Flexing Gaya Hidup Pamer Tumbuh Subur Dalam Kehidupan Sekuler

Gaya hidup ini dilandasi paradigma berpikir yang salah tentang kepribadian. Mereka mengira, kepribadian seseorang tercermin dari penampilan dan barang-barang yang dikenakannya. Seseorang dianggap memiliki kepribadian yang bagus bila pakaian yang dikenakannya serasi, yang mampu memancarkan aura kecantikannya atau ketampanannya.
Masyarakat pun menaruh hormat dan respek pada orang-orang seperti ini. Mereka memandang status sosial seseorang dari penampilan semata. Makin tampak bagus dari luar, makin dihormati. Akibatnya, masyarakat sibuk memoles penampilan fisik dan lahiriyah.
Mereka bahkan lupa untuk membina diri dengan kepribadian yang berilmu dan bertakwa.
Peradaban sekuler bertanggung jawab membentuk pribadi-pribadi yang hedonis, konsumtif dan mementingkan penampilan lahiriah ini. Sebab, ketika kita hidup di dalam peradaban ini, sengaja atau tidak kita terserat arus mengikuti suasana kehidupan yang serba materialistis.
Begitu juga kehidupan para pejabat negara yang menunjukkan gaya hidup mewah keluarganya,ironisnya ini terjadi di tengah puluhan juta masyarakat berjuang untuk bertahan hidup di tengah impitan ekonomi yang makin menyengsarakan akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme, bahkan masih banyak angka tengkes (stunting) di negeri ini.
Tentu saja kondisi ini sangat berbeda secara diametral dengan para pemimpin atau penguasa di masa Islam. Benak mereka dipenuhi dengan pemikiran bagaimana mereka harus menyejahterakan dan mengayomi rakyatnya. Hati mereka gundah gulana, khawatir akan kondisi rakyatnya.
Tidak sedikit di antara mereka ketika malam hari bersimpuh, memohon ampun, menangis, dan mengadu kepada Allah teringat akan tanggung jawab mereka sebagai pemimpin. Tak ada waktu bagi mereka untuk berlibur atau memanggil komedian untuk menghibur atau bahkan menonton sinetron!
Khalifah Umar ra. pernah berkata, “Aku sangat khawatir akan ditanya Allah Swt. kalau seandainya ada keledai terpeleset di jalanan di Irak, kenapa aku tidak sediakan jalan yang rata.”
Ungkapan tersebut menunjukkan kesadaran Khalifah Umar yang sangat tinggi terhadap nasib rakyatnya. Kalau keledai jatuh saja beliau sangat takut, apalagi bila manusia yang jatuh akibat jalan yang tidak rata? Sungguh, nyawa manusia sangat berharga.
Besarnya perhatian para khalifah terhadap umatnya ini membuat mereka sering menangis, merenung, bahkan tak bisa tidur selama dalam kepemimpinannya. Fatimah, istri Umar bin Abdul Aziz pernah menemui suaminya di tempat salatnya dengan air mata membasahi janggutnya.
Fatimah berkata, “Wahai Amirulmukminin, bukankah segala sesuatu itu adalah baru adanya?” Umar menjawab, “Fatimah, aku memikul beban umat Muhammad dari yang hitam hingga yang merah. Aku juga memikirkan persoalan orang-orang yang fakir dan kelaparan, orang yang sakit dan diacuhkan, orang yang tidak sanggup berpakaian yang tersisihkan, orang yang teraniaya dan tertindas, yang terasing dan tertawan, yang tua dan yang jompo, yang memiliki banyak kerabat tetapi hartanya sedikit, serta orang-orang seperti mereka di seluruh pelosok negeri. Aku sadar dan aku tahu bahwa Tuhanku kelak akan menanyakannya pada hari kiamat. Aku khawatir saat itu aku tidak memiliki alasan terhadap Tuhanku, maka menangislah aku.”
Read more info "Flexing Gaya Hidup Pamer Tumbuh Subur Dalam Kehidupan Sekuler" on the next page :
Editor :Esti Maulenni