Pengesahan Nikah Beda Agama, Bukti Sekularisasi Kian Merajalela

SIGAPNEWS.CO.ID - Sebagai negeri dengan mayoritas Muslim tentunya setiap kebijakan yang diambil harusnya menjadi pertimbangan bagi warga negara mayoritas. Apalagi jika kebijakan itu melampaui batas yang ditetapkan oleh hukum syarak. Ditengah maraknya pernikahan beda agama yang nekat digelar meskipun belum ada payung hukum yang melegalisasisanya. Kini telah disahkan oleh
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, putusan ini tertuang dalam nomor 155/Pdt.P/2023/PN.Jkt.Pst
(REPUBLIKA.CO.ID 24/6/23).
Keputusan ini berseberangan dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), tentang nikah beda agama yang dikeluarkan pada Juli 2005. Ketua MUI KH Ma'ruf Amin, menandatangani fatwa ini dan menegaskan nikah beda agama di Indonesia hukumnya haram dan tidak sah. Alasan dibalik pengesahan beda agama ini oleh Pengadilan Jakpus adalah adanya permintaan permohon inisial JEA (non muslim) dan SW (muslimah) (REPUBLIKA.CO.ID).
Paham sekularisme telah menjadi nadi bagi hidup dan kehidupan manusia saat ini. Tidak heran jika masalah aturan dalam bernegara pun tak ingin ada campur tangan agama.
Gencarnya kampanye moderasi beragama yang diaruskan negeri ini menjadi alasan kuat dilegalisasinya UU nikah beda agama ini.
Doktrin semua agama sama, tidak boleh fanatik dalam beragama adalah satu kesatuan dari ide moderasi beragama ini.
Padahal sejatinnya setiap agama punya prinsip dan aturan yang berbeda antara satu sama lain. Islam adalah Dien yang punya aturan komplit dalam mengatur kehidupan termasuk tata cara pernikahan. Kasus pernikahan beda agama di negeri bukan kali ini saja namun sudah terjadi beberapa kali, namun bukan berarti menjadi pembenaran dan alasan untuk di sahkan UU ini sebab dalih apa pun pernikahan beda agama cacat di mata agama, syarak melarang dengan tegas.
Allah Swt melarang dalam firmanya surat Al-Baqarah ayat 221 Artinya : “Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka beriman! Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan pula kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang beriman) hingga mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.”
Juga dalam hadis Nabi saw. bersabda :
“Wanita itu (boleh) dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena (asal-usul) keturunannya, karena kecantikannya, karena agamanya. Maka hendaklah kamu berpegang teguh (dengan perempuan) yang memeluk agama Islam (jika tidak), akan binasalah kedua tangan-mu.” (hadis riwayat muttafaq alaih dari Abi Hurairah r.a.)
Jika firmanya tidak ditaati hukumnya dilanggar maka kepada siapa lagi manusia durjana seperti kita ini mencari tempat sandaran. Kita hanya makhluk kecil yang Allah numpang hidup di Buminya ini, singgah sesaat dan akan pulang. Tentunnya negara harus menjadi alat pendorong ketaatan seluruh warga negara pada hukum tuhan yang menciptakannya (Allah Swt). Bukan malah sebaliknya mencampakan hukumnya dan menjauhinya dari penduduk negeri ini.
Ruh sekularisme telah mendara daging di tubuh negeri ini, walhasil Islam tidak lagi mejadi standar pertimbangan dalam melegalisasi setiap aturan. Padahal setiap inci permasalahan ulat manusia Isalam punya aturan komplit yang mengaturnya. Pernikahan adalah ibadah terlama bagi setiap insan, maka segala tata cara dan hukumnya harus ditunaikan dengan baik dan benar sesuai ketentuan syarah.
Sebab nantinya ikatan ini akan menghasilkan keturunan, jika akod dan hukumnya salah pernikahan seperti apa yang ingin diraih.
Dan generasi seperti apa yang ingin dicetak jika orang tuanya punya prinsip dan keyakinan yang bersebarangan, benarkah ingin meraih ridhoNya atau hanya sebagai pelampiasan nafsu sesaat.
Negara sejatinya dalam pandangan Islam harus menjadi garda terdepan dalam menegakan hukum Allah Swt dan menerapkan sebagai aturan yang mengikat untuk ditaati dan dijalankan. Sebab negara mempunyai power tertinggi dalam mengatur hidup dan kehidupan warga negaranya.
Wallahualam bissawab.
Editor :Esti Maulenni