnya barang produksi yang dinilai hanya dari penampilannya.
Dalam demokrasi suara rakyat dianggap paling berkuasa, namun di sisi lain, ketika rakyat mengalami penderitaan sosial akibat maraknya KDRT, perselingkuhan dan kekerasan anak rakyat mana yang didengar? Padahal, jika masalah ini tidak terurai bahkan tidak terselesaikan dengan hukum secara adil akan berdampak buruk pada kualitas generasi penerus bangsa. Wanita dan anak adalah pihak terlemah, namun sistem ini minim perlindungan. Semua dihitung untung rugi.
Broken home, trauma, depresi, strees, seks bebas, narkoba zina hingga hamil di luar nikah hanyalah beberapa yang bisa dicontohkan. Semestinya sistem pendidikannya mampu mengampu kekurangan dalam diri generasi, namun apadaya, kurikulum hari ini adalah belajar merdeka, nir pemahaman agama. Edukasi macam ini tak akan menghasilkan perubahan.
Bagaimana Solusi Islam?
Dalam Islam, pernikahan adalah satu-satunya jalan yang disyariatkan untuk melestarikan keturunan, pendidikan keluarga, pembentukan kepribadian Islam dan dakwah kepada Islam. Maka, sangatlah urgensi untuk menjadikan ilmu pernikahan, parenting, kesiapan mental, dan finansial dalam membiduk rumah tangga sebagai bagian dari kurikulum skill life. Secara fitrah, seorang anak baik laki-laki maupun perempuan akan membina rumah tangganya sendiri.
Pun hubungan selain pernikahan seperti kekerabatan juga sangat penting untuk diketahui. Sebab , menyangkut waris, perwalian dan nashab. Yang hari ini dikerat-kerat sedemikian rupa hingga tak ada gambaran bagaimana bentuk keluarga yang ideal. Justru anak muda disuguhkan dengan gambaran pincang sebuah keluarga dengan “ beban” anak dan mata pencaharian. Hingga muncul wacana larangan menikah muda, cukup dua anak saja supaya sejahtera, pendidikan terpenuhi dan masa depan cerah.
Jelas dalam Islam hal yang terjadi adalah sebaliknya. Negara hadir secara penuh menjamin kebutuhan pokok setiap individu. Sebagaimana firman Allah swt, “Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya..” (QS Al Baqarah:233).
Islam secara tegas melarang terjadinya KDRT dan perselingkuhan. Bagi setiap perselisihan yang terjadi di antara suami istri dijadikan wali dari masing-masing keluarga dan ada Qadhi atau hakim dari negara untuk menyelesaikan. Bagi setiap penganiayaan ada sanksi dan kafaratnya. Sebab, hukum asalnya pria adalah pemimpin bagi keluarganya, maka mendidik istri pun telah ditunjukkan syariat. Samasekali tak boleh keluar dari apa yang ditetapkan Allah swt.
Pun bagi wanita, Islam telah memberikan sejumlah syariat yang tidak diwajibkan pada pria. Seperti hukum-hukum terkait kehamilan, persusuan dan hadanah (pemelihaaran anak) juga syariat tidak mewajibkan wanita bekerja, sepanjang usianya, wanita penafkahannya dijamin oleh wali, suami atau kerabatnya. Hal ini memang dimaksudkan untuk menjaga kemuliaan wanita itu sendiri. Yang sangat berbeda dengan kehidupan wanita dalam sistem hari ini. Tak ada jaminan perlindungan sejati pada perempuan. Akibatnya wanita seolah menjadi mesin ekonomi semata.
Dalam Islam, rumah tangga yang bahagia hanya berfondasi akidah Islam. Setiap anggota keluarga memiliki kesadaran yang sama bahwa mereka adalah hamba Allah yang sama-sama membawa kewajiban beribadah kepada Allah sesuai dengan posisi mereka, sebagai suami, istri dan anak. Namun hal ini memang sangat rentan mendapat hantaman pemikiran asing , dan inilah yang ditangkap oleh musuh-musuh Islam, dengan cara memberi gambaran lain yang lebih “ modern” bagi kehidupan berkeluarga.
Ironinya hari ini justru kasus KDRT dan perselingkuhan malah dijadikan konten untuk meraih follower hingga cuan. Makin memperkeruh suasana. Tak ada tindakan tegas negara, yang makin memastikan posisi negara memang diseberang institusi keluarga , bukan berdampingan bahkan pemberi solusi. Jadi, masihkan ada tempat bagi sistem ? Wallahu a’lam bish showab.
Penulis: Rut Sri_Institut Literasi dan Peradaban
Editor :Esti Maulenni