Tragisnya Tragedi Kanjuruhan, Adakah Solusi Tepat Sasaran?

Foto ilustrasi. Sumber net.
Stadion Kanjuruhan, menjadi saksi bisu peristiwa mematikan di laga pertandingan Arema FC Vs Persebaya. Sabtu, 1 Oktober 2022 menjadi malam kelabu bagi Indonesia. Pertandingan sepakbola berakhir tragis karena kericuhan yang terjadi, mengakibatkan ratusan orang meregang nyawa dan luka-luka.
Tragedi Kanjuruhan, menjadi duka kita sebagai rakyat Indonesia. Peristiwa tersebut membawa luka mendalam, tidak hanya masyarakat pada umumnya, namun bagi keluarga korban tentunya. Nyawa manusia seakan tak ada harganya, di tengah laga pertandingan bak arena peperangan.
Kerusuhan maut di stadion Kanjuruhan Malang, yang menelan korban 129 jiwa diduga adanya unsur kelalaian. Di mana panitia pelaksana Arema FC disebut-sebut mengabaikan usulan aparat kepolisian, terkait laga pertandingan tersebut melawan Persebaya Surabaya.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan, sebelum pertandingan digelar sejumlah pihak sudah menyampaikan usulan antara lain, pertandingan dianjurkan pelaksananya sore, bukan malam hari. Selain itu, aparat keamanan juga meminta agar jumlah penonton disesuaikan kapasitas stadion, yakni berjumlah 38.000 orang.
"Tapi usul-usul itu tidak dilakukan oleh panitia yang tampak bersemangat. Pertandingan tetap dilangsungkan malam, dan tiket yang dicetak jumlahnya 42.000" ujar Mahfud dalam keterangannya pada Kompasiana.Com (Minggu, 2/10/2022).
Hal tersebut juga ditegaskan Mahfud, bahwa tragedi Kanjuruhan bukanlah bentrokan antar suporter. Melainkan meninggal akibat desak-desakan, saling himpit, terinjak-injak, sesak nafas dan tidak ada pemukulan ataupun penganiayaan antar suporter.
Selain itu Mahfud menyampaikan, pemerintah menyesali dan turut berbelasungkawa atas tragedi ini. Untuk keluarga korban diminta bersabar dan terus berkordinasi dengan aparat dan petugas pemerintah di lapangan. Cukupkah dengan solusi demikian? Seluruh lapisan masyarakat berharap ada penanganan tepat dan tuntas dalam hal ini.
Negara sudah seharusnya bertanggung jawab dalam menjaga dan memelihara jiwa setiap warganya, serta mencegah segala hal yang membahayakan dan mengancam jiwa manusia. Dalam sistem kapitalis sekuler seperti saat ini, negara sering gagal dalam melindungi kehormatan serta nyawa rakyatnya. Terlebih jika pelakunya aparat pemerintah, hukum sering dipermainkan, pelaku dihukum ringan, bahkan dibebaskan.
Dalam kasus Kanjuruhan ini misalkan, banyaknya penonton yang meninggal, juga luka-luka akibat penggunaan gas air mata oleh aparat negara. Serta tindakan aparat keamanan brutal dan kasar dalam mengamankan kericuhan di stadion, bukti nyata lambatnya penanganan pemerintah dalam mengambil keputusan. Masih berharapkah dengan sistem saat ini?
Dalam sistem Islam membolehkan berolahraga dalam menjaga kesehatan, kebugaran dan keterampilan bagi kaum muslim. Namun, tidak dibenarkan permainan yang menimbulkan kesia-siaan. Allah Swt berfirman, "Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." ( QS. Ali-Imran, 3:185)
Islam mengarahkan umat terlibat dalam kegiatan produktif yang memberikan manfaat di dunia dan akhirat, seperti menimba ilmu pengetahuan, tsaqofah Islam, berdakwah dan berjihad di jalan Allah. Negara juga menganjurkan olah raga yang memberikan keterampilan bagi kaum muslim untuk bekal jihad.
Dalam setiap pelaksanaan kegiatan olah raga, peran negara sangat penting untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi penikmatnya. Fungsi aparat keamanan adalah mengayomi dan memberi perlindungan kepada rakyat, bukan malah memberi rasa takut, bertindak kasar bahkan keras. Tragedi Kanjuruhan memberi pesan penting bagi kita semua, bahwa tidak layak nyawa melayang hanya karena permainan (sepak bola).
Wallahu a'lam bishawab
Editor :Esti Maulenni