Nasib Buruk Pekerja Migran, Dampak Buruk Ekonomi Kapitalis

foto ilustrasi. net
Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengatakan akan mengawal hingga tuntas kasus digagalkannya 87 calon pekerja migran Indonesia (CPMI) yang hampir menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan memastikan agar para pelaku dihukum seberat-beratnya. Pemberangkatan ilegal CPMI tersebut tidak dilengkapi dokumen yang sah dan kini sudah dibawa ke shelter Pelayanan dan Perlindungan Tenaga Kerja (UPT P2TK).
Dinas tenaga kerja dan transmigrasi Jawa Timur, Bendul Merisi, Kota Surabaya. Mengungkap kasus penyekapan 19 perempuan yang diduga dipekerjakan sebagai PSK di kawasan wisata Tretes, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Dari 19 perempuan, 4 di antaranya masih di bawah umur atau anak-anak. Kepala Subdit Renakta Ajun Komisaris Besar Polisi Hendra Eko Yulianto, membenarkan pengungkapan kasus tersebut. viva.com.id pada Sabtu (19-11-2022).
Kasus human trafficking atau perdagangan orang di Indonesia memiliki angka yang cukup tinggi. Perilaku ini juga termasuk kedalam pelanggaran yang berat. Mirisnya, praktik jual beli yang tak lazim ini justru dialami paling banyak oleh perempuan dan anak. Bahkan, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21/2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, perempuan dan anak adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Perilaku keji ini telah merajalela dalam bentuk jaringan kejahatan secara terorganisasi maupun tidak terorganisasi.
Human trafficking ini marak terjadi pada sistem kapitalisme sekuler yang manusia tidak menghormati manusia lainnya. Bahkan, orientasi materi yang menjadi asas dari sistem ini membuat seseorang terus dikuasai oleh nafsu serakah untuk mendapatkan keuntungan materi sebanyak-banyaknya. Jangankan menggunakan standar agama, yakni halal dan haram, bahkan standar kemanusiaan dan moral pun diabaikan.
Trafficking ini erat kaitannya dengan persepsi kapitalisme sekuler bahwa perempuan adalah komoditas dan aset yang dapat diperjualbelikan. Hal ini semakin menguat dibarengi dengan sistem kapitalisme yang kerap memproduksi industri hiburan dan seks. Trafficking memang harus dihentikan. Namun, berbagai upaya telah dilakukan oleh Indonesia, bahkan sampai pada lembaga internasional.
Faktor terbesarnya adalah kemiskinan. Dari sini saja sudah bisa terlihat bahwa negara gagal dalam menciptakan lapangan kerja bagi rakyatnya. Mayoritas para pekerja migran yang terpaksa bekerja ke luar negeri dan mengadu nasib di negara orang yang sebenarnya mereka pun sangat tahu risikonya. Kasus TKI dianiaya, diperbudak, diperkosa. Hanya saja, mereka seakan tidak memiliki pilihan lain selain menjadi TKI.
Andai saja kondisi mereka sejahtera, mereka tidak akan nekat bekerja di luar, terlebih para perempuan yang menjadi mayoritas dari PMI. Mereka harus meninggalkan anak dan suaminya, melupakan fitrahnya sebagai perempuan yang seharusnya dilindungi dan dinafkahi. Abainya negara dalam melindungi warganya. Bagi negara kapitalisme, manusia hanya diposisikan sebagai faktor produksi. Rakyat dikatakan produktif jika ia telah berjasa dalam mendatangkan materi sebanyak-banyaknya untuk negara.
Para PMI ini disebut pahlawan devisa lantaran mampu mendatangkan devisa besar. Bahkan, angkanya mendekati devisa dari hasil penjualan migas. Padahal, di balik itu ada nyawa manusia yang sedang dipertaruhkan. Akhirnya, perlindungan terhadap PMI hanya membahas seputar keamanan mereka dalam bekerja melalui kelengkapan dokumen-dokumen atau koordinasi dengan Kedubes negara bersangkutan dan juga pihak aparat. Walaupun sebagai negara ketiga, Indonesia terpaksa tunduk terhadap intervensi negara-negara besar.
Solusi tuntas untuk human trafficking ini hanyalah dengan mengganti sistem kapitalisme sekuler dengan menerapkan syariat Islam secara kafah dalam naungan Khilafah. Rakyat di Indonesia, bahkan di seluruh dunia, membutuhkan sistem baru yang bisa menyejahterakan manusia. Berbeda dengan kapitalisme, Islam justru akan menghilangkan perdagangan manusia.
Pertama karena Islam memandang nyawa manusia lebih mulia dari dunia dan isinya sehingga melindunginya adalah perkara utama. “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR Nasai 3987, Tirmidzi 1455, dan disahihkan al-Albani).
Kedua, fungsi negara dalam Islam adalah untuk menerapkan syariat Islam kafah. Menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta, serta menjamin seluruh kebutuhan pokok warganya. Artinya, keamanan bagi dirinya adalah perkara pokok yang harus dilindungi negara. Negara adalah pihak yang paling terdepan dalam melindungi nyawa warganya. Negara dalam Islam tidak akan tunduk pada negara-negara Barat yang telah jelas menzalimi umat Islam.
Ketiga, negara pun melakukan upaya pencegahan yang sangat komprehensif karena kemiskinan menjadi pangkal dari terjadinya perdagangan manusia. Oleh karenanya, negara telah memiliki mekanisme sedemikian rupa agar kesejahteraan dapat dinikmati oleh seluruh warga. Negaralah yang berkewajiban menciptakan lapangan pekerjaan, bukan badan usaha. Perusahaan adalah pihak swasta yang keberadaannya harus di bawah kontrol negara. Bukan sebaliknya, negara malah dikontrol swasta.
Keempat, akidah Islam yang menjadi landasan berdirinya negara akan menjadikan setiap individu jauh dari sifat serakah. Setiap manusia dikondisikan untuk beriman dan tidak akan menghalalkan segala macam cara untuk meraih kekayaan.
Demikianlah, semua itu yang akan mampu menghentikan persoalan perdagangan manusia. Hanya saja, untuk mewujudkannya perlu penerapan Islam kafah dalam bingkai Khilafah agar Islam kembali memimpin dunia dan kehidupan umat menjadi sejahtera.
Wallahu'alam bishshawwab
Editor :Esti Maulenni