Pernikahan Mewah Ditengah Rakyat Susah

SIGAPNEWS.CO.ID - Baru-baru ini, jutaan pasang mata menyaksikan perhelatan mewah, pernikahan putra pejabat tertinggi negeri ini. Baik secara 'offline' maupun 'online' rakyat seolah mendapat hiburan sesaat, melihat kemegahan prosesi pernikahan, melupakan sejenak duka dan nestapa yang melingkupi kehidupan.
Fenomena ini, tentu membuat miris. Pasalnya kesedihan korban gempa Cianjur belum kunjung terobati, kebutuhan pokok sandang, pangan dan papan belum jelas pemenuhannya. Kini erupsi gunung Semeru juga terjadi, rakyat harus berjuang sendiri menyelamatkan istri dan buah hati. Mitigasi bencana seolah lamban dan tidak mampu memberi solusi hakiki.
Tidak hanya itu, rakyat dihantam badai PHK besar-besaran juga stunting yang terus meningkat jumlahnya. Sementara para pejabat negeri ini fokus menjadi pengurus pernikahan anak presiden selama beberapa hari. Lalu, kemana rakyat harus mengadu dan meminta tolong atas musibah bertubi-tubi ini?
Kritik keras disampaikan salah satu anggota dewan dari fraksi PKS yaitu Mardani Alisera. Beliau menyayangkan sikap para menteri yang telah menjadi penanggung jawab acara nikahan anak presiden. Seharusnya menteri itu bertugas membantu presiden dalam mengurus negara bukan mengurus urusan pribadi.
Penggunaan fasilitas negara juga menjadi salah satu kritik publik. Di acara pernikahan tersebut ribuan personel keamanan dikerahkan, anjing pelacak K-9 juga diturunkan untuk mendeteksi adanya bom dan ancaman lainnya, ratusan cctv dipasang hingga panglima TNI sendiri turun tangan memantau keamanan. Sungguh sangat disayangkan.
Menyelenggarakan pernikahan mewah ditengah korban bencana dan rakyat menderita dianggap sebagai sikap tidak empati. Seharusnya penguasa tidak melakukan hal yang demikian. Namun kenapa sikap tidak empati ini sering terjadi?
Perilaku pejabat yang sering tidak peka terhadap derita rakyat ini diduga kuat bersifat sistemik. Mengingat banyaknya pejabat yang bersikap demikian. Sistem demokrasi sekulerlah yang mendasari perilaku kurang beradab pejabat karena jauh dari agama. Sehingga aktivitas dan tanggung jawab kepemimpinan tidak dikaitkan dengan kehidupan akhirat yang akan dimintai pertanggungjawaban di sisi Allah Subhanahu wata'ala.
Sistem demokrasi yang berbiaya mahal juga meniscayakan peran kapitalis, bermodal besar membiayai proses menuju kepemimpinan. Akibatnya setiap kebijakan yang ditetapkan dalam mengurus rakyat dipastikan ada keuntungan bagi para pejabat dan para kapitalis tersebut. Dimana keuntungan tersebut lebih besar dibanding dengan pelayanan terhadap rakyat.
Bahkan santunan terhadap rakyat hanya sekedar santunan yang dilandasi dengan pencitraan semata. Jika dipandang tidak menguntungkan maka tidak dilakukan sebaliknya jika menguntungkan pejabat segala sesuatu bisa dikerjakan. Sebagaimana penggunaan fasilitas negara bagi kepentingan pribadi pejabat menjadi hal yang lumrah.
Read more info "Pernikahan Mewah Ditengah Rakyat Susah" on the next page :
Editor :Esti Maulenni