Duta Kekayaan Intelektual, Pembajakan Potensi Hakiki Pemuda

Program Duta, Mubadzir dan Pembajakan Potensi Hakiki Pemuda
Duta Kekayaan intelektual ini bukan penghargaan duta-dutaan yang pertama kali diberikan oleh pemerintah. Sebelumnya ada Zaskia Gotik sebagai duta Pancasila di tahun 2016, hanya karena salah omong dan menjadikan Pancasila sebagai bahan candaan. Ketua Fraksi PKB MPR, Abdul Kadir Karding menjelaskan tentang alasan menjadikan Zaskia Gotik sebagai Duta Pancasila, yaitu untuk mendorong pekerja seni menjadi corong dalam menyampaikan nilai-nilai Pancasila kepada masyarakat.
Kemudian Roy Marten yang pernah tersandung kasus narkoba namun diberi tugas menjadi duta narkoba pada 2006, kemudian setelah bebas dari penjara 2007 kembali mengulang pada kasus yang sama.
Pertanyaannya, apakah dengan pengangkatan duta ini kondisi Indonesia menjadi lebih baik? Angka anak putus sekolah kian bertambah, angka pengguna narkoba juga tak beda. Bahkan, kerusakan sosial dan moral makin runyam meski sudah ada duta Pancasila yang siap menjelaskan nilai-nilai Pancasila kepada masyarakat.
Inilah fakta kehidupan sekuler kapitalisme. Semua perbuatan manusia di dasarkan pada kemanfaatan semata. Padahal jelas, kerusakan masyarakat dan problematika umat hari ini tak akan selesai dengan nilai-nilai semata.
Butuh konsep pemahaman kehidupan yang tepat berikut sistem sanksi yang tegas dan shahih. Sebab masyarakat definisinya bukan sekadar kumpulan individu, namun kumpulan individu yang saling berinteraksi, memilikin, peraturan, pemikiran dan perasaan yang sama.
Duta apapun tak menyentuh akar persoalannya, malah justru membajak potensi pemuda hakiki, yang sebetulnya mereka adalah agen of change. Merekalah yang kelak melanjutkan tongkat estafet perubahan, akankah peradaban bangsa ini tetap ada atau hancur bergantung pada kualitas mereka yang tidak terbelenggu dengan hak paten kekayaan intelektual mereka.
Urusannya menjadi beda jika setiap orang yang memiliki kekayaan intelektual di bidang apapun termasuk seni harus mendaftarkan kekayaannya tersebut, bukankah seharusnya produk kekayaannya itu bisa bermanfaat untuk orang banyak? Tak harus dipusingkan dengan pembayaran sejumlah nominal hanya agar bisa menggunakan kekayaannya tersebut.
Mindset kapitalisme inilah yang justru menghambat kemajuan dan jati diri generasi, mereka berdaya bukan karena tuntutan akidah dan keimanan, namun manfaat. Bukankah Rasulullah Saw bersabda, “Sebaik Baik Manusia Adalah Yang Paling Bermanfaat Bagi Orang Lain.”
Faktanya, sematan duta, atau apresiasi atas keberhasilan seseorang dari pemerintah kepada rakyatnya tidak merata, rata-rata hanya yang diviralkan media sosial. Padahal, jika saja pendidikan ini merata, akan ada banyak kekayaan intelektual bermunculan.
Read more info "Duta Kekayaan Intelektual, Pembajakan Potensi Hakiki Pemuda" on the next page :
Editor :Esti Maulenni