Izin Freeport Diperpanjang, SDA Terus Dinikmati Asing

SIGAPNEWS.CO.ID - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi memberikan perpanjangan waktu kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk mengekspor konsentrat tembaga sampai dengan Mei 2024 dari rencana sebelumnya yang akan disetop Juni 2023.
Perpanjangan izin ekspor itu diberikan merespons proyek pembangunan fasilitas pemurnian smelter PTFI di Gresik, Jawa Timur yang juga molor hingga tahun depan dari target selesai Desember 2023.
Menteri ESDM, Arifin Tasrif, menuturkan, pertimbangan pemerintah memperpanjang masa izin ekspor salah satunya karena progres pembangunan Smelter yang sudah mencapai 61 persen. Perpanjangan izin itu juga telah diputusakn melalui rapat bersama Presiden Joko Widodo.
"(Perpanjangan sampai) Mei 2024 dengan catatan. Ada hal-hal administratif yang kami siapkan lewat permen (peraturan menteri)," kata Arifin di Jakarta, Jumat (28/4/2023).
Dengan kata lain, pemerintah tak hanya sekadar memperpanjang izin namun akan ada konsekuensi administratif berupa denda yang akan dikenakan kepada Freeport.
Ia mengakui perpanjangan ekspor itu menabrak aturan dalam Undang-Undang Mineral dan Batu Bara di mana ekspor konsentrat tembaga dilarang mulai Juni 2023. Namun, Arifin menuturkan, pemerintah turut mempertimbangkan dampak pandemi yang berdampak pada molornya pembangunan proyek smelter Freeport.
"Ya, habis kita bagaimana? Kan, kita lihat kalau disetop juga yang kena disitu Freeport. Ini yang punya siapa? Kita (saham) 51 persen kemudian baru asing 49 persen," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, PT Freeport adalah salah satu perusahaan asing yang paling lama bercokol di Tanah Air. Menguasai secara luas tambang tembaga dan emas di Bumi Papua selama puluhan tahun. Izin/kontraknya terus diperpanjang setiap kali habis. Terakhir, harusnya habis pada tahun 2020. Namun demikian, perpanjangan ijin PT Freeport hingga tahun 2040.
Padahal Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah temuan terkait PT Freeport. Laporan hasil Pemeriksaan BPK menunjukkan adanya potensi kerugian Negara yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia. Termasuk kerusakan alam akibat perusahaan itu melanggar banyak ketentuan dalam pengelolaan tambang.
BPK menemukan minimal ada 14 poin pelanggaran yang dilakukan oleh PT Freeport. Nilai kerugiannya bisa mencapai Rp 185 triliun. Temuan tersebut di antaranya adalah kelebihan pembebanan biaya concentrate handling pada Freeport Indonesia selama periode 2013 hingga 2015. Akibatnya, ada kekurangan penerimaan royalti US$ 181.459,93.
Kemudian ada dampak pembuangan limbah operasional penambangan (tailing) di sungai, hutan, estuary dan ada yang telah mencapai kawasan laut. Nilainya mencapai Rp 185 triliun. Temuan lainnya, ada areal tambang PT Freeport yang masuk dalam kawasan hutan. Padahal perusahaan asal Amerika Serikat itu belum memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPH). Jadi, jika IPPKH terbit sebenarnya ada potensi penerimaan Negara Rp 33,85 miliar.
Read more info "Izin Freeport Diperpanjang, SDA Terus Dinikmati Asing" on the next page :
Editor :Esti Maulenni