ONH Naik, Dampak Spirit Bisnis Kapitalistik

SIGAPNEWS.CO.ID - Ibadah haji disyariatkan sebagai fardu ain bagi kaum muslim yang memenuhi syarat dan mampu. Selain bernilai ibadah mahdhah haji juga memiliki makna politis dan syiar agama Islam. Makna politis tampak pada bersatunya kaum muslimin ketika wukuf di Arafah. Kaum muslimin di seluruh dunia diikat oleh akidah yang sama, Al-Qur'an yang sama, dan kiblat yang sama pula. Tidak ada perbedaan kelas dan strata,
seluruh kaum muslimin berkumpul di Arafah untuk menyerukan seruan yang sama yakni bacaan talbiah, tahmid, takbir, dzikir dan doa.
Adapun makna syiar yaitu serangkaian prosesi ibadah haji itu sendiri, berkumpulnya kaum muslimin di satu tempat, melakukan ibadah yang sama, mengumandangkan seruan yang sama, menunjukkan kehebatan Islam dalam menyatukan pemeluknya.
Nahas, makna ibadah haji dikerdilkan oleh penguasa kapitalisme sebagai ibadah ritual semata. Penguasa kapitalisme berorientasi pada materi dalam setiap kebijakannya, memandang makin banyak kuota jemaah haji akan makin banyak keuntungan yang didapat.
Tahun ini pemerintah mengusulkan rata-rata Biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) per jemaah sebesar Rp 98.893.909, ini naik sekitar Rp. 514 ribu dengan komposisi Biaya perjalanan ibadah haji ( BIPIH) Rp 69.193.733 dan nilai manfaat sebesar Rp 29.700.175 juta atau 30 persen. Kata menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam Rapat Kerja dengan Komisi VIIl DPR di komplek MPR /DPR, Senayan Jakarta, kamis (19/1/2023).
BIPIH merupakan biaya yang harus jemaah haji bayarkan, sedangkan BPIH merupakan biaya keseluruhan penyelenggaraan haji pada tahun tersebut.
Dilansir, (Viva News) usulan Kemenag, untuk BPIH 2023 adalah sebesar Rp 98.893.909,11 dengan komposisi BIPIH sebesar Rp 69.193.734.00 (70%) dan nilai manfaat (optimalisasi) sebesar Rp 29.700.175.11 (30%)
Masalah mendasar dalam pengelolaan dana haji hingga penyelengggaraan haji saat ini terletak pada spirit bisnis kapitalis, tetapi tingginya hasrat umat Islam untuk menjalankan ibadah haji, terus berupaya semaksimal mungkin untuk dapat menjalankannya.
Sayang, lensa kapitalisme hadir bahkan pada saat umat mengazamkan niat suci untuk mengunjungi Tanah Haram. Terlebih lagi, wewenang Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang tertuang dalam UU 34/2014 menetapkan bahwa dalam pengelolaan keuangan haji, BPKH tidak hanya mengelola penerimaan dana haji, melainkan juga pengembangan, pengeluaran, dan pertanggungjawabannya.
Dampaknya adalah hitung-hitungan untung rugi dalam pengelolaan dana. Walhasil, naiknya biaya haji bukan semata karena kurs Rupiah, tetapi juga konsekuensi dari spirit bisnis yang hadir dalam pengelolaan dana. Sangat nampak pelayanan penguasa kapitalis dalam mengurusi kaum muslimin hanya berorintasi pada bisnis.
Read more info "ONH Naik, Dampak Spirit Bisnis Kapitalistik" on the next page :
Editor :Esti Maulenni