Rezim Gagal Memberantas Korupsi Kembalikan Dengan Islam

Dalam sistem kapitalisme sekularisme yang dibangun dari asas manfaat dan motif materi, wajar jika lahir manusia-manusia rakus. Perilaku korupsi pun bisa dianggap perbuatan yang biasa ketika masyarakat sudah bersikap permisif terhadap korupsi dan tidak membangun sikap antikorupsi.
Ketika korupsi sudah menjadi semacam kebiasaan atau tradisi di berbagai lini kekuasaan atau departemen yang notabene para pemangku kebijakan dan pelaksana undang-undang menunjukkan bahwasanya korupsi bukan sekadar masalah moral individual yang bobrok. Akan tetapi, budaya korupsi telah terjadi secara lestari atau sustainable. Hal seperti ini tidak akan mungkin bisa berjalan kalau tidak ditopang oleh sebuah sistem yang memunculkan ekosistem korupsi ini.
Demokrasi dan korupsi ibarat sebuah mata uang. Keduanya adalah dua sisi yang saling menopang. Demokrasi membutuhkan dana yang begitu besar untuk target kemenangan dari para voters. Seakan membudaya, money politic bagi-bagi uang adalah hal lumrah menjelang pemilu. Pesta demokrasi pun ibarat masa panen bagi sebagian rakyat untuk ikut sedikit mencicipi uang para kontestan yang bisa jadi itu adalah hasil korupsi.
Sudah menjadi rahasia umum pula, masa lima tahun berkuasa dijadikan untuk mengumpulkan modal yang nanti dipakai untuk pesta demokrasi selanjutnya untuk kemudian berkuasa kembali. Demokrasi yang saat ini ditopang oleh oligarki tentu tidak dimonopoli oleh satu pemodal. Walhasil, korupsi makin marak di berbagai departemen dan lini.
Jelas sangat miris dan memprihatinkan. Dana yang seharusnya dinikmati rakyat melalui berbagai macam program pembangunan untuk peningkatan kesejahteraan atau kualitas hidup mereka; dan seharusnya mereka mendapatkan kebutuhan pokok yang layak berupa fasilitas kesehatan, pendidikan, sarana publik yang ramah dan humanis, nyatanya tidak mereka dapatkan. Banyak dari program itu terbengkalai atau sekadar pembangunan setengah hati yang akhirnya mangkrak begitu saja.
Pada akhirnya, kepentingan rakyat, apalagi kesejahteraan, jadi terabaikan. Ini karena dana-dana itu masuk ke kantong para pemangku kebijakan dan orang-orang yang terlibat di dalam proyek-proyek pembangunan tadi. Kalau ini dibiarkan, korupsi akan terus lestari dan kondisi masyarakat Indonesia tidak akan pernah bisa maju.
Di sisi lain, “budaya” ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Korupsi ibarat lingkaran setan yang harus segera dihentikan. Satu-satunya cara adalah dengan mengganti sistem demokrasi dengan sistem yang memperkecil kemungkinan, bahkan menutup peluang korupsi, dengan sistem yang sesuai fitrah manusia, yakni sistem Islam. Sistem Islam akan mampu mencegah dari awal keinginan untuk korupsi dan mampu mengantisipasi terjadinya korupsi.
Dengan menjalankan Islam secara kafah di berbagai aspek kehidupan, akan tercipta individu-individu bertakwa yang memiliki rasa takut untuk bermaksiat karena mereka selalu merasa diawasi oleh Allah Taala. Dari sisi ini, ketakwaan individu inilah yang sekarang telah hilang. Bahkan, harus diakui, sengaja ada pengondisian individu untuk tidak bertakwa melalui berbagai macam program sekuler liberal, seperti moderasi beragama, liberalisasi pendidikan, dan liberalisasi sosial ekonomi. Orientasi kehidupan diarahkan semata-mata untuk materi, bukan untuk meraih rida Ilahi.
Read more info "Rezim Gagal Memberantas Korupsi Kembalikan Dengan Islam" on the next page :
Editor :Esti Maulenni