Miris, Bahan Kebutuhan Pokok Rakyat Ber-SNI Sukarela

SIGAPNEWS.CO.ID - Dilansir dari Tempo.co, 25 Desember 2022, dalam laporan terbarunya “ Indonesia Economic Prospects December 2022” Bank Dunia menyebut, harga beras Indonesia termasuk paling tinggi di Asia Tenggara. Beras sebagai makanan pokok penduduk di Asia Tenggara ini memang beragam jenis dan kualitasnya. Seperti misalnya Indonesia, memiliki ketentuan tentang standar kualitas beras sendiri yaitu acuan mutu beras melalui SNI 6128:2015, kemudian diperbaharui dengan SNI 6128:2020.
Namun mirisnya, sebagaimana dilansir dari pertanian.go.id, SNI beras di Indonesia ini bersifat sukarela atau tidak wajib. Bank Dunia menilai salah satu penyebab tingginya harga beras adalah kebijakan pembatasan perdagangan seperti tarif impor, monopoli impor BUMN untuk komoditas utama, serta kebijakan harga pembelian minimum di tingkat petani. Menanggapi penilaian Bank Dunia ini, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan tidak tahu dari mana Bank Dunia mengambil data dan kapan, sebab jika saat ini harga beras sedang naik lantaran petani sedang tidak panen.
Dan Menteri Yasin pun mengatakan stok beras di masyarakat masih cukup, yaitu sebanyak 60 persen dari total pasokan beras yang ada di dalam negeri, dan kita pun tahu, stok mencukupi ini juga berasal dari impor beras oleh pemerintah terus berlanjut hingga Februari 2023.
Kapitalisme Cetak Pemimpin Cari Untung Saja
Kalau ada iklan minyak penghangat badan dengan slogan “ Buat anak kog coba-coba” mirip sekali dengan kualitas pelayanan penguasa terhadap rakyat hari ini, dimana standar SNI produk, yang berarti menyangkut kualitas barang baik atau buruknya masih sukarela, artinya mau diurus atau tidak, diupayakan atau tidak bukan urusan negara. Sangat jelas menunjukkan perlindungan negara atas bahan pangan rakyat tidak serius, padahal beras adalah bahan makanan pokok rakyat Indonesia.
Semua ini menggambarkan lemahnya mekanisme negara dalam menjaga keamanan pangan dan kemudahan dalam mengakses kebutuhan pokok rakyat. Siapa lagi biangnya jika bukan kapitalisme yang tegak di atas asas sekulerisme, pemisahan agama dari kehidupan. Segala sesuatu diukur atas dasar penilaian manusia, padahal sebagai muslim sejatinya setiap amal penilaiannya adalah Allah SWT, sudah sesuaikan atau belum dengan Syariatnya.
Jika beras adalah salah satu makanan pokok rakyat, semestinya negara menjamin rakyat mudah mengaksesnya. Selain kuantitasnya banyak, juga kualitasnya yang premium , aman dan terbaik untuk dikonsumsi. Negara semestinya mendorong setiap produsen beras untuk mendaftarkan produknya agar sesuai dengan SNI. Ketua Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (PERPADI), Soetarto Alimoeso perlindungan negara atas bahan pangan rakyat tidak serius, padahal beras adalah makanan pokok rakyat. Menjadi kewajiban negara untuk menjamin ketersediaan beras dengan kualitas terbaik
Pemimpin Bertakwa, Periayah Rakyat Terbaik
Sungguh berbeda dengan periayahan rakyat dalam sistem Islam, para pemimpinnya peduli kepada rakyat karena inilah tugas utama negara yang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah. Kepemimpinan dalam sistem hari ini yang tidak berlandaskan syariat justru mematikan fungsi pemimpin yang seharusnya. Pemilik sesungguhnya dalam sistem ini adalah pemilik modal, dan negara hanya sebagai pengatur atau regulator kebijakan para korporat.
Sebagai hasilnya para mafia beras masih leluasa memonopoli pasar, termasuk mengendalikan harga-harga berbagai produk kebutuhan pokok masyarakat agar mereka memperoleh keuntungan besar. Di sisi lain, peraturan SNI masih sangat longgar, sehingga produk beras baik yang masuk di pasar tradisional maupun modern tidak bisa diawasi apakah sesuai standar atau tidak. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sebagai salah satu alat negara juga mandul. Seringnya mereka mengawasi di saat menjelang hari besar seperti hari raya dan tahun baru. Tak ada pemeriksaan berkala dan bermuatan hukum. Lagi-lagi kalah dengan produk hukum negara lainnya.
Read more info "Miris, Bahan Kebutuhan Pokok Rakyat Ber-SNI Sukarela" on the next page :
Editor :Esti Maulenni