Kapitalisasi Budaya Asing, Jerat Euforia Generasi Negeri

SIGAPNEWS.CO.ID (OPINI) - Orang dulu sering bilang bahwa Budaya Cerminan Bangsa. Budaya adalah identitas suatu bangsa. Bagaimana dengan makna budaya setelah Indonesia dibombardir dengan budaya asing? Masihkah Indonesia punya identitas khas setelah remajanya meninggalkan budaya asli Indonesia?
Dua hari berturut-turut, perhelatan konser Akbar Girlband Black Pink berlangsung sukses diselenggarakan, semenjak tanggal 11-12 Maret 2023 rangkaian konser "Black Pink World Tour (Born Pink)" ke beberapa negara. Girlband asal Korea Selatan ini beranggotakan 4 personil diantaranya ada Lisa, Jennie, Rose, dan Jisoo.
Konser ini diselenggarakan di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta. Fantastis jumlah peserta yang hadir 70.000 penonton dengan harga tiket yang berbeda-beda, mulai dari Rp.1.350.000,- hingga 3,8 juta. (TribunNews.com 12/3/2023).
Hingga hari kedua, Polda metro Jaya kerahkan 1.022 personel untuk menjaga konser ini. Personel gabungan terdiri dari 932 Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, 30 personel TNI, dan 60 personel dari Pemprov DKI Jakarta. (Tempo.com 12 Maret 2023)
Tragis, Negeri Kita Alami Krisis Multidimensi
Di tengah kemelut krisis moral generasi, perang budaya yang menyasar para generasi negeri ini seolah tak disadari. Berbagai pengaruh yang timbul menjadikan sosok idola luar sebagai contoh lifestyle dalam menjalani kehidupan. Mulai dari gaya hidup, aktivitas keseharian baik dalam bertutur dan bertingkah laku.
Bahkan mereka rela melakukan operasi plastik bagian wajah agar mirip dengan sang idola. Tak heran tindakan di luar nalar sekalipun akan fans lakukan demi sebuah kepuasan batin yang diidolakan. Pengorbanan akan jiwa, raga bahkan harta pun tak perlu pertimbangan panjang.
Kapitalisasi Budaya, Keruk Pundi Dana Generasi
Kapitalisme dan sekularisme sekaligus berikatan dengan paham liberalisme semakin tumbuh subur di tengah-tengah kehidupan saat ini. Atas nama kebahagiaan, maka tiap individu dijamin akan haknya, meski harus berbenturan dengan agama.
Agama dianggap sebagai pengekang dalam kehidupan karena adanya seperangkat aturan. Maka wajar, sebahagian generasi tanpa disadari telah dirasuki paham sekuler-liberalis. Standarnya tak lagi halal-haram, tapi menghantam norma-norma agama. Asal terpuaskannya nafsu dan kebahagiaannya dengan dalih yang mengatasnamakan kebebasan.
Tak heran jika lama kelamaan budaya asing ini menjadi primadona yang menggerus jati diri generasi tangguh dan menggiring mereka menjadi generasi pembebek. Menjauhkan para generasi dari nilai-nilai agama. Sehingga tak banyak lagi generasi santun dan beradab.
Sebagai negeri yang mayoritas muslim terbesar di dunia, harusnya negeri ini mampu memfilter pengaruh buruk yang tak sesuai budaya setempat. Perang budaya ini baik di dunia maya maupun nyata harusnya mampu disikapi dengan benar.
Generasi Muda Hilang Sosok Panutan yang Benar
Dalam menjalani kehidupan dunia, sebagai seorang muslim, setiap kita hanya dituntut untuk selalu berada dalam ketaatan.
Imam An Nawawi menjelaskan " Dunia itu penjaranya orang beriman, dan surganya orang kafir".
Maka setiap Mukmin itu dilarang dan dipenjara di dunia dari kesenangan dan syahwat - syahwat yang diharamkan dan dibenci. Dia dibebani untuk melakukan ketaatan-ketaatan yang terasa berat.
Read more info "Kapitalisasi Budaya Asing, Jerat Euforia Generasi Negeri" on the next page :
Editor :Esti Maulenni