Penanggulangan Bencana Muram di Negara Rawan Bencana

SIGAPNEWS.CO.ID - Bupati Lumajang Thoriqul Haq menetapkan masa tanggap darurat selama 14 hari, menyusul terjadinya banjir lahar dingin Gunung Semeru, yang menerjang beberapa desa di wilayahnya.
Hingga pukul 20.00 WIB, lima desa di dua kecamatan terdampak lahar dingin berdasarkan data BPBD Jatim. Yakni Desa Sidomulyo dan Pronojiwo di Kecamatan Pronojiwo, kemudian Desa Jugosari, Kloposawit dan Tumpeng di Kecamatan Candipuro. (Dilansir dati CNN indonesia)
Indonesia merupakan negara dengan banyak wilayah yang memiliki risiko tinggi terhadap bencana alam antara lain banjir, cuaca ekstrem, gempa bumi, dan tsunami. Menurut World Risk Index 2019, Indonesia menempati urutan ke-37 dari 180 negara yang paling parah terkena dampak bencana.
Berbagai bencana, baik itu gempa bumi, banjir, tanah longsor, dan lain-lain, berulang kali terjadi di berbagai pelosok tanah air.
Dianggap rawan bencana alam karena Indonesia terletak di pertemuan tiga lempeng. Pergerakan lempeng tersebut membuat Indonesia sangat rentan terhadap bencana alam, terutama faktor lingkungan seperti gempa bumi tektonik, tsunami, dan letusan gunung berapi.
Secara geografis, Indonesia merupakan negara dengan potensi bencana yang tinggi, namun nampaknya kurang waspada terhadap bencana karena mitigasi bencana sangat lemah. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pengorbanan materi dan manusia.
Mitigasi bencana adalah tindakan yang ditujukan untuk mengurangi atau meminimalkan dampak bencana baik sebelum, selama, dan setelah bencana. Banyak pengamat mengatakan bahwa langkah-langkah perlindungan iklim di negara ini buruk. Apa penyebabnya ?
Pertama, kegiatan prabencana seperti pemetaan daerah rawan bencana, pembangunan gedung tahan gempa, penanaman mangrove, penghijauan hutan dan penyuluhan warga sekitar. Tidak semua ini dianggap optimal.
Peta daerah rawan bencana sudah dibuat, namun edukasi warga sekitar masih dianggap belum optimal. Masih ada masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana.
Alasan mengapa mereka enggan meninggalkan tempat itu bukan hanya karena ketidaktahuan, tetapi juga karena alasan finansial seperti kehilangan pekerjaan. Andai saja pekerjaan dan perumahan dijamin oleh negara, mereka mungkin bersedia pindah.
Saat membangun bangunan tahan gempa pun, persoalannya bukan warga tidak mau membangun rumah tahan gempa, tapi bahannya mahal sehingga tentu tidak mampu membelinya. Tentu saja, jika negara memfasilitasinya saja, banyak warga yang akan selamat.
Penanaman pohon bakau dan reboisasi hutan juga tidak optimal. Selain fakta bahwa penebangan liar, misalnya untuk pertambangan, sangat jarang, bahkan lebih sering terjadi.
Hal ini menyebabkan hilangnya daerah tangkapan air dan akhirnya banjir. Jika pemerintah hanya melarang swasta menambang di daerah tangkapan air, kemungkinan banjir bisa dikurangi.
Read more info "Penanggulangan Bencana Muram di Negara Rawan Bencana" on the next page :
Editor :Esti Maulenni