Kemiskinan Ekstrim Buah Penerapan Sistem Kapitalisme

SIGAPNEWS.CO.ID - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menyebut target pengentasan kemiskinan ekstrem nol pada 2024 diturunkan menjadi 2,5 persen.
Untuk mencapai target nol, pemerintah perlu mengentaskan kemiskinan terhadap 5,6 juta orang pada 2024.
Penurunan target tersebut, kata Suharso, mengacu pada batas garis kemiskinan ekstrem versi Bank Dunia, yakni penghasilan US$2,15 per atau Rp32.035 per orang per hari (asumsi kurs Rp14.900 per dolar AS).
"Kalau kami pakai angka US$2,15, maka target kemiskinan ekstrem itu yang sekarang ini ada di level 3,2 persen dan kami mungkin cenderung hanya bisa menurunkan ke 2,5 persen (pada 2024)," katanya dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (5/4).
Dengan angka Bank Dunia, Suharso melihat tantangan Indonesia masih cukup berat. Karenanya, perbaikan data secara total dan integrasi program yang disertai dengan pemberdayaan ekonomi yang masif harus segera dilakukan.
Kemiskinan menjadi momok menakutkan bagi siapa pun, termasuk negara. Jika sudah ada indikator sebagai negara miskin, seharusnya penguasanya cepat tanggap, yakni mengganti semua kebijakannya dengan kebijakan pro rakyat, juga tidak akan menerima bantuan utang ataupun mencari jalan keluar ekonomi dengan pinjaman utang.
Sayangnya, hal itu tak akan pernah terjadi di negeri +62. Meski ekonominya melambat bahkan memburuk, petinggi negeri dan para pejabatnya tetap dengan kebijakannya. Mereka menyolusi ekonomi dengan utang riba dan malah mempercepat pembangunan infrastruktur demi memuluskan kepentingan para kapitalis.
Betapa menyedihkan kenyataan ini, bahwa kita hidup dalam kepemimpinan kapitalisme. Kita harus menanggung derita utang dan menjadi penduduk di bawah garis kemiskinan. Bahkan, para pakar telah menyatakan sulit bagi Indonesia untuk keluar dari lingkaran kemiskinan.
Jelas, mereka melihat sistem dan kualitas kepemimpinan dari para penguasanya, yang masih jauh dari kata amanah dan menyejahterakan rakyat.
Demokrasi Kapitalis, Biang Kemiskinan Massal
Demokrasi melahirkan pemimpin tak amanah, yang akhirnya memunculkan perilaku khianat, korup, culas, dan ingkar. Semua ini karena proses politik demokrasi yang tidak alami.
Rakyat diminta memilih orang-orang pilihan parpol. Ketika para calon menang, mereka harus mengakomodasi kepentingan pemodal dan pendukungnya. Itulah politik balas budi. Dari praktik politik inilah lahir regulasi yang lebih memihak kepentingan kapitalis.
Janji mereka pada rakyat pun kandas dikalahkan nafsu kepentingan kekuasaan. Alhasil, kemiskinan hari ini adalah efek domino pemilihan pemimpin politik demokrasi.
Kemiskinan yang menimpa rakyat tidaklah berdiri sendiri tanpa sebab. Mereka hidup miskin bukan karena nasibnya yang tak beruntung. Mereka miskin bukan pula karena keterbatasan skill. Mereka sejatinya dimiskinkan sistem yang serba kapitalistik. Mereka dimiskinkan secara terstruktur oleh penguasa demokrasi kapitalis.
Mau sekolah tinggi, terkendala biaya pendidikan mahal. Mau kerja nyaman, terhalang skill yang tak mumpuni akibat pendidikan rendah. Mau kerja, tidak tahu dapat modal dari mana. Mau belanja kebutuhan, harga bahan pokok naik. Bayar listrik, air, tidak ada yang gratis. Ingin menikmati kesehatan gratis harus dihadapkan dengan aturan dan administrasi berbelit.
Semua ini karena segala komoditas dikapitalisasi. Dari mulai pendidikan, perdagangan, hingga kesehatan dikapitalisasi penguasa hasil pilihan demokrasi.
Kebijakan untuk rakyat dipersulit, regulasi untuk pemodal justru dipermudah. Belum lagi rakyat harus berhadapan dengan korupsi menahun di negeri ini. Di situasi pandemi, para penguasa itu masih saja memanfaatkannya sebagai ladang korupsi berjemaah seperti bansos yang dikorupsi mensos tadi.
Bagaimana kemiskinan mau dihilangkan bila akar masalah kemiskinan itu sendiri belum dituntaskan? Yaitu sistem demokrasi yang melahirkan pemimpin korup dan ekonomi yang serba kapitalistik. Lantas, bagaimana mengentaskan kemiskinan dengan solusi pas, tuntas, dan total?
Read more info "Kemiskinan Ekstrim Buah Penerapan Sistem Kapitalisme" on the next page :
Editor :Esti Maulenni