Apakah UU Perampasan Aset Pejabat Menyentuh Akar Permasalahan Korupsi?

SIGAPNEWS.CO.ID - Di tengah berbagai krisis yang melanda, korupsi menjadi momok yang mengerikan bagi perekonomian masyarakat. Bukan hanya krisis secara material, korupsi seolah menunjukkan wajah buruk dari kondisi moral yang kritis negeri ini.
Betapa banyak penderitaan hidup yang dialami mayoritas rakyat karena tingkah laku bejat dan tak bertanggung jawab dari para pejabat, tokoh, dan kalangan lainnya yang tega melipat dan menggunakan harta rakyat seenaknya meski bukan miliknya. Walhasil kekayaan hanya berputar di lingkaran para pejabat/penguasa, anggota dewan, ASN, dan pengusaha skala besar tanpa mampu menyentuh masyarakat kecil yang benar-benar membutuhkan.
Berbagai upaya dan hukum tindak pidana telah dirancang dan diundang-undangkan, tetapi tetap saja tak mampu membendung gelombang korupsi dan lahirnya koruptor-koruptor baru yang menggurita.
Sebagaimana yang diketahui, pemerintah sedang menggaungkan kembali undang-undang perampasan aset-aset pejabat yang melakukan flexing (pamer barang mewah) atau terindikasi melakukan korupsi di lembaga-lembaga pemerintahan terutama yang dianggap menjadi lahan basah bagi para koruptor sebagai upaya pencegahan korupsi.
Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Ketua Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), sekaligus Menkopolhukam Mahfudz MD, pada saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang meminta agar DPR mendukung kehadiran UU Perampasan Aset, meski pada awalnya mendapatkan penolakan dari anggota sidang dikarenakan terdapat syarat-syarat tertentu untuk bisa melakukan perampasan aset, yaitu jika di antaranya aset tersebut adalah hasil kejahatan, dan memang perampasan tersebut bisa dilakukan hanya setelah diputuskan oleh persidangan. (news.republika.co.id, 01/04/2023)
Memang sangat sulit bagi kita saat ini membedakan orang baik dan orang jahat, orang jujur dan suka mencuri, karena sistem yang ada membuka peluang bagi banyak orang untuk berniat dan berkesempatan untuk berbuat buruk dan tercela bahkan secara bersama-sama.
Sistem sekuler kapitalisme yang menguasai manusia saat ini, dasar dan tujuan yang ada padanya bersifat rusak dan merusak. Dasar sistem yang dibangun berdasarkan pengingkaran terhadap keberadaan Sang Pencipta menjadi akar masalah kehidupan. Sebab, siapa pun tak kan lagi punya dorongan rohani agar takut terhadap kejahatan yang ia lakukan. Juga karena tujuan dari sistem kapitalisme adalah pencapaian materi/keuntungan sebesar-besarnya, maka wajarlah jika manusia begitu ambisius mengumpulkan harta meski dengan cara apa pun karena bagi mereka harta adalah sumber kebahagiaan.
Perampasan aset yang diperkirakan mampu melawan korupsi, perlu dikaji ulang keefektifan dan keefisienannya. Bisa jadi perampasan yang dilakukan tidak tepat sasaran karena aset yang ada merupakan murni hasil usaha, bukan hasil korupsi. Kegiatan perampasan aset pun membuka peluang bagi para pejabat yang lihai untuk terhindar dari jerat hukum karena prosedur dan regulasi hukum yang lama sebelum terjadi perampasan aset. Walhasil korupsi tetap saja menjamur.
Islam senantiasa memberikan solusi nyata baik preventif maupun kuratif. Dalam Islam, menanamkan akidah yang kuat sangat penting bahwasannya Allah Swt. Maha Melihat dan Mengetahui segala niat baik yang terucap maupun dalam hati. Juga pengetahuan tentang syariat terkait halal dan haram akan menuntunnya untuk tidak berbuat maksiat termasuk mencuri harta rakyat.
Selain itu kontrol sosial dari masyarakat yang beriman meniadakan korupsi berjemaah yang selalu terjadi saat ini. Selain itu secara kuratif, Islam senantiasa memiliki sistem yang konsisten dalam hal evaluasi, kontroling, auditing berbagai kekayaan pejabat tanpa mengganggu harta yang memang dihasilkan dari pekerjaan lain di luar jabatan secara adil. Jika pun ada yang masih saja korupsi, Islam akan memberi sanksi yang tegas dan memberi efek jera kepada siapa saja tanpa pandang bulu.
Sebagaimana dalam surat Al-Maidah ayat 38 yang artinya, “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah Swt. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."
Hal senada disabdakan Rasulullah Saw. bahwasannya, “Demi Allah, jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR Bukhori no 6788 dan Muslim No. 1688).
Wallahualam bissawab.
Hani Iskandar - Ibu Pemerhati Umat
Editor :Esti Maulenni