Konten Demi Eksistensi, Taraf Berpikir Tergadai Nyawa Pun Melayang

foto ilustrasi. net
Di abad 21 ini, teknologi berkembang begitu Pesat, tidak terkecuali perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Masyarakat bisa berkomunikasi tanpa batas waktu, apalagi saat ini fitur - fitur di media sosial sudah sangat jauh berkembang, yang dahulu hanya ada friendster dan email saja, sekarang sudah berkembang menjadi facebook, instagram dan twitter. Bahkan sederet akun yg menampilkan cuplikan video menjadi menarik seperti tik tok, snack video dan lainnya.
Semakin canggih kemajuan teknologi dibidang media online, maka eksistensi semakin di prioritaskan oleh masyarakat. Dari semua Kalangan mulai dari yang tua sampai yang muda, bahkan anak-anak. Sayangnya kemajuan media ini dijadikan sebagai wadah untuk eksistensi negatif, sehingga tidak jarang hanya menimbulkan kerugian baik untuk diri sendiri dan pengguna lain.
Sudah banyak beredar konten - konten yg tidak bermanfaat yg viral di media sosial. Contoh yang pernah viral, konten ibu-ibu mandi lumpur, konten anak remaja yang berdansa berpasangan, hingga konten sekumpulan remaja berpakaian syar'i tapi berjoget joget ria diiringi musik. Nauzubillahminzalik sungguh mereka tidak merasa malu bahkan merasa senang dan keren apabila video mereka sudah tersebar luas dan menjadi viral.
Termasuk juga ingin eksis dengan cara yang membahayakan jiwa. Seperti kasus yang baru saja viral, demi mengejar konten.
Seorang wanita berinisial W (21) tewas tergantung di rumah kontrakannya di Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar). W tewas saat membuat konten melalui panggilan video atau video call dengan teman-temannya.
"Kalau sebab kematiannya gantung diri, tapi kalau kata keterangan dari saksi, dia (korban W) itu lagi bikin konten gantung diri, gitu," kata Kapolsek Leuwiliang Kompol Agus Supriyanto, Jumat (3/3/2023).
Agus mengatakan peristiwa tersebut terjadi ketika W sedang melakukan panggilan video dengan teman-temannya. Kepada teman-temannya, W sempat menyebut hendak membuat konten gantung diri, dengan kain melilit di leher.
"Jadi waktu itu, sebelum kejadian itu, dia sambil video call (telepon video) sama temen-temennya, 'mau live nih, gue mau bikin konten ah', tahu-tahu kursinya yang dipakai buat pijakan di bawah itu terpeleset, jadi beneran gantung diri," terang Agus.
"Iya (momen korban tewas tergantung), temen-temennya menyaksikan, kan lagi video call," tambahnya.
Teman-teman W yang sedang video call pun langsung mendatangi kediaman korban di Cibeber 1, Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Namun setiba di lokasi, korban yang tinggal seorang diri ini sudah tidak bernyawa.
Temannya ini perempuan juga. Jadi begitu ketahuan kepeleset, korban jatuh, kelihatan kan pas teleponan itu, temannya langsung buru-buru kejar ke rumah korban, di kontrakan kan tinggalnya, tapi nggak tertolong," ucap Agus.
"Nah posisi temannya ini, saksi ini, lagi ada di kafe sedang kumpul sama teman-temannya juga. Jadi saksi ini sempat datangi rumah kontrakannya, tapi (korban) nggak ketolong," tambahnya.
Demi mengejar eksistensi, bahkan adegan berbahaya pun tak segan di lakukan. Berharap kontennya viral, tapi malah nyawanya melayang.
Tak sedikit hal serupa terjadi, begitu banyak masyarakat dari semua kalangan yg berlomba membuat konten serupa. Bahkan hal privasi yang seharusnya tidak boleh diceritakan malah dijadikan bahan untuk membuat konten dan menjadi konsumsi publik. Seperti misalnya konten vulgar yang menampakkan aurat, aktivitas seksual. Atau memamerkan kekayaan, agar mendapatkan pujian dan disebut sebagai orang kaya. Gejala ini juga disebut flexing , yaitu kebiasaan seseorang untuk memamerkan apa yang dia miliki agar mendapat pengakuan dari orang lain. Adapula yang ingin viral dengan menyebarkan hoax (berita bohong), ataupun menyebarkan aib orang lain, hanya untuk mendapatkan tarif/upah dari platform tertentu. Atau hanya sekedar ingin viral dengan bermodal membuat konten sensasional lalu menjadi tenar.
Akidah Sekularisme telah menggeser taraf berfikir manusia. Perilaku seperti inilah yang menunjukkan perilaku rendahan, yang muncul dari taraf berfikir yang rendah pula. Masyarakat terutama generasi muda, tidak lagi bisa berfikir jernih dalam menyikapi kemajuan tekhnologi ini, tidak lagi memikirkan etika dan norma dalam bermedia sosial.
Pendidikan Sekuler saat ini telah menjauhkan generasi muda dari ketakwaan kepada Allah SWT dan dari ajaran agama Islam itu sendiri. Kepandaian hanya digunakan untuk hal yang tidak ada faedahnya, justru bisa merusak pemikiran dan tingkah laku manusia. Inilah salah satu kegagalan negara dalam sistem pendidikan, karena di dalam sistem pendidikan saat ini sangat minim sekali mengajarkan aqidah yang benar kepada para siswa.
Ditambah lagi Sistem Sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, membuat masyarakat tidak lagi mengkaitkan agama dalam setiap tindakan yang dilakukan. Sehingga mereka merasa bebas melakukan sesuatu sesuai dengan kehendak dan hawa nafsunya saja.
Berbeda sekali jika sistem Islam yang diterapkan, semua hal di dalam kehidupan ini akan diatur. Mulai dari pemerintahan, perekonomi, kesehatan masyarakat, pendidikan generasi dan lainnya.
Seperti halnya kebijakan dalam bermedia sosial pun akan diatur sedemikian rupa, agar potensi yang ada pada generasi muda ini bisa tersalurkan dengan benar dan memberikan manfaat untuk sejuta ummat. Kecanggihan teknologi media online ini akan dijadikan ladang untuk menyebarkan kebaikan sebagaimana fatwa dibawah ini :
As-Syaikh Al-‘Allamah Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Rohimahulloh pernah berkata :
“Barangsiapa menyebarkan perkara-perkara yang memberi manfaat bagi umat manusia (misalnya berupa ilmu-ilmu agama dan lainnya, pent.), maka baginya akan mendapatkan pahala, seperti pahala orang-orang yang mengambil manfaat dari apa yang telah dia sebarkan itu !”
( Majmu’ Al-Fatawa Syaikh Ibnu Baaz, 6/179)
Disini negara pun ambil peran, negara akan menyaring konten dan tayangan yang masuk juga akan menolak semua konten nirfaedah yang hanya akan merusak pemikiran dan tingkah laku Masyarakat. Negara akan memberikan wadah kepada generasi muda yang mempunyai potensi emas agar mereka mampu mengembangkan potensi nya untuk hal hal yang berfaedah dan bermanfaat untuk generasi penerus.
Sistem pendidikan pun akan diatur di dalam Islam. Agar nantinya dapat melahirkan generasi muda yang pintar, berpotensi, beriman dan berakhlak mulia.
Hal ini hanya akan bisa terwujud apabila negara menerapkan Islam secara fundamental dan menyeluruh di semua aspek kehidupan.
Khatimah
Media sosial layaknya adalah ladang berdakwah. Kecanggihan dan kemudahan yang sudah didapat melalui internet, seharusnya bisa menambah semangat kita dalam menyebar luaskan ajaran Islam hingga ke seluruh penjuru dunia.
Generasi muda adalah generasi penerus yang harus diriayah dan diberikan tsaqofah Islam secara menyeluruh, akidah islam yang mantap dan mempersiapkan mereka agar mampu membela Islam dimasa depan juga siap menegakkan dan memperjuangkan kebangkitan Islam.
Maka sudah saatnya sistem kufur ini digantikan dengan sistem Islam secara menyeluruh, agar kehidupan ummat ini bisa terurus dengan sebaik-baiknya.
Wallahu alam bissawab
Editor :Esti Maulenni