Jaminan Keamanan Yang Tertawan

SIGAPNEWS.CO.ID - Di tengah gempitanya berita minyak yang langka, Diabetes melitus yang menyerang kaum muda bahkan balita, dan kerusakan lingkungan buah kerakusan pengelolaan SDA, terdapat berita lain yang tak kalah nestapa yaitu maraknya penculikan anak yang membuat rakyat makin takut dan resah. Bayangan anak yang diculik dijadikan pengemis, dijadikan korban hasrat seksual hingga organ tubuhnya yang dijual, menjadi bayangan yang menakutkan di benak para orang tua.
Isu penculikan anak semakin masif terjadi hampir merata di seluruh daerah. Seperti dua peristiwa penculikan yang gagal di DI Yogyakarta, penculikan anak di TKP Wisma Asri Kota Bekasi dan pembunuhan anak oleh pelaku anak di Makassar untuk tujuan menjual organ tubuh dan sederet isu lainnya selalu ramai menghiasi wajah berbagai media. Meski belakangan ini informasi tersebut dinyatakan sebagai informasi hoax oleh polisi (tirto.id, 4/2/2023).
Terlepas dari hoax atau tidaknya informasi tersebut, Jasra Putra selaku Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tetap menyarankan agar masyarakat tetap mawas diri, memfilter semua informasi yang masuk dengan baik dan teliti dan memastikan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak.
Terdapat banyak faktor penyebab penculikan anak terjadi. Salah satunya karena anak merupakan kelompok yang paling rentan, belum bisa melindungi diri sendiri, mudah didominasi dan dikuasai. Anak juga merupakan kelompok usia yang tidak mudah menyalurkan emosinya hingga mudah mendapat perlakuan yang salah, lemahnya pengawasan orang tua dan orang dewasa ikut andil dalam memberikan ruang bagi para pelaku penculikan.
Faktor ekonomi juga bisa menjadi motif para pelaku penculikan, dan tak kalah pentingnya adalah rendahnya jaminan keamanan di negara ini yang menyebabkan isu penculikan tak pernah hilang dari peredaran.
Keamanan adalah kebutuhan komunal yang wajib diwujudkan dan diprioritaskan oleh negara, terlebih lagi keamanan untuk anak – anak yang merupakan kelompok usia yang rentan. Namun maraknya kasus penculikan saat ini telah menunjukkan bahwa negara telah abai akan keselamatan warga negara dan lemah sebagai pelindung rakyat, mendapatkan keamanan adalah hak bagi setiap warga negara tak terkecuali anak-anak.
Namun realitas di dalam sistem sekuler kapitalisme , yang meniadakan peran agama dalam mengatur kebijakan juga meniscayakan semua hal dalam kehidupan adalah komoditi, maka jaminan keamanan akan menjadi obyek kapitalisasi. Jaminan keamanan pun tertawan oleh berbagai kepentingan. Meski ada sanksi hukum mengenai penculikan anak, sayangnya tak memberi efek jera. Jaminan keamanan dalam sekuler kapitalisme tidak bisa dinikmati oleh semua orang melainkan hanya orang-orang tertentu saja.
Masyarakat terkadang mengupayakan sendiri kebutuhan akan keamanan dan membuat peran negara sebagai pelindung rakyat semakin samar. Rakyat kemudian hidup dalam kondisi yang selalu memiliki kekhawatiran yang tinggi akan keselamatan diri.
Keamanan dalam Islam adalah kebutuhan komunal yang wajib dijamin oleh negara. Oleh karena itu Islam akan menjadikan keselamatan seluruh individu sebagai prioritas utama, terlebih pada generasi muda sebab mereka adalah generasi penerus bangsa. Negara dalam Islam akan memberikan perlindungan dari segala macam bahaya. Anak-anak akan dididik dengan akidah Islam oleh guru di sekolah maupun orang tua di rumah. Pemahaman kufur dan liberal serta tsaqofah asing tak akan diberi celah untuk mempengaruhi anak-anak negeri. Hukuman atau sanksi yang diterapkan pada para pelaku kejahatan termasuk pelaku penculikan adalah ta’zir (hukuman yang ditetapkan kepala negara).
Hukuman yang tegas kepada para pelaku pelaku kejahatan tak terkecuali kepada para pelaku penculikan akan menciptakan kondisi yang kondusif, lingkunyan yang aman dan nyaman bagi anak-anak. Oleh karena itu hanya Islam lah satu-satunya solusi dalam mengatasi kasus penculikan ini.
Wallahualam bis shawab
Editor :Esti Maulenni