Harmoni Bertetangga Dalam Islam

Foto: ilustrasi.net
Tetangga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang rumahnya bersebelahan atau berdekatan dengan tempat tinggal kita. Bahkan menurut Ibnu Hajar, tetangga adalah empat puluh rumah sebelah kanan, empat puluh rumah sebelah kiri, empat puluh rumah ke depan, dan empat puluh rumah ke belakang. Al-Qur’an menyebutkan ada tetangga yang jauh dan ada tetangga yang dekat. Seperti dalam Firman Allah SWT berikut:
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (Q.S. An-Nisa [4]: 36)
Para mufassir memaknai kata ‘dekat’ dan ‘jauh’ dalam berbagai sudut pandang, ada yang memandang berdasarkan tempat tinggal, hubungan kekeluargaan, dan ada pula berdasarkan agama (Muslim dan bukan Muslim).
Ketika Al-Qur’an menyebutkan harus berbuat baik kepada keduanya, kepada tetangga yang dekat maupun tetangga yang jauh, menunjukkan bahwa kepada semua tetangga harus berbuat baik, tanpa memandang dekat ataupun jauh dilihat dari posisi tempat tinggal maupun kekerabatan, bahkan terhadap tetangga yang berbeda agama sekalipun harus tetap berbuat baik. Selain itu, jika kita telusuri, banyak hadits tentang perintah berbuat baik kepada tetangga. Dilansir dari detik.news.com, didapati beberapa hadits berikut:
"Dari Aisyah RA, dari Nabi SAW beliau bersabda, "Jibril terus mewasiatkanku perihal tetangga, hingga aku menyangka bahwa tetangga akan menjadi ahli waris." (H.R.Bukhari)
"Jika kamu memasak kuah, maka perbanyaklah airnya dan berikan sebagian pada para tetanggamu". (HR Imam Muslim).
"Dari Abu Hurairah ra, beliau berkata, Rasulullah Saw pernah bersabda, "Wahai perempuan-perempuan muslimah, janganlah seorang tetangga yang meremehkan hadiah tetangganya meskipun berupa ujung kaki kambing." (HR al-Bukhari dan Muslim).
Namun kehidupan individualis yang berkembang, terutama di perkotaan, terkadang membuat sesama tetangga kurang mengenal atau kurang memperhatikan kondisinya. Merasa sungkan untuk mengunjungi rumah tetangga, khawatir mengganggu dan sebagainya, atau sibuk dengan pekerjaan, tidak sempat bersosialisasi dengan tetangga, sehingga ketika tetangganya meninggal pun terkadang tidak ketahuan, seperti yang terjadi di salah satu kota di Jawa Barat. (Kompas.com, 08/09/2023). Itulah fenomena yang terjadi ketika sistem yang diterapkan adalah sistem kapitalis sekuler.
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi seharusnya bisa dimanfaatkan untuk menjalin komunikasi dengan tetangga, meski hanya bertanya kabar. Islam mengajarkan untuk memenuhi hak-hak tetangga. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya:
“Apakah kalian tahu, apa saja hak tetangga? (yaitu), jika dia meminta tolong kepadamu, kamu harus menolongnya; Jika dia meminta pinjaman, engkau harus memberikan pinjaman; Jika dia mendapatkan kebaikan, engkau menyampaikan selamat untuknya; Jika dia ditimpa musibah, engkau harus menghiburnya.” (H.R. Thabarani).
Begitu indahnya Islam jika diterapkan aturannya, kehidupan bermasyarakat akan harmonis karena adab dan aturan bertetangga dijalankan sesuai tuntunan Islam, antar tetangga saling peduli (care), sehingga sangat kecil kemungkinan untuk tidak diketahui ketika tetangganya telah meninggal atau sakit, karena ketika tidak tampak beberapa hari saja harusnya sudah ditanyakan keberadaaanya. Hanya Islam yang bisa mewujudkan kehidupan bertetangga yang harmonis meskipun penduduknya flural. Tentu dengan menerapkan Islam secara kaaffah, termasuk dalam bermasyarakat dan bernegara. Wallahu A’lam
Editor :Esti Maulenni