Karhutla, Kebijakan Negara Kalah Dengan Kepentingan Kapitalis

Karhutla (Kebakaran Hutan dan Lahan) kembali terjadi, membawa dampak kerugian kesehatan dan ekonomi. Sayangnya, tindakan pemerintah tidak menyentuh persoalan mendasar.
Diberitakan dari Selasa Riau, Pekanbaru - Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang terjadi di Provinsi Riau mencapai 1.060,85 hektare. Angka luas Karhutla tersebut dihimpun selama periode Januari hingga Juli 2022. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau, Edy Afrizal, Jumat, 5 Agustus 2022. (m.kumparan.com, 05/08/2022).
Negara Kalah Dengan Kepentingan Kapitalis
Kebakaran hutan adalah masalah yang serius dan bisa memberikan dampak yang besar bagi ekosistem. Menurut U.S. Fire Service terjadi lebih dari 700 kebakaran hutan setiap tahunnya dan membakar lebih dari 7 juta hektar lahan.
Angka ini terus meningkat seiring dengan pemanasan global yang membuat masalah ini tidak bisa dianggap remeh lagi. Api yang berkobar bisa mencapai suhu lebih dari 1.000 derajat Celcius. Tinggi apinya bisa mencapai 50 meter.
Kecepatan penyebarannya hingga dua kali lipat kecepatan manusia berlari. Bisa dibayangkan betapa sulit untuk menghentikan api ini jika terjadi. Dilansir dari Earth Eclipse, terdapat dua macam penyebab kebakaran hutan, yaitu akibat ulah manusia dan kejadian alam.
Dengan 90 persen kebakaran disebabkan oleh ulah manusia, seperti rokok, perkemahan api unggun, membakar sampah, kembang api, penggunaan api untuk persiapan lahan, illegal logging, dan perambahan hutan.
Laporan Bank Dunia, memperkirakan bahwa kerugian ekonomi mencapai 16 Milyar US Dollar atau setara 1,8% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2015. Angka tersebut cukup fantastis dan besar sehingga memerlukan semacam koreksi bagaimana gambut yang seharusnya dilindungi bisa dioptimalkan fungsinya.
Ada beberapa langkah korektif yang dilakukan pemerintah untuk mencegah kebakaran di lahan gambut, diantaranya merevisi dan menerbitkan regulasi untuk memberikan perlindungan gambut berkelanjutan, mendorong dan membina para pemegang izin untuk terus melakukan pemulihan pada areal kerjanya di wilayah gambut.
Membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG) untuk mempercepat restorasi gambut yang terdegradasi di 7 provinsi, memberikan sosialiasi dan edukasi secara masif kepada masyarakat, serta memfasilitasi Pemerintah Daerah (Pemda) dan masyarakat dalam melakukan pemulihan ekosistem gambut.
Namun, ini semua merupakan upaya yang tidak memberikan dampak baik secara signifikan. Kebijakan ini tidak menitikberatkan pada dampak ketika terjadinya kebakaran, sehingga kebakaran yang terjadi baik faktor alam maupun manusia sendiri menjadi agenda tiap tahun.
Karhtula yang terus terulang memberikan dampak kerugian begitu komplek diantaranya kesehatan serta ekonomi. Akan tetapi, tindakan pemerintah dalam mengatasi hal ini tidak sampai menyentuh persoalan mendasar, melainkan yang nampak yaitu kepentingan kaum kapitalis yang mengeruk untung dari "petak umpet" kebakaran hutan. Karena dianggapnya bahwa membakar hutan adalah cara praktis dalam meraup untung. Pasalnya, cara seperti inilah menekan biaya pembukaan lahan, sebab dianggap murah ketimbang membuka lahan dengan cara yang biasa.
Seharusnya, ketika didapati kasus karhutla ini apalagi jika penyebabnya adalah ulah manusia itu sendiri, entah karena unsur kesengajaan maupun adanya kepentingan untuk mengeruk keuntungan, haruslah tetap diberikan sanksi yang tegas hingga efek jera.
Padahal kita melihat, jika kualitas udara semakin menurun akibat kebakaran hutan, tidak menutup kemungkinan kesehatan masyarakat semakin menurun. Kondisi fisik juga semakin lemah dan tidak produktif. Bagi ibu hamil, dapat meningkatkan potensi hipoksia atau kekurangan pasokan oksigen dalam darah.
Bisa dibayangkan, jika anak-anak yang merupakan cikal bakal generasi penerus bangsa lahir dalam kondisi lemah fisik dan mental. Tentu saja kekuatan negara berbanding lurus dengan kualitas generasi muda.
Negara Butuh Sistem Islam
Islam sangat memperhatikan kesehatan, karena merupakan nikmat tertinggi setelah iman. Rasulullah saw., bersabda, “Mintalah oleh kalian kepada Allah ampunan dan kesehatan. Sesungguhnya setelah nikmat keimanan, tidak ada nikmat yang lebih baik yang diberikan kepada seseorang selain nikmat sehat”. (HR. Hakim)
Individu dan masyarakat sehat hanya terwujud melalui perumusan strategi yang tepat. Negara sebagai pemangku kebijakan, sangat berperan penting dalam mewujudkan kesehatan masyarakat.
Sebagai pemiliki otoritas, perawatan atas kesehatan masyarakat tidak dinilai dari anggaran tahunan atau aspirasi politik melainkan berdasarkan pada hak yang diberikan Allah subhanahu wa ta'ala. Sementara jaminan negara terhadap kesehatan individu dan masyarakat merupakan wujud atas ketaatan penguasa kepada syariat-Nya.
Negara harus tegas dalam menangani masalah kabut asap ini. Tidak membiarkan para korporasi yang memiliki hak konsesi melakukan pembakaran hutan yang berakibat fatal dan mengancam jiwa masyarakatnya.
Sebagai perisai dan penjaga masyarakat, seharusnya negara lebih mementingkan kebutuhan rakyat—dalam hal ini kesehatan—dibanding memenuhi kepentingan dan keinginan para kapitalis.
Jelas sudah akar permasalahan yang menjadikan persoalan keganasan kabut asap ini akibat tidak diterapkannya sistem kehidupan Islam. Kapitalismelah biang kerok tragedi ini.
Keinginan untuk menguasai sumber daya dan memperkaya negara-negara penjajah masalah utamanya. Berbeda dengan Islam yang sangat memperhatikan keseimbangan alam. Karena berdampak pada kesehatan manusia dan normalisasi fungsi ekologi yang sangat dibutuhkan dunia.
Sistem Islam yang terwujud dalam Khilafah, membentangkan jalan luas menuju kesejahteraan dan kemuliaan umat secara universal. Menyediakan ruang yang sehat dan kondusif bagi perkembangan bayi dan generasi. Memudahkan ibu dalam merawat kandungannya tanpa khawatir terganggu kesehatan dan mahalnya biaya persalinan.
Sistem Islam juga dapat menghapuskan bentuk kedzaliman akibat keculasan dan keserakahan penguasa akibat diterapkannya sistem kapitalisme dari muka bumi ini. Digantikan dengan sistem sempurna yang berasal dari dzat yang Maha Sempurna, yaitu Allah subhanahu wa ta'ala. Sistem inilah yang harus diperjuangkan. Khilafah Islamiyah. Wallahua’lam bishawwab.
Editor :Esti Maulenni