Milenial Dalam Kepungan Pinjol Buah Dari Sistem Kapitalisme

SIGAPNEWS.CO.ID - Fenomena pinjol (fintech peer to peer lending (P2P lending)) kini semakin menjamur bahkan menyasar kaum muda. Mirisnya, alasan mereka mengambil pinjol ini salah satunya untuk memenuhi gaya hidup. Seperti dikutip dari detik.com (12/9/2023), Rektor Universitas Muhamadiyah Yogyakarta (UMY) Prof. Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P., IPM., ASEAN.Eng. mengatakan pernah melakukan survei acak terkait pinjol kepada mahasiswa, hasilnya ada 58 orang yang mengaku pernah terjerat pinjol untuk memenuhi gaya hidup. Menurut Gunawan, para mahasiswa ini terjerat pinjol karena tergiur oleh tawaran mudahnya pencairan pinjaman.
Dikutip dari CNBC Indonesia (15/9/2023), Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Friderica Widyasari Dewi mengatakan bahwa kepatuhan seseorang dalam melunasi utang akan tercatat dalam SLIK dengan demikian telat bayar atau gagal bayar akan merusak skor kredit seseorang.
Kasus pinjol ini menjadi momok yang menakutkan di masyarakat pasalnya banyak yang terjerat utang hingga nyawa pun ikut melayang. Seperti beberapa pekan lalu, kita dihebohkan dengan pasangan suami istri yang bunuh diri akibat tidak kuat menerima intimidasi dan ancaman dari perusahaan pinjol ketika mereka menagih utang.
Pintarnya perusahaan pinjol ini membuat iklan yang dikemas semenarik mungkin bagi para korbannya. Iming-iming pencairan yang mudah dalam waktu singkat hanya dalam hitungan menit, dana sudah masuk ke rekening itu pun hanya bermodal nomor ponsel dan KTP.
Apabila demikian, siapa yang tidak tertarik diberikan fasilitas yang begitu mudah, tak terkecuali kalangan milenial yang akhirnya melirik dan tergiur untuk memakai jasa pinjol. Kaum gen Y ini tidak memikirkan bagaimana dampak ke depan terkait pinjol.
Inilah salah satu potret rusaknya sistem kapitalisme. Rakyat dijadikan ladang bisnis, negara meraup keuntungan dari bisnis ini tanpa memikirkan dampak bagi kaum muda. Kita ketahui bahwa putaran pinjol yang cepat dan laris manis menjadi pundi-pundi pajak bagi negara yang nilainya sangat besar hingga puluhan miliar. Ketika ada keuntungan di sana maka negara akan menjalankan dan terus membiarkannya. Inilah yang membuat pinjol semakin merajalela.
Lantas di mana peran negara yang seharusnya menjadi pengontrol dan pelindung masyarakat? Kita lihat justru hari ini, ada upaya sistematis yang membuat berutang begitu dimudahkan. Mirisnya kaum muda pun ikut terjerat dalam lingkaran kemaksiatan ini. Pertanyaannya, mengapa hal ini bisa terjadi?
Beberapa faktornya adalah karena tuntutan gaya hidup, biaya hidup yang serba mahal, termasuk biaya pendidikan pun mahal. Kesempitan hidup yang dialami karena diterapkannya sistem kapitalisme yang tumbuh subur di negeri ini, mau tak mau membuat cara pandang pun berubah menjadi sekuler liberal. Membuat gaya hidup hedonis dan materialistis. Juga memandang sumber segala kebahagiaan adalah materi dan kesenangan duniawi semata.
Mirisnya lagi, negara melegalkan praktik riba ini. Sungguh malang nasib generasi muda. Apakah cukup menyampaikan wacana tentang bahaya dan dampak pinjol dengan memasukkan dalam literasi digital melalui kurikulum agar mereka paham tentang bahayanya? Ketika tidak ada sinergi antara keluarga, masyarakat, dan negara. Maka, menjadi suatu keniscayaan praktik riba ini akan terus ada di muka bumi. Ditambah lagi ketika solusi disandarkan kepada sistem kapitalisme maka sudah barang tentu mustahil bisa terselesaikan.
Jika problem utama adalah diterapkannya sistem kapitalisme maka jelas kaum muda harus diarahkan dan dikembalikan identitasnya. Diseru untuk kembali pada sistem yang mampu menjamin kemuliaan hidup, mengubah cara pandang dan menjadikan aturan Allah Swt. poros dalam menjalani hidup. Tak lain sistem ini adalah sistem yang datang dari Zat yang paling tinggi, Allah Swt. Sistem yang menerapkan Islam secara kafah.
Dalam Islam, telah jelas bahwa praktik pinjol termasuk riba, riba adalah sebuah kemaksiatan dan kerusakan yang harus dimusnahkan dari muka bumi sebagaimana firman Allah Swt:
"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimbang dosa." (Q.S Al Baqarah: 276)
Berdasarkan dalil di atas pinjol dalam Islam hukumnya haram. Pemahaman akidah yang kuat bagi setiap individu adalah kontrol utama agar tidak melakukan kemaksiatan. Sedangkan negara wajib memberantas riba, mengondisikan rakyat dalam ketakwaan, memberikan jaminan hidup sejahtera sehingga tidak akan membuka celah timbulnya praktik-praktik kemaksiatan. Negara pun wajib memberikan pendidikan terbaik bagi rakyatnya dengan membekali mereka tsaqafah Islam sehingga mampu mencegah generasi muda terjerat riba (pinjol).
Sebuah sistem yang akan melahirkan kemakmuran dari segala aspek yang mampu menyejahterakan rakyat. Tentunya hal itu dapat terwujud ketika negara menerapkan sistem Islam, sehingga praktik riba pasti musnah dari muka bumi.
Wallahualam bissawab.
Suci Halimatusadi’ah_Ibu Pemerhati Sosial
Editor :Esti Maulenni