Utang, Siapa Yang Menanggung?

SIGAPNEWS.CO.ID - Hidup di zaman sekarang, utang menjadi sesuatu yang biasa dilakukan. Parahnya ada yang menjadikannya sebagai gaya hidup alias _life syle_. Ternyata tak hanya individu saja ynag berutang, bahkan negara pun ikut melakukan kegiatan tersebut. Sebagaimana dikutip dari sebuah laman media, Kementrian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa posisi utang pemerintah Indonesia mencapai 7.879,07 triliun rupiah per 31 Maret 2023. Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) 39,17%. (katadata.co.id, 09/05/2023)
Utang, menjadi sesuatu yang lumrah adanya. Atau bahkan menjadi sesuatu yang dianggap biasa saja. Padahal kenyataan berbicara bahwa kegiatan tersebu beban yang harus ditanggung.
Berbicara terkait dengan utang sebuah negara, maka hal tersebut pastinya akan membebani seluruh masyarakat yang tinggal di sana. Dengan cara apapun, harus melunasinya dan tentu batas pelunasan. Inilah yang kemudian menjadi beban mental dan psikis jika tidak ada dana untuk mencicilnya.
Jika ditelisik lebih mendalam, negeri ini sungguh luar biasa dalam hal sumber daya alam. Dalam sistem yang diterapkan saat ini (kapitalisme sekuler), melimpahnya sumber daya alam tak dapat menjamin pemasukan negara akan besar. Buktinya, Indonesia sebagai negara yang kaya sumber daya alam, malahan tenggelam dalam kubangan utang yang makin membesar.
Hal itu terjadi karena ekonomi dikelola dengan ala kapitalis. Kita sadari bahwa sumber pemasukan negara terbesar selain pajak adalah utang. Sehingga wajar saja jika di pihak internasional begitu gigih menyerukan agar meminjam modal untuk pembangunan. Sebut saja IMF dan Bank Dunia, dengan senang hati meminjamkankan. Namun, ternyata tak semudah hanya meminjam uang saja. Ada sisi kebijakan yang mengikat antara badan internasional tersebut dengan negeri yang berutang. Tak lupa, ada kesepakatan dari kedua belah pihak terkait dengan tata cara pelunasan dan finaltinya. Jika melebihi target waktu maka bunga pun akan makin naik. Hal inilah yang kemudian menyebabkan di beberapa negara menjual aset-aset pentingnya karena tidak sanggup membayar.
Sedih dan miris, lagi-lagi, masyarakat yang akan menelan pil pahit. Karena beban utang pasti menjadi tanggung jawab seluruh masyarakat negeri yang berutang tadi. Dan dengan terpaksa pula, kebijakan yang ada di dalam negeri pun akan 'digenjot' bagaimana caranya menghasilkan uang untuk membayar utang tadi. Bisa kita rasakan bersama bahwa seluruh yang bisa dikenai pajak guna meraup pundi-pundi dana. Sebut saja, yang dahulu tidak masuk pada wilayah pajak, sekarang malah masuk. Kembali, jelata akan menanggung beban deritanya.
Akan berbeda ketika Islam diterapkan. Dalam aturan Islam, ada mekanisme negara untuk mengurus serta membangun sisi ekonomi yang menjadi salah satu faktor pemantik berhasil atau gagal. Pengaturan dalam Islam menggunakan konsep kas negara dengan wujud Baitu Mal. Di sana akan kita dapati secara jelas dan tepat terkait dengan sisi pemasukan dan pengeluaran negara. Termasuk di dalamnya pos-pos yang akan menjadi bagian dari pemasukan.
Dalam baitul mal terdapat pencatatan yang teliti untuk pemasukan dan pengeluaran negara. Pemasukan negara berasal dari dua belas aspek. Beberapa di antaranya yaitu ghanimah (ghanimah, anfal, fai, khumus). Kemudian ada kharaj, jizyah, harta milik umum (SDA), sedekah (zakat), dan masih ada pos-pos lainnya.
Read more info "Utang, Siapa Yang Menanggung?" on the next page :
Editor :Esti Maulenni