Driver Ojol Merugi, Imbas Bisnis Kapitalistik

SIGAPNEWS.CO.ID - Seiring perkembangan zaman, berbagai aktivitas manusia kian mudah. Mulai dari berbelanja, bekerja, berjualan, bahkan untuk mencari makanan pun tanpa harus keluar rumah. Hanya bermodalkan handphone dan paket data, sudah dapat apa yang kita inginkan. Semuanya itu kita dapatkan dengan bantuan jasa ojek online (Ojol) tentunya.
Sudah tidak asing lagi, siapa sangka profesi yang kerap dipandang sebelah mata oleh sebagian orang ini, pada riilnya justru membantu aktivitas manusia menjadi mudah. Secara umum mungkin kita hanya tahu bahwa Ojol tersebut hanya mengantar barang, makanan ataupun mengantar penumpang saja. Tanpa faham bagaimana sulitnya mereka ketika melakukan pengantaran. Tak jarang pemilik pesanan melakukan kesalahan yang akhirnya bisa merugikan pihak ojol baik dari sisi waktu, uang, maupun tenaga para driver.
Belum lagi dihadapkan dengan berbagai aturan pemerintah yang mengharuskan mereka untuk mengikutinya. Hal ini berkaitan atas pemotongan komisi yang diterapkan aplikator terhadap para pengemudi (driver) ojek online. Pendapatan yang seharusnya semakin meningkat dan membaik, akan tetapi justru menurun bahkan memburuk ditambah lagi dengan penerapan aturan yang ada saat ini.
Seperti diketahui Keputusan Menteri Perhubungan (Menhub) No. 667/2022, menurunkan potongan komisi atau biaya sewa penggunaan aplikasi menjadi 15% dari sebelumnya 20%. Namun aturan tersebut diubah kembali melalui keputusan Menhub No. 1001/2022 hanya dalam waktu dua bulan kemudian.
Regulasi tersebut membuat kesejahteraan pengemudi tidak kunjung berubah menjadi lebih baik. Adapun perubahan aturan itu lebih mengikuti kemauan aplikator, ketimbang menyejahterakan mereka. Semua ini terjadi karena status mitra yang melekat pada driver ojol, sedangkan para aplikator terus berusaha meraih profit sebesar-besarnya dengan tidak mempekerjakan mereka sebagai status pekerja.
Kondisi ini menyebabkan para driver ojol mengalami ketidakpastian pendapatan. Pasalnya mereka tidak memiliki jaminan pendapatan bulanan seperti upah minimun yang layak. Atas sebab ini pengemudi ojol dipaksa untuk bekerja lebih dari delapan jam kerja, bahkan hingga 17 jam.
Fakta ini menyebabkan banyak pengemudi yang akhirnya meninggalkan aplikasi ini, karena dianggap melakukan praktik bisnis tidak adil. Sedangkan aplikator lebih fokus pada eksistensi bisnisnya daripada nasib pengemudi. Bahkan dari awal mereka tidak serius dalam mengembangkan SDM para pengemudinya. Adanya ledakan driver ojol baru yang cukup besar dianggap sekedar Turn Over Driver, sehingga tidak dipermasalahkan jika banyak yang keluar masuk, yang penting bisnis tetap jalan dan menghasilkan keuntungan besar.
Jelas tergambar, inilah watak kapitalisme yang berprinsip mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan biaya semurah-murahnya, tanpa memikirkan bagaimana dengan kesejahteraan mereka. Dengan menanggung beban hidup dan merasa terzalimi, kecewa, pada akhirnya para pengemudi ojol meninggalkan aplikasi itu dan memilih pekerjaan lainnya.
Inilah nasib bisnis yang dibangun tanpa fondasi kuat dan hanya memikirkan keuntungan sesaat, tanpa memperhatikan nasib mitra atau pekerjanya. Ironisnya, para penguasa di negeri ini lambat dalam meregulasi bisnis ini. Juga tidak mampu memberikan solusi apapun, bahkan tak peduli akan kesejahteraan masyarakat, termasuk para pengemudi ojol. Di manakah tanggung jawab negara dalam hal ini?
Dalam regulasi Islam, sistem kontrak kerja harus jelas, baik jumlah waktu, maupun gajinya. Seorang karyawan digaji Karena telah memberikan manfaat dari jasa yang telah ia lakukan. Apabila kewajiban para pekerja sudah dilakukan, maka pengusaha wajib menggaji dan tidak boleh terjadi ketidakjelasan. Misalnya, ada potongan-potongan yang jelas apabila mengakibatkan turunnya pendapatan para pekerja. Akad jelas inilah yang kemudian membuat bisnis menjadi berkah.
Di sisi lain negara berkewajiban melakukan asistensi pengawasan dan memenuhi kebutuhan hajat, hingga per individu masyarakat, sampai pekerja tidak mengandalkan gaji untuk memenuhi seluruh kebutuhan mereka.
Problem mengenai pengemudi ojol ini harus diselesaikan, menurut akad kerja dan tanggung jawab negara dalam pemenuhan kebutuhan hidup rakyatnya. Tentu semua itu akan terwujud dalam sistem Islam yang sempurna dan menyeluruh.
Dengan demikian tidak akan ada pihak yang merasa dirugikan. Dari sini, rakyat tidak lagi mengandalkan bekerja sebagai satu-satunya jalan untuk memenuhi seluruh kebutuhannya. Sudah tentu hal ini wajib adanya peran penting negara, yang menanggung kebutuhan pokok rakyat seperti, kesehatan, pendidikan, transportasi, keamanan, dan masih banyak lagi terkait dengan kesejahteraan umat. Masih ragukah untuk menerapkan sistem Islam?
Wallahu a'lam bishawab
Editor :Esti Maulenni