Tawuran Pelajar Kian Merajalela, Di Manakah Peran Negara

foto illustrasion.net
Inspiration - Akhir-akhir ini sering kita mendengar banyaknya kasus tawuran dikalangan remaja. Dalam faktanya, hal tersebut melibatkan dua kelompok dengan berbagai latar belakang. Seperti tawuran antar geng motor, antar kampung dan ada juga antar sekolah yang dilakukan oleh sekelompok pelajar. Akibat aksi tersebut, sering menyebabkan jatuhnya korban baik luka-luka bahkan hilangnya nyawa dengan sia-sia.
Sungguh ironis bukan? Di saat pelajar dari negara lain berlomba-lomba berkarya dan meningkatkan kompetensinya agar dapat bersaing dengan dunia luar, pelajar kita masih saja sok jagoan adu jotos dengan pelajar lain. Alasan mereka melakukan hal itu diantaranya, lantaran sakit hati, saling caci, adu gengsi, bahkan beralasan untuk penataran murid baru agar kuat mentalnya.
Dilansir Tempo.Co Tangerang, Polsek Pakuhaji menangkap dua remaja pelaku tawuran yang tertinggal rombongan lantaran motornya mogok. Kapolres Metro Tangerang Kota Komisaris Besar Zain Dwi Nugroho mengatakan, ke-dua remaja tersebut berangkat dari Karawaci bersama dua rekannya menggunakan dua sepeda motor untuk ngopi di wilayah Sepatan, Kabupaten Tangerang. (27/12/2022)
Di lokasi tersebut Kapolres menambahkan, sudah berkumpul sejumlah teman mereka berjumlah 15 orang dengan meminum minuman keras juga mengkonsumsi obat terlarang. Kemudian dengan membuka akun Instagram, kelompok yang menamakan Indenden 28 Sepatan, kemudian janjian dengan kelompok lain yakni akun Original Pisangan Cicere Sepatan untuk tawuran.
Melihat kondisi para pelajar yang sering melakukan aksi ini, ada beberapa penyebab diantaranya karena masa-masa krisis identitas pada remaja. Kontrol diri yang lemah, tidak mampu menyesuaikan diri, pengaruh media, dan juga kurangnya pengawasan orang tua hingga tekanan dari teman mereka.
Ditinjau dari aspek psikologi, mereka merupakan kumpulan anak yang sedang mengalami masa peralihan, dari anak-anak menjadi remaja. Selain itu memiliki kecenderungan untuk menunjukkan jati diri, menjadi subjek yang mampu mengatasi masalah dan punya kepribadian yang dewasa, agar dapat mempunyai ego yang kuat. Sehingga terkadang gampang tersinggung jika harga dirinya merasa direndahkan atau dilecehkan, kemudian dapat melakukan apapun untuk membelanya.
Disisi lain perlu adanya sistem pendidikan yang mampu merubah sikap dalam rangka pembentukan karakter siswa, untuk dapat mandiri, religius, bertanggung jawab, disiplin dan lainnya. Akan tetapi semua itu perlu dimulai dari ruang yang lebih kecil yaitu keluarga. Dengan membangun komunikasi yang intens antara orang tua dan anak, perhatian yang cukup akan memberikan semangat tersendiri bagi mereka. Dari keluarga awal ditanamkan akhlak, adab, dan agama hingga karakter tersebut terbentuk.
Inilah kehidupan yang diatur oleh sistem liberal, apapun bisa dilakukan demi kesenangan semata. Sungguh miris, negara menjamin semua itu melalui penerapan sistem demokrasi. Atas nama kebebasan bertingkah laku, kebijakan yang lahir malah melindungi perilaku amoral yang melegalkan segala cara demi asas manfaat belaka.
Sungguh pangkal malapetaka pada generasi terjadi sejak Daulah Islamiyah runtuh pada 1924. Sejak saat itu umat, termasuk kaum muda resmi tidak memiliki pelindung yang benar-benar mampu membentengi mereka dari segala macam kerusakan. Artinya, sudah hampir se-abad umat kehilangan perisai yang melindungi generasi muda seperti yang terjadi saat ini.
Dengan demikian, adakah solusi tepat dan tuntas dari semua permasalahan ini? Tentu kerusakan pemuda hanya akan dapat dihentikan, jika sistem Islam diterapkan dalam setiap aspek kehidupan. Sebab sudah pasti Islam memiliki konsep komprehensif, untuk mewujudkan pemuda yang mampu memimpin peradaban. Sungguh sangatlah berbeda dengan sistem sekuler kapitalis, yang menjadikan generasi sebagai alat keuntungan semata.
Islam mempunyai aturan untuk menciptakan generasi berkualitas dan tangguh dalam setiap problematika yang ada. Fungsi negara adalah sebagai aturan menyeluruh, memenuhi segala kebutuhan umat. Mulai dari sandang, pangan, papan, kesehatan, keamanan, sampai pendidikan yang dijamin oleh negara. Segala hal terkait kebutuhan primer rakyat, berada di bawah kendali negara bukan swasta.
Belum lagi dalam sistem pendidikan, Islam mampu mencetak pemuda yang bersyahsiah Islam. Dengan mengawali kurikulum berbasis akidah, sehingga tidak ada dikotomi antara pendidikan agama dan dunia. Agama akan menjadi pedoman hidup para pemuda. Dari sini akan lahir para ulama dan intelektual yang mampu memberikan kontribusi terbaiknya untuk umat manusia. Untuk itu diperlukan perjuangan agar persoalan pemuda cepat terselesaikan, dan terlahir darinya para generasi yang dapat menjadi pemimpin umat pada masa depan.
Wallahu a'lam bishawab
Editor :Esti Maulenni