Gemar Ikut Pengajian Jadi Pelalai Urusan Rumah Tangga, Benarkah?

Foto ilustrasi. Sumber net.
Mantan Presiden RI ke 5 selalu saja membuat pernyataan yang mengundang kontroversi. Sebelumnya pernyataannya membahas tentang pasangan untuk cucunya supaya jangan mencari pasangan yang memiliki postur tubuh pendek. Megawati Soekarnoputri juga pernah menyatakan dirinya adalah manusia yang unik. Kali ini Ia menyinggung tentang ibu-ibu yang gemar ke pengajian.
Dikutip dari Republika.co.id (19/02/2023) Sebuah cuplikan pidato yang mengundang kontroversi di media sosial adalah Ketika Ketua Dewan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati Soekarnoputrimenjadi pemateri dalam Seminar Nasional Pancasila. Saat membahas masalah anak stunting. Dan mengaitkan dengan aktivitas pengajian yang dianggap menyita waktu sehingga lalai dalam mengurus anak. Sehingga menurutnya ibu-ibu harus pandai membagi waktu agar kebutuhan anak tercukupi dan tidak habis untuk pengajian saja.
Pernyataan ini tentu menuai kritik dari berbagai pihak. Meskipun Ia sudah mewanti-wanti supaya jangan dibully. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis langsung menanggapi pernyataan itu. Kiai Cholil menyampaikan bahwa ibu-ibu yang rajin ke pengajian tidak menelantarkan anak-anaknya. Karena waktu pengajian hanya sebentar. Karena menurutnya tidak ada ibu-ibu rajin pengajian menjadi bodoh dan tidak kreatif (Republika.co.id,19/02/2023).
Hal yang serupa dinyatakan juga oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Andi Nurpati bahwa pengajian tidak dilakukan setiap hari kadang sebulan sekali dalam pengajian terkadang membahas kesehatan. Menurutnya kenapa justru tidak membahas ibu-ibu yang dugem atau yang kerja fullday (Sindonews.com, 19/02/2023).
Pernyataan ini terkesan sinis dan menegaskan kurang pemahaman beliau terhadap ilmu agama. Jika dibandingkan dengan ibu-ibu yang pergi ke pengajian banyak juga ibu-ibu yang melalaikan anak karena sibuk bekerja. Asuhan diberikan kepada pembantu atau oranglain. Waktu utamanya habis untuk bekerja dan juga istirahat. Seorang ibu yang harusnya jadi sekolah pertama malah dibebani dengan mencari nafkah. Walaupun memang ada sebagian wanita yang bekerja bukan untuk mencari nafkah justru tujuannya karir. Akan tetapi dalam kapitalis sekuler disebut kemajuan atau emansipasi. Maka sungguh tak tepat pernyataan itu. Hanya karena sering pergi ke pengajian dianggap melalaikan anak. Tentunya tuduhan ini tak berdasar. Bahkan ini sebagai bentuk salah paham terhadap aktifitas menuntut ilmu agama, yang hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap muslim termasuk muslimah.
Rasulullah SAW bersabda,
Artinya: "Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim, dan siapa yang menanamkan ilmu kepada yang tidak layak seperti yang meletakkan kalung permata, mutiara, dan emas di sekitar leher hewan." (HR Ibnu Majah).
Dari hadis di atas jelas bahwa menuntut ilmu itu perintah dari Allah. Karena itulah kedudukan ilmu dalam Islam sangat mulia. Allah akan meninggikan derajat bagi orang yang memiliki ilmu. Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa yang menginginkan urusan dunia, maka wajiblah baginya berilmu. Dan barangsiapa yang ingin urusan akhirat (selamat di akhirat) maka wajiblah ia memiliki ilmu juga. Dan barangsiapa yang menginginkan keduanya, maka hendaklah ia memiliki ilmu tentangnya juga.” (HR Bukhari dan Muslim)
Urusan dunia maupun akhirat juga harus dipahami dengan ilmu. Sehingga sangat penting keberadaan pengajian atau majelis taklim sebagai tempat menimba ilmu. Dan menjadi tempat alternatif untuk memahami berbagai hukum Allah secara kaffah.Yang tentunya dibutuhkan dalam mengarungi kehidupan termasuk dalam urusan mendidik anak. Agar apapun yang manusia lakukan selalu dalam ridla Allah. Tanpa ilmu agama kehidupan dunia hilang keberkahannya.
Dalam majelis taklim atau pengajian orang akan mendapatkan ilmu wajib, yang justru tidak didapatkan di bangku sekolah yang memiliki kurikulum sekuler. Karena dalam sistem sekuler ilmu agama bahkan dianggap tak penting sehingga hanya diberi waktu 2 jam per minggu, bahkan juga diwacanakan untuk dihapus dari kurikulum. Dalam sistem sekuler nyatanya tidak berhasil mendidik generasi yang bermoral dan berakhlakul karimah. Orang cenderung individualis sehingga kepekaan terhadap orang lain berkurang.
Lewat pengajian justru bisa jadi jalan hidayah untuk perubahan akhlak seseorang. Dari yang awalnya buruk bisa menjadi baik. Dengan mengikuti majelis ilmu maka akan menambah wawasan tentang hukum-hukum yang berkenaan dengan kehidupan. Termasuk didalamnya tentang urusan pribadi, muamalah, pendidikan, pengurusan anak, pemerintahan, hak waris, rumah tangga, ekonomi dan sebagainya.
Pengajian adalah bagian dari kebutuhan naluri beragama setiap manusia. Menghadiri pengajian akan mendapat ketenangan bagi yang menginginkannya meskipun bukan itu tujuan utama mengaji. Justru semakin memudahkan periayahan ilmu bagi yang belum mendapatkannya secara intensif. Sehingga sampai kapanpun pengajian wajib untuk terus diadakan. Selain itu menjadi garda terdepan dalam dakwah dalam membina masyarakat agar semakin berkepribadian Islam.
Syariat Islam itu lengkap. Jika masyarakat enggan mengkaji bagaimana bisa tahu tentang ajaran agama. Bagaimana bisa mengenal Tuhannya? Inilah mengapa dalam negara Islam, mengkaji Islam secara kaffah itu diharuskan. Dan bagian dari program pembinaan kepribadian kepada setiap individu, yang terintegrasi dalam kurikulum dan kebijakan negara lainnya. Sehingga menghasilkan individu yang beriman dan bertakwa, serta taraf berpikir yang tinggi, dan memiliki kesadaran politik yang kuat. Salah satu bekal bagi para ibu untuk mendidik anaknya supaya menjadi muslim yang berkepribadian Islam calon pemimpin masa depan. Wallahu A'lam Bishawwab.
Penulis: Yuni Ummu Zeefde_Ibu Rumah Tangga
Editor :Esti Maulenni