Anak Indonesia Antara Asa dan Realita

Pada setiap momen peringatan HAN digelar beragam perhatian, dukungan, dan perlindungan diberikan secara simbolik, rutin dilakukan tiap tahun oleh berbagai pihak, seakan menjadi terkesan seremonial belaka.
Namun tidak ada hasil yang efektif dalam menangani masalah perlindungan terhadap anak. Seharusnya pemerintah mengevaluasi, serta mempunyai langkah strategis dan sistematis dalam mengatasi masalah ini.
Berbeda dalam Islam, yakni memiliki sistem sanksi yang tegas, adil, dan berefek jera. Setiap perbuatan yang melanggar syariat, termasuk bullying, kekerasan (menyakiti orang lain), termasuk tindakan kriminal, yang harus diberikan hukuman.
Jika pelakunya belum baligh, maka orang tuanya yang akan diberikan sanksi, sedangkan anak tersebut dibina dan dinasehati. Begitu pun pelaku kebebasan berekspresi akan diperlakukan hal yang sama.
Kemudian seluruh media akan diatur penyiarannya secara ketat, guna meningkatkan keimanan dan ketakwaan masyarakat, untuk berlomba-lomba dalam beramal sholih.
Islam telah mampu mendidik generasi untuk menjadi individu-individu yang beriman dan bertakwa. Generasi dibina sejak usia dini, agar memiliki kepribadian dalam setiap berfikir, dan bersikap selalu menerapkan standar Islam, yakni sesuai hukum syara.
Sebab setiap perbuatan yang dilakukan di dunia, pasti akan diminta pertanggungjawaban di akhirat kelak. Sehingga para remaja atau anak-anak, akan memiliki rasa takut, dan merasa diawasi dalam setiap aktivitasnya. Hal tersebut dipupuk guna mencegah berulangnya berbuat kemaksiatan.
Selain dari lingkup keluarga, masyarakat, juga harus ada peran negara yang menerapkan aturan tersebut, sehingga hak-hak anak akan terlindungi, alhasil akan terbentuklah generasi maju, tangguh, khairu ummah, yang mampu mencetak peradaban dunia.
Wallahua'lam bishowab.
Read more info "Anak Indonesia Antara Asa dan Realita" on the next page :
Editor :Esti Maulenni