Nasib Petani yang Miris di Negara Agraris

SIGAPNEWS.CO.ID - Sungguh ironis, Indonesia yang dikenal sebagai negara yang subur dan memiliki lahan yang luas serta sumber daya alam yang melimpah namun kerap bermasalah dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat terkait pangan, salah satunya beras yang menjadi bahan makanan utama sebagian besar rakyat negeri ini.
Saat ini Stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) milik Perusahaan Umum Badan Usaha Logistik atau Perum Bulog hanya tersedia 594.856 ton, kurang dari target minimal 1,2 juta ton. Stok beras juga diproyeksikan hanya akan tersedia sebesar 399,550 ton sampai akhir tahun 2022 jika tidak segera dilakukan penyerapan atau importasi (Bisnis.com).
Budi Waseso selaku Direktur Utama Perum Bulog mengungkapkan bahwa pihaknya telah berupaya secara optimal untuk melakukan penyerapan gabah dan beras dari petani dalam negeri namun dalam proses penyerapannya ternyata masih jauh dari target hingga cadangan beras Bulog semakin menipis.
Karena harga beras yang terus meningkat, para petani pun enggan menjual beras ke Perum Bulog, pasalnya harga yang ditawarkan Bulog lebih rendah dari harga pasar. Mereka lebih memilih menyimpan hasil panen atau menjualnya langsung di sawah. Kondisi inilah yang menyebabkan Bulog kesulitan menambah cadangan beras pemerintah.
Kurangnya stok Cadangan Beras Pemerintah, membuat wacana untuk mengimpor beras kembali muncul. Sangat miris, mengingat belum lama ini, Indonesia ditetapkan sebagai negara yang berhasil berswasembada beras dalam tiga tahun terakhir namun kini terancam melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, padahal di awal tahun 2022 impor tidak termasuk dalam rencana pemerintah.
Indonesia bahkan diprediksi akan mengalami surplus hampir 2 juta ton tahun ini jika melihat data yang dirilis Badan Pusat Statistik tanggal 17 Oktober 2022 yang menyebutkan bahwa produksi beras pada 2022 diperkirakan sebesar 32,07 ton sementara konsumsi beras diperkirakan mencapai 30,2 juta ton. Janji Kementerian Pertanian yang menyanggupi memenuhi kebutuhan beras Bulog sebesar 600 ribu ton dari dalam negeri hingga 22 November pun belum terpenuhi.
Stok beras Bulog yang menipis, Kementan yang gagal memenuhi janjinya dan keengganan petani menjual beras ke Bulog menunjukkan adanya kegagalan perencanaan penyerapan beras cadangan dan buruknya koordinasi berbagai pihak terkait serta kegagalan proyek lumbung pangan yang bertujuan meningkatkan kemampuan ketahanan pangan dalam negeri.
Terancamnya ketersediaan beras dipengaruhi juga oleh kebijakan pengelolaan pangan yang bersifat kapitalistik di negeri ini. dalam hal ini kebijakan pangan dalam negeri masih kental dengan kepentingan oligarki para kapitalis. Berbagai kebijakan terkait pengelolaan pangan seperti penyediaan sarana dan prasarana dalam produksi, terkadang lebih sering berorientasi pada keuntungan pihak tertentu daripada kepentingan petani.
Read more info "Nasib Petani yang Miris di Negara Agraris" on the next page :
Editor :Esti Maulenni