Depresi, Balada Negara Maju?

Kehidupan hari ini sungguh sangat keras, kita tahu hari ini hidup didominasi oleh sistem kapitalisme yang diemban negara-negara maju kepada negara-negara berkembang. Dalam sistem kapitalisme dunia terbagi menjadi dua, yaitu negara produsen dan negara konsumen. Negara produsen adalah mereka yang memiliki modal besar dan akses luas untuk memproduksi barang dan jasa, sedangkan negara berkembang adalah negara yang secara letak, SDA dan SDM strategis untuk menjadi pasar. Tak ada hubungan antar individunya kecuali manfaat materi. Ukuran kebahagiaan pun distandarkan kepada banyak sedikitnya materi dan akses memilikinya. Maka, persaingan sangatlah ketat bahkan boleh dibilang tidak fair, sebab yang memiliki keterbatasan materi atau akses pastilah menjadi pihak yang lemah dan ditinggalkan.
Setiap orang berada dalam tekanan guna memenuhi standar hidup " bahagia" yang mereka ciptakan sendiri. Sekulerisme menjadi pilihan sebab pilihan ini memisahkan agama dari kehidupan, tak butuh banyak aturan agama, bahan bisa jadi dibuang karena hanya menjadi penghalang. Halal haram bukan yang utama. Tekanan-tekanan yang meningkat, ditambah biaya hidup yang tinggi, tidak adanya peran negara secara maksimal membuat setiap orang berada dalam situasi sulit. Semakin memuncak tekanan, maka akan semakin cepat manusia merasa depresi, sebab dunia ketika dikejar tak pernah ada batasannya.
Maka, tak ada lagi keselarasan lagi antara akal sehat dan kebutuhan hidup. Generasi muda di negara maju paling rentan dengan dampak etos kerja dan cara pandang terhadap kehidupan yang tanpa landasan agama, hingga muncul ide tidak menikah atau kalaupun menikah mereka memilih childfree. Namun di sisi lain guna memenuhi kebutuhan naluri berkasih sayang, ekspresi diri, beragama dan kemanusiaan mereka melakukan hubungan bebas, narkoba ,hingga bunuh diri karena menemui jalan buntu.
Dalam kapitalisme, manusia adalah faktor produksi, mereka bernilai jika menghasilkan uang. Pun mereka yang rentan terhadap tekanan seperti perempuan, anak dan orangtua. Sistem ini masuk dalam dunia pendidikan, tersusun dalam kurikulum yang mencetak generasi jauh dari fitrahnya sebagai manusia. Keji, tak berhati dan tak beradab. Giliran dampak negatif sudah merajalela negara kebingungan mengatasinya. Jelas tak akan bisa didapati solusi hakiki dari sebuah sistem yang sudah cacat sejak lahir.
Read more info "Depresi, Balada Negara Maju?" on the next page :
Editor :Esti Maulenni