Antara Fanatisme dan Resesifnya Tindakan Aparat
SIGAPNEWS.CO.ID - Sepekan sudah berlalu, tragedi berdarah yang begitu menyayat hati dan meninggalkan luka mendalam. Apalagi bagi pihak keluarga. Duka itu datang dari dunia sepak bola Indonesia, tepatnya di Stadion Kanjuruhan. Dalam laga pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya (01/10) merupakan pertandingan besar yang memperebutkan gengsi bagi kedua tim dan para pendukungnya.
Saat itu kurang lebih 42 ribu pendukung memadati stadion Kanjuruhan. Pertandingan berjalan dengan lancar hingga pertandingan babak kedua. Skor yang ada adalah 2-3, dengan kemenangan tim tamu (Persebaya). Pihak pendukung ada yang turun ke lapangan dan memicu kericuhan.
Sebenarnya kericuhan yang terjadi adalah antara para pendukung Arema FC dan petugas keamanan. Saat itu petugas menembakkan gas air mata ke para pendukung yang berada di lapangan dan ke arah tribun penonton.
Walhasil, para penonton terkejut dan semua bergegas menuju pintu keluar. Hal ini kemudian yang akhirnya mengakibatkan banyak yang kehabisan napas, terluka, dan terinjak-injak karena berdesakan.
Akibat kejadian itu, sebanyak 131 orang yang meninggal dunia, 440 orang mengalami luka ringan, dan 29 orang luka berat. Harga yang sungguh sangat mahal untuk sebuah pertandingan sepak bola. (sultra.antaranews.com, 08/10/2022)
Sedih dan pilu melihat fakta kejadian di atas, banyak nyawa melayang hanya karena terlalu cinta terhadap tim sepak bola kebanggaannya. Aktivitas menonton pertandingan yang harusnya membawa ‘refresh’ sejenak namun ternyata telah menelan banyak korban manusia.
Ada anak yang kehilangan orang tuanya ataupun sebaliknya. Sungguh ironi dan membawa duka mendalam bagi negeri ini dan seluruh masyarakat dunia.
Inilah salah satu gambaran yang dapat kita lihat di masyarakat. Kecintaan terhadap golongannya menjadikan manusia lupa akan gambaran makna persaudaraan hakiki. Mereka digelapkan oleh ikatan yang hanya bersifat semu semata.
Hal ini patut diduga karena imbas dari diterapkannya sistem saat ini yang menyuburkan akan fanatisme golongan yang berlebihan. Merasa senasib dan sepenanggungan atau merasa berdomisili pada wilayah yang sama lantas memunculkan ikatan yang disebutkan di atas. Jelas terlihat sementara, semu, dan hanya insidental saja.
Di sisi lain, pada sistem sekarang ini pertandingan olahraga dijadikan sebagai sarana untuk menghasilkan pundi-pundi uang. Sebut saja seperti sepak bola, badminton, dan yang lainnya tentu ditumbuhsuburkan di setiap negara di dunia.
Read more info "Antara Fanatisme dan Resesifnya Tindakan Aparat" on the next page :
Editor :Esti Maulenni