Sistem Demokrasi Menyuburkan Korupsi

SIGAPNEWS.CO.ID - Sungguh miris, korupsi terus terjadi di negeri ini. Meski ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun badan khusus ini belum mampu menyelesaikan serta mencegah dan menghentikan kasus korupsi.
Dilansir. Kompas, 15-4-2023
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), berhasil menggelar opersi tangkap tangan (OTT) sebanyak tiga kali. KPK berhasil meringkus Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil, sejumlah pejabat Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJIKA) kemenhub, terakhir Wali Kota Bandung Yana Mulyana.
Setelah terungkapnya pejabat Pajak Rafael Alun, korupsi ditubuh pemerintah semakin jadi sorotan, walaupun masyarakat tidak kaget dengan maraknya pejabat yang terkena OTT.
KPK sudah menangani 1,351 kasus tindak pidana korupsi untuk periode 2004-2022. Dengan perincian wilayah pemerintah pusat dengan kasus korupsi paling banyak, yaitu 430 kasus atau 31,82% dari total kasus, pada 19 kasus terakhir. (Katadata, 18-4-2023).
Namu demikian, KPK pun tengah tersandung skandal, manta Ketua KPK Abraham Samad dan Saut Situmorang , eks Wakil Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Deni Indrayana, serta sejumlah
komunitas, melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri ke Dewan Pengawas (Dewas) atas dugaan pelanggaran kode etik dan malaadministrasi.
Firli diduga terlibat dalam pembocoran dokumen penyelidikan, dugaan korupsi tunjangan kinerja Tahun Anggaran 2020-2022 di Kementerian ESDM. Bukan hanya Firli, anggota KPK lainnya juga, terbukti melakukan korupsi . Sebut saja Stepanus Robin Patujju yang telah divonis 11 tahun penjara, karena terbukti melakukan jual beli jabatan di pemerintah Tanjungbalai, Sumatera Utara pada 2020-2021.
Adanya rumor, jika lembaga KPK kerap tebang pilih dalam menangani kasus korupsi? Buktinya, kasus-kasus besar yang melibatkan petinggi pemerintah tidak kunjung usai, seperti kasus Bank Century, BLBI, KTP-el, dan lainnya. Semuanya mandek. Lantas, jika pemberantasnya melakukan korupsi, siapa yang akan mengawasi tindak pidana korupsi. Berharap kepada lembaga penegak hukum pun rakyat makin sulit mencari keadilan. Karena, hukum selalu tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Korupsi dianggap sebagai pangkal dari seluruh persoalan negeri ini. Kemiskinan yang makin akut dan buruknya pelayanan kesehatan serta pendidikan, misalnya, berpangkal dari korupsi para pejabat dari level pusat hingga akar. Mereka berlomba melakukannya demi kepentingan pribadi, Tidak peduli rakyat mati kelaparan, mereka tetap saling melindungi agar bisa mengeruk lebih banyak lagi keuntungan.
Seluruh kebijakan sulit berhasil karena implementasinya selalu berbenturan dengan korupsi. Pembangunan infrastruktur manjadi buruk Lantara kemaslahatan pembangunan bukan untuk rakyat melainkan untuk oligarki. Jika benar, untuk rakyat yang dibangun harusnya bukan jalan tolyang beruas-ruas, bandara Internasional, ataupun kereta api cepatyang mewah, melainkan jembatan dan jalan antardesa, bangunan sekolah, puskesmas, dan yang lainnya.
Gara-gara korupsi, rakyat makin sengsar, hidupnya penuh derita. Alih-alih subsidi diberikan untuk rakyat miskin, pemerintah malah terus menambah pajak yang makin mengiris rasa keadilan rakyat.
Read more info "Sistem Demokrasi Menyuburkan Korupsi" on the next page :
Editor :Esti Maulenni