Kemiskinan Ekstrim Buah Penerapan Sistem Kapitalisme

Islam Mengatasi Kemiskinan
Islam memandang bahwa penyebab utama terjadinya ketimpangan adalah pada buruknya distribusi kekayaan. Sedangkan distribusi kekayaan tak bisa dilepaskan dari peran pemerintah. Oleh karena itu, peran sentral pemerintah menjadi faktor kunci terselesaikannya permasalahan ini. Pemerintahlah yang memiliki kewajiban menjamin kebutuhan umat.
Kriteria miskin dalam Islam bukan dihitung rata-rata, melainkan dihitung satu per satu kepala, apakah sudah tercukupi kebutuhan primernya, yaitu sandang, pangan, dan papan. Kepala keluarga yang menjadi pihak pencari nafkah pun akan dipermudah dan difasilitasi dalam bekerja, baik itu akses pada modal tanpa riba, pelatihan, hingga penyediaan lapangan kerja.
Jika kepala keluarga tidak mampu memenuhinya, yang wajib membatu adalah kerabatnya. Pendataan yang baik disertai perangkat pemerintah yang amanah akan meniscayakan pelaksanaan sensus tersebut.
Jika seluruh kerabatnya tak mampu memenuhi kebutuhan si polan, kewajiban memberi nafkah jatuh kepada kas negara (Baitulmal).
Anggaran yang digunakan negara untuk membantu individu yang tidak mampu, pertama-tama diambil dari pos zakat, sesuai dengan surah At-Taubah: 60. Apabila zakat tidak mencukupi, negara wajib mencarinya dari pos lainnya di Baitulmal. Apabila pos lainnya pun kosong, kewajiban menafkahi orang miskin beralih pada kaum muslim secara kolektif.
Secara teknis bisa dilakukan dengan dua acara: Pertama, cara langsung yaitu kaum muslim secara individu membantu orang-orang yang miskin.
“Tidaklah beriman kepada-Ku, siapa saja yang tidur kekenyangan, sedangkan tetangganya kelaparan, sementara dia mengetahuinya.” (HR Ath-Thabrani)
Kedua, dengan skema dharibah (pungutan insidental) kepada orang laki-laki muslim yang kaya, hingga kebutuhan umat terpenuhi. Jika sudah terpenuhi, pungutan tersebut tidak diperlukan lagi dan negara akan menghentikan skema ini.
“Dan pada harta benda mereka, ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta.” (TQS Az-Zariyat: 19)
Oleh karena itu, kemiskinan akan bisa teratasi dan ketimpangan pun tak akan terjadi. Dalam masyarakat Islam, orang kaya akan bahu-membahu membantu masyarakat miskin untuk bisa memenuhi kebutuhannya. Sehingga, dalam kondisi pandemi, kelebihan harta si kaya akan mengalir pada masyarakat miskin, bukan pada bursa saham atau lainnya.
Negara pun sebagai pihak sentral, disertai dengan bank data yang akurat dan pejabat yang amanah, akan mampu menghimpun dana dari para agniya (orang kaya, ed.) jika Baitulmal defisit. Sehingga, tidak harus berutang apalagi pada negara kafir harbi fi’lan yang telah jelas menyebabkan mudaratnya.
Dalam sistem ekonomi Khilafah yang kuat, mekanisme kepemilikannya akan mengharamkan SDA dikuasai asing. Sehingga, akan menghantarkan pada kas negara yang kuat dan stabil dan defisit anggaran akan jarang terjadi.
Begutu juga jika terjadi wabah seperti pandemi, Negara Khilafah akan fokus pada upaya penyelamatan nyawa manusia tanpa dipusingkan dengan dana yang terbatas. Walhasil, pandemi akan cepat berakhir dan kehidupan umat manusia kembali normal. Itulah sebab mengapa upaya penegakan Khilafah adalah perkara penting dan mendesak dalam upaya menyelamatkan umat manusia.
Read more info "Kemiskinan Ekstrim Buah Penerapan Sistem Kapitalisme" on the next page :
Editor :Esti Maulenni