Kegagalan Negara Dalam Menjaga Stabilitas Harga Kebutuhan Pokok

foto ilustrasi. net
Harga sejumlah komoditas bahan pangan pokok naik seperti cabai, minyak goreng, gula pasir kualitas premium, dan daging ayam ras segar. Kenaikan tersebut terjadi 20 hari jelang bulan puasa atau Ramadan.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, rata-rata harga cabai merah besar secara nasional mencapai Rp 42.200 per kilogram, pada Jumat (3/2). Angka tersebut naik dibandingkan pada bulan lalu yang mencapai Rp 36.250 per kg. Sementara rata-rata harga cabai rawit hijau juga naik yang mencapai Rp 48.700 per kilogram.
Harga Minyak Goreng dan Daging Ayam Naik. Sementara itu, untuk rata-rata harga minyak goreng bermerek mencapai Rp 21.750 per kilogram pada Jumat (3/2). Angka tersebut naik dibandingkan posisi bulan lalu yang mencapai Rp 20.100 per kilogram.
Tak hanya komoditas cabai dan minyak goreng bermerek, gula pasir kualitas premium juga mengalami kenaikan harga. Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional atau PIHPS rata-rata harga nasionalnya mencapai Rp 15.900 per kilogram.
Angka tersebut naik tipis dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai Rp 15.850 per kilogram.
Sedangkan untuk rata-rata harga daging ayam ras segar secara nasional mencapai Rp 33.800 per kilogram. Angka tersebut naik dibandingkan posisi bulan lalu yang mencapai Rp 34.100 per kilogram. Rata-rata harga daging ayam ras segar tertinggi yakni berada di Nusa Tenggara Timur yang mencapai Rp 45.500 per kilogram. Sedangkan untuk rata-rata harga terendah berada di Gorontalo yang mencapai Rp 21.450 per kilogram. Harga daging ayam ras segar di DKI Jakarta, rata-rata harganya mencapai Rp 35.150 per kilogram.
Seolah sudah tradisi, harga menjelang ramadhan dan hari besar agama selalu naik.
Akibatnya rakyat kesusahan dalam mendapatkan bahan kebutuhan pokok. Negara seharsnya melakukan upaya antisipasif agar tdk ada gejolak harga dan rakyat mudah mendapatkan kebutuhannya.
Di sisi lain, ada pihak yang bermain curang dengan menimbun atau memonopoli perdagangan barang tertentu. Fenomena yang terus terjadi ini sejatinya menunjukkan kegagalan negara dalam menjaga stabilitas harga dan menyediakan pasokan yg cukup sesuai kebutuhan rakyat.
Harga Tidak Stabil Buah dari Kebijakan Kapitalis Neoliberal
Menurut Taufik pula, gejolak harga pangan disebabkan oleh tiga faktor :
Faktor pertama adalah cuaca dan iklim yang semakin tidak terprediksi. Faktor ini menjadi penyebab munculnya faktor kedua.
Faktor yang kedua adalah hambatan logistik, karena cuaca buruk bukan hanya mengakibatkan gagal panen, tetapi juga menghambat penyaluran komoditas di pasar.
Faktor ketiga adalah distribusi yang panjang, inilah yang menjadi fokus KPPU, karena diduga menjadi penyebab harga yang tidak simetris.
Namun demikian, menurut pengamat kebijakan pangan Emilda Tanjung, permasalahan utama pertanian yang berimbas pada gejolak harga pangan adalah penerapan sistem ekonomi yang kapitalistik neoliberal.
Sistem inilah yang menjadikan peran negara dibuat seminimal mungkin, sehingga kebijakan yang dihasilkan sering kali tidak pro rakyat dan cenderung berpihak pada korporasi.
Ketiga faktor di atas adalah masalah teknis yang bersumber dari masalah utama. Seperti apa yang disampaikan pengamat kebijakan publik Rini Syafri bahwa, faktor terbesar yang menyebabkan cuaca dan iklim tidak stabil adalah kegiatan korporasi seperti penambangan dan penebangan hutan. Kebebasan kepemilikan yang menjadi aturan dalam sistem ini menjadikan korporasi bebas.
Bebas melakukan apa pun, tak peduli merugikan rakyat banyak atau tidak. Sehingga, jika tidak ada kerusakan lingkungan oleh aktivitas korporasi yang dilegalisasi, masalah cuaca dan iklim (yang merupakan masalah dunia) akan teratasi.
Dari sini pula permasalahan gagal panen dan terhambatnya penyaluran komoditas akibat cuaca dan iklim bisa selesai.
Faktor ketiga pun yaitu panjangnya distribusi tidak akan selesai manakala pemerintah tidak hanya bertindak sebagai regulator semata, tapi sebagai pengurus umat yang harus memastikan bahwa pangan sampai pada umat per individu.
Maka, wajar saja problem pangan tak berkesudahan, lantaran negara memposisikan diri sebagai regulator, sedangkan operatornya adalah korporasi. Ini menyebabkan terciptanya kapitalisasi korporasi pangan yang semakin menggurita dan tak terkendali.
Mulai dari kepemilikan lahan, penguasaan rantai produksi distribusi, hingga kendali harga pangan, semua dikuasai korporasi.
Kapitalisme Ciptakan Distorsi Pasar
Negara yang mengadopsi sistem kapitalisme kerap fokus pada produksi dan mengabaikan distribusi.
Sistem ini menjadikan harga sebagai satu-satunya pengendali distribusi. Artinya, setiap orang diperlakukan sama dan dipaksa berjuang bersama untuk mendapatkan bahan makanan dengan cara membeli, tidak ada mekanisme lain kecuali dengan cara membeli.
Namun, ini adalah realitas sistem pasar bebas yang tak menghendaki campur tangan negara dalam distribusinya. Wajar saja distribusi pangan menjadi buruk. Realitas lain dalam mekanisme pasar bebas adalah selalu terjadi masalah distorsi pasar yang akan menyebabkan ada pihak-pihak yang terzalimi dan pihak yang menzalimi.
Peran Negara dalam Menjamin Kebutuhan Warga
Islam memposisikan negara sebagai pengatur urusan umat, bukan sekadar regulator yang memfasilitasi korporasi berjual beli dengan rakyat.
Pemerintah wajib menjamin seluruh kebutuhan umat dan melindunginya dari segala macam bahaya, termasuk disrupsi pasar. Peran distribusi yang utama justru ada di tangan pemerintah.
Jika ada individu-individu yang membutuhkan pangan dan tidak mampu mengaksesnya lantaran miskin atau cacat atau lainnya, atau tidak ada satu pun kerabat yang mampu memenuhi nafkah mereka, maka negara akan hadir dan menjamin seluruh kebutuhan pokok mereka.
Bukan hanya pangan, tapi seluruh kebutuhan pokoknya yakni sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan, semuanya dijamin oleh negara.
Selain itu, negara wajib memastikan mekanisme pasar sesuai dengan syariat. Kuncinya adalah penegakan hukum ekonomi Islam terkait produksi, distribusi, perdagangan, dan transaksi.
Negara wajib menghilangkan distorsi pasar seperti penimbunan, penaikan atau penurunan harga yang tidak wajar untuk merusak pasar, penipuan, rekayasa dalam permintaan dan penawaran, pasokan barang, tekanan dan keterpaksaan, dan sebagainya dari kedua belah pihak.
Peran Negara dalam Menciptakan Keadilan Pasar
Islam telah memerinci peran negara dalam menjaga terwujudnya perdagangan yang sehat.
Pertama, larangan ta’sir (taksir). Ini adalah larangan bagi pemerintah untuk mematok harga, baik harga batas atas (ceiling price), maupun harga batas bawah (floor price). Alasannya, karena akan menyebabkan kezaliman pada penjual atau pembeli. Sementara, Islam melindungi kedua belah pihak, yaitu pembeli dan penjual dengan secara bersama
Sungguh, peran negara yang dominan dan berpihak pada umat akan membuat rakyat sejahtera. Sebab, negara telah menjamin kebutuhan pokok rakyatnya. Umat akan menjalani ibadah di bulan Ramadan ini dengan khusyuk tanpa dibebani ketakutan tak mampu membeli bahan makanan.
Sungguh, hanya syariat Islam dalam bingkai daulah Khilafah yang mampu mewujudkan ketenangan di bulan Ramadan.
Wallahua'lam bishawab.
Editor :Esti Maulenni