Tambah Durasi, Korupsi Menjadi

SIGAPNEWS.CO.ID - Di negeri ini, korupsi tampak begitu menggurita. Semua lini tak lepas dari yang namanya 'nilep dana' untuk masuk kantong sendiri. Sedih dan miris sekali melihat para jabat pemerintahan yang melakukan aksi tersebut. Sebagaimana KPK telah mencatat sepanjang 2015-2022, korupsi dana desa berkisar 601 kasus dengan 686 tersangka. Sedangkan Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2022 mencatat ada 155 kasus rasuah di sektor dana desa dengan 252 tersangka. Yang lebih mengagetkan adalah tersangkanya ternyata pimpinan tertinggi di desa, yaitu kepala desa. (tirta.id, 30/06/2023)
Melihat fakta di atas, itu bagian kecil dari persoalan masyarakat. Ternyata, kepemimpinan pada skala desa dihadapkan dengan adanya tuntutan perubahan masa jabatan kepala desa. Yang bermula 6 tahun masa jabatan berubah menjadi 9 tahun. Mereka menyampaikan bahwa tuntutan perpanjangan masa jabatan dikarenakan adanya gesekan serta masalah saat pemilihan kepala desa. Seperti adanya persaingan antar calon kepala desa dan rakyat pendukung. Hal ini jelas akan berdampak pada pembangunan desa yang akhirnya 'makrak' atau terbengkalai. Dengan ditambah masa jabatan tadi, maka persoalan yang muncul akan dapat diatasi dengan baik dan pembangunan desa berjalan lancar.
Tuntutan tersebut telah direspon oleh DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Respon yang ada adalah positif dan DPR sendiri memberikan usulan untuk merevisi UU Desa menjadi Prolegnas prioritas.
Melihat tuntutan serta alasan yang disampaikan untuk perpanjangan masa jabatan kepala desa bukan merupakan solusi atas terbengkalainya pembangunan desa. Hal itu terjadi karena program yang dijalankan tidak direncanakan dengan baik dan sungguh-sungguh. Karena jika kita melihat saat kampanye sebelum pemilihan kepala desa, para calon begitu semangat dan antusias menyampaikan segala sesuatu termasuk program yang akan dijalankan ketika menjabat kelak. Begitu manis janji-janji yang disampaikan kepada masyarakat, namun yang terjadi adalah sangat berkebalikan. Itu semua tak lain karena sistem yang diterapkan saat ini. Kapitalisme yang begitu mengakar kuat telah merasuk dalam tubuh kaum muslim. Fatalnya adalah membuat pola pikir dan sikap mereka akhirnya condong pada sistem tersebut. Mengumpulkan pundi-pundi dana menjadi sesuatu yang lumrah di masyarakat ketika sebagai pejabat pemerintah. Tak kecuali pada jabatan kepala desa. Di sana banyak sekali lahan basah yang nantinya mampu membawa keuntungan bagi si pejabat itu sendiri. Ini sudah menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat.
Sehingga yang terjadi adalah mereka berlomba untuk menjadi orang nomor satu di suatu wilayah (desa) tadi. Dengan berbagai macam usaha dilakukan, termasuk memberikan janji-janji manis untuk perkembangan desa agar lebih maju. Tak lupa iming-iming kesejahteraan serta pelayanan prima pasti keluar dari mulut para calon kepala desa. Dengan iming-iming dan janji manis tersebut, hati siapa yang tak terpaut? Tentulah masyarakat termakan akan hal tersebut.
Di sisi lain, kepala desa yang terpilih tentunya telah mengeluarkan dana yang tidak sedikit. Untuk kampanye, belum lagi bagi-bagi untuk pendukung (seperti membuat kaos, payung, selebaran, sembako, dan yang lainnya). Melihat dari sisi pengeluaran, tentunya kepala desa akan berpikir keras bagaimana caranya agar dana yang telah dikeluarkan bisa 'balik modal' atau malah bisa menambah keuntungan. Akhirnya, korupsi yang dilakukan agar mampu mengembalikan uang yang dikeluarkan tadi. Sunat dana sana-sini, 'nilep' dana pembangunan desa, dan yang lainnya. Jika kita pikirkan dengan bijak, maka akan didapati bahwa 'mangkraknya' pembangunan desa bukan karena durasi atau masa jabatan yang sedikit. Semua itu terjadi karena dana yang ada telah dikorupsi oleh orang nomor satu di desa tersebut.
Akan berbeda ketika sistem yang diterapkan dalam kehidupan manusia adalah Islam. Dengan adanya keimanan yang kokoh serta akidah yang kuat tertancap dalam diri muslim maka akan menghasilkan pola pikir dan sikap yang sejalan, yaitu Islam juga. Termasuk juga dalam hal jabatan, maka jika seorang muslim diberikan amanah tersebut tentu menjalankan dengan penuh tanggung jawab, maksimal, sungguh-sungguh, berpikir keras, dan lainnya. Artinya, kaum muslim memandang bahwa sebuah amanah atau jabatan tadi bukan menjadi 'aji mumpung' bagi mereka untuk menumpuk harta, akan tetapi lebih dari itu. Mereka menganggap bahwa jabatan itu adalah sebuah tanggung jawab yang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di Yaumil akhir. Dan tak lupa, begitu berat hisab yang akan diberikan jika tidak melaksanakannya dengan baik dan benar. Itu menjadi kunci utama bagi muslim jika diberikan amanah. Sehingga berupaya dengan sekuat tenaga untuk melaksanakannya serta tak lupa membuat kemaslahatan umat itu menjadi nyata.
Berbicara terkait dengan korupsi, maka tak akan pernah terjadi ketika Islam diterapkan. Karena itu merupakan salah satu aktivitas tercela dan Allah Swt. melarang hal tersebut. Apalagi itu termasuk sebuah dosa, maka tentu akan dijauhi. Kemudian soal program yang akan dilakukan maka pejabat sebagai contoh kepala desa tadi, ketika ia seorang muslim maka akan menyampaikan program yang benar-benar dibutuhkan oleh desa tersebut. Tidak menyampaikan program yang asal-asalan. Program yang ada sesuai dengan kebutuhan desa. Termasuk masalah anggaran dana, maka akan diperhitungkan dengan detail dan teliti berapa banyak yang diperlukan. Dengan begitu, maka insyaAllah program akan berjalan dengan baik dan tujuan untuk kemaslahatan umat akan tercapai. Sehingga tak perlu lagi menambah durasi jabatan agar program bisa dijalankan.
Begitulah seharusnya pemimpin yang ada saat ini. Dengan keimanan yang kuat tadi akan membentuk seluruh aktivitas termasuk kebijakan yang dikeluarkan sejalan dengan pemahamannya, yaitu Islam. Maka tak akan pernah berpikir untuk menumpuk kekayaan bagi diri sendiri. Artinya, kegiatan korupsi hanya bisa teratasi jika sistem yang diterapkan adalah Islam. Pemimpin juga akan bertindak tegas jika menemukan aparat yang berada di bawahnya melakukan korupsi. Akan dihukum sesuai dengan apa yang telah dilakukannya.
Satu hal lagi, bahwa pemimpin di dalam Islam hanya memikirkan bagaimana caranya agar masyarakat mendapatkan haknya dengan sempurna. Dan kemaslahatan umat itu segera terwujud.
Wallahualam bissawab
Mulyaningsih_Pemerhati Masalah Anak dan Keluarga
Editor :Esti Maulenni